All about Innovation💡, Law⚖️, Management📝, & Soccer⚽: Kisruh RUU Permusikan: Revisi atau Tolak?

IWA

Minggu, 17 Februari 2019

Kisruh RUU Permusikan: Revisi atau Tolak?

Namanya saja masih Rancangan Undang-Undang (RUU), tentunya masih berupa konsep semata, draf, belum ditandatangani oleh presiden dan disetujui oleh DPR. Dalam keadaan demikian, publik masih bisa mengawasi dan memberi masukan. Nah, yang terjadi di RUU permusikan, ketika RUU yg diprakarsai Anang Hermansyah (seorang anggota komisi X DPR RI sekaligus musisi nasional) masih belum beres, tiba-tiba sudah bocor ke publik (seharusnya dibereskan terlebih dahulu dengan menggandeng berbagai stakeholder/pemangku kepentingan, terutama para musisi senior). Kalangan musisi pun bermacam-macam, ada yang dari background akademik dan non-akademik. Kedua kelompok tsb patut didengar aspirasinya. Jika salah satu saja diabaikan, jelas bisa menimbulkan kekrisuhan, lebih tepatnya perlawanan banyak pihak (lebih banyak daripada yang setuju). Komisi X DPR RI sendiri membidangi pendidikan, pemuda dan olahraga, ekonomi kreatif, dan pariwisata. Permusikan juga termasuk bagian dari ekonomi kreatif.

Bagaimana kronologi kekisruhan tsb? Menurut Wendi Putranto (mantan jurnalis musik) yang ada di kubu penolak mengatakan bahwa Anang Hermansyah memang rajin memublikasi hasil kerjanya di Senayan lewat siaran pers, termasuk RUU Tata Kelola  Industri Musik, bukan RUU Permusikan. Namun nama RUU yg awal disebut sepertinya mentah dan kemudian secara tiba-tiba dicetuskanlah nama penggantinya oleh Anang yaitu menjadi RUU Permusikan yg ironinya  justru tidak dilampirkan dan dipublikasikan oleh Anang. Sebenarnya, musisi sempat diajak utk mengikuti rapat jejak pendapat umum dgn Komisi X untuk membahas RUU ini, tak pernah ada berita miring, & tiba-tiba saja keluar hasil sepihak spt yg viral spt saat ini (sumber: Koran Pikiran Rakyat 11 Februari 2019). Belum lagi, referensi yang diambil ada yang dari makalah siswa SMK sebuah blog (sumber: https://tirto.id). Jelas kurang bisa dipertanggungjawabkan untuk sebuah rumusan RUU.

Sdgkn mnrt Glenn Fredly, musisi nasional yang juga Ketua Komite Konferensi Musik Indonesia mengatakan bhw Konferensi Musik Indonesia menghasilkan 12 poin yg diserahkan ke presiden & DPR. Belakangan, Anang menyebut 12 poin tsb diadopsi utk kemudian menjadi draf RUU yg ramai tsb. Namun hal tsb trnyta tdk diketahui oleh Glenn. Bahkan Wendi menyatakan ada ketidaksesuaian antara 12 poin tsb dgn isi draf RUU tsb (sumber: Koran Pikiran Rakyat 11 Februari 2019). Intinya, pertemuan stakeholder sdh rutin dilakukan,  & sepakat dgn poin2 yg didiskusikan, namun, ketika sdh sampai ke eksekutif & legislatif hasilnya bisa berubah. Apa yg diucapkan blm tentu sesuai dgn hati, pikiran, & niatnya😝.

Pasal-Pasal RUU Permusikan yg menimbulkan kontroversi:
  • Pasal 5 
Disebutkan bahwa musisi dilarang mendorong khalayak melakukan kekerasan serta melawan hukum, membuat konten pornografi, memprovokasi pertentangan antarkelompok, menodai agama, membawa pengaruh negatif budaya asing, dan merendahkan harkat dan martabat manusia. Masalahnya batasan2 agar tidak melanggar isi pasal 5 RUU Permusikan sama sekali tidak dijelaskan. Hal itu membuat musisi was2 dalam berkarya dan khawatir sarana kebebasan berekspresinya dibatasi. Di samping itu, isi pasal 5 tsb bisa menimbulkan multitafsir dan perbedaan pendapat di antara para musisi (musisi yg sudah kompak malah bisa berselisih paham akibat berbeda pendapat). Belum lagi hukumannya ga main2, penjara dan denda. Musisi pun khawatir dikriminalisasi dan habis kariernya seketika gara2 satu pasal saja😱.
  • Pasal 18 
Disebutkan bahwa pertunjukan musik melibatkan promotor musik dan/ penyelenggara acara musik yang memiliki lisensi dan izin usaha pertunjukan musik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jadi, baik pertunjukan musik kelas teri maupun kakap dianggap sama saja, harus punya lisensi dan izin usaha pertunjukan musik. Ambil contoh saja izin keramaian, itu hanya untuk konser musik dengan massa minimal 300 orang, sementara yang kurang dari itu tidak perlu. Sementara pasal 18 seolah menyamaratakan semua jenis konser, mau yang di kafe, independen, mall, maupun di lapangan terbuka, semuanya harus mengurus izin keramaian ke pihak kepolisian setempat. Ada semacam ketidaksesuaian antara isi pasal tsb dengan SOP (Standar Operating Procedure) yang biasa dilaksanakan kepolisian juga di sini, seperti kurang dilibatkan pihak kepolisian dlm menyusun RUU ini, jalan sendiri2 saja). Padahal kepolisian bisa disebut salah satu pemangku kepentingan juga. Di samping itu, pasal 18 tsb bisa mematikan karir musisi kecil seperti jalur independen, mengingat isi pasal ini hanya melindungi lebel rekaman maupun EO kelas kakap. Dalam hal ini pasal tsb cenderung menjadi produk sistem kapitalisme.
  • Pasal 19
Disebutkan bahwa promotor/penyelenggara musik yang menampilkan pelaku musik dari luar negeri wajib mengikutsertakan pelaku musik Indonesia sebagai pendamping, di mana pendamping tsb dipilih sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Mungkin tujuannya baik agar pendamping tsb semakin terekspos di mata dunia. Masalahnya apakah pelaku musik dari luar negeri tsb mau dikondisikan spt itu? Biasanya mereka punya konsep sendiri soal konser mereka. Jangan sampai malah membuat malas mereka datang ke Indonesia.

Inilah Pasal2 yg Menimbulkan Kontroversi. Klik Gambar agar lebih Jelas Tulisannya
  • Pasal 32
Disebutkan bahwa untuk diakui sebagai profesi, pelaku musik yang berasal dari jalur pendidikan atau autodidak harus mengikuti uji kompetensi. Hal ini menambah beban (ya waktu, biaya, dan tenaga) bagi musisi karena harus ada sertifikat tertentu supaya sah disebut musisi profesional Indonesia. Tidak jauh beda dengan lulusan Sarjana Hukum yang ingin menjadi pengacara maupun notaris harus mengikuti pendidikan tertentu agar lulus uji kompetensi dan mendapatkan sertifikat profesi. Kasihan bagi musisi kecil yang hidup dari jalanan misalnya...
  • Pasal 42
Pelaku usaha di bidang perhotelan, restoran, atau tempat hiburan lainnya wajib memainkan musik tradisional di tempat usahanya. Masalahnya adalah apakah pantas memainkan musik tradisional di tempat hiburan tsb? Bagaimana segmentasinya? Jika memang bisa dikolaborasikan dengan musik modern, apa bisa matching? Tentunya ga semudah itu.
  • Pasal 50
Mengatur hukuman penjara dan denda bagi yang melanggar pasal 5. Jelas ada kekhawatiran bagi musisi untuk berkarya sebaik mungkin, takut pula dikriminalisasi, dan habis seketika karirnya akibat keberadaan pasal yang memang menimbulkan multitafsir dan batasannya tidak jelas.
Sebenarnya masih banyak pasal yang menimbulkan kontroversi, namun yang paling viral ya 6 pasal di atas.
Draf RUU Permusikan & Banyak Pasal yang Dianggap Bermasalah. Klik Gambar agar lebih Jelas Tulisannya. Sumber: Koran Pikiran Rakyat 11 Februari 2019

Menurut Indra Prawira, dosen Hukum Tata Negara Unpad, jika RUU Permusikan disahkan, maka Indonesia akan menjadi negara pertama yang mengatur industri musik secara keseluruhan (biasanya yang diatur hanya sebatas hak cipta dan ekonomi saja). Beliau sendiri menolak RUU tsb mengingat hak cipta dan ekonomi sudah ada undang-undangnya, yaitu UU Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014. Jadi, menghindari kesan tumpang tindih. Menurutnya, kasus tsb pernah dialami di era Soekarno, di mana  Koes Plus pernah dipenjara akibat bermain musik dan bergaya kebarat2an dan bertentangan dengan budaya bangsa.

Sedangkan pihak yang mendukung disahkannya RUU Permusikan seperti Dose Hudaya (produser musik) menyatakan bahwa kehadiran UU Permusikan diperlukan, terutama di era industri musik digital yang masih lemah pengawasannya. Namun, banyaknya isi pasal2 yang menimbulkan kontroversi tetap harus direvisi secara besar-besaran.

Saya sendiri sbg penikmat musik & org hukum jg berpendapat bahwa RUU Permusikan harus ditolak, alasannya:
1. Isi pasal yang cacat hukum sudah terlalu banyak dan memecah belah musisi yang sudah damai, sehingga agak rumit jika harus direvisi secara besar2an
2. Tidak mengakomodir seluruh stakeholder, mungkin hanya kelompok tertentu saja yang diuntungkan, bisa jadi kelompok yang modalnya besar dan punya power
3. Kasihan bagi musisi yg bnr2 berkarir dari bawah (spt musisi indie), bisa terhambat kariernya akibat munculnya birokrasi yg ribet & mahal
4. Kesannya negara menjadi otoriter untuk mengekang kebebasan bermusik
5. Pasal tentang hak cipta yang tumpang tindih dengan UU Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 (pemborosan saja). Harusnya fokus dulu ke UU Hak Cipta (direvisi) mengingat banyak musisi yang belum puas dengan pengaturan hak cipta saat ini
6. Salah mencari referensi menurunkan reputasi dan kualitas RUU Permusikan (masa mengambil dari makalah siswa SMK??)
7. Jadwal perumusan RUU Permusikan kok berdekatan dgn Pilpres 2019 ya? Kan itu bisa menimbulkan kegaduhan baru
Sampai sekarang (terhitung tanggal 17 Februari 2019), pro dan kontra RUU Permusikan masih berlanjut di mana pihak yang menolak semakin banyak daripada yang mendukung (tapi revisi). Kita tunggu saja...kalau aku sih no, ga tau kalau mas Anang😁.

Saya sebagai Penikmat Musik & Org Hukum jg Berharap bahwa Aturan Dibuat untuk Mempersatukan Semua Aspirasi Stakeholder. Musik itu Bersifat Mempersatukan, bkn Memecah Belah. Kalau ga Bisa spt Itu, Mending ga usah Ada Aturan, krn bisa Merusak Esensi Musik itu Sendiri
Terakhir, artikel ini ditutup dengan quote permusikan: "musik tidak bisa menggunakan logika politisi dan birokrasi, tapi harus mengedepankan logika kultural dan musikal. Musik bukan hanya menghibur, tapi juga merespons situasi sosial politik budaya di masyarakat" (Budi Dalton, Budayawan & Dosen Unpas). Jadi, jika musik dijadikan mainan politik, hilang sudah esensi musik itu sendiri...

Silakan mampir juga ke blog saya yg kedua (tentang kesehatan dan kemanusiaan, full text english) dan ketiga (tentang masalah dan solusi kelistrikan). Semoga bermanfaat. Terima kasih. Berikut link-nya:
Blog 2: healthyhumanityvicagi.blogspot.com
Blog 3: listrikvic.blogspot.com

18 komentar:

  1. Kl RUU tsb diberlakukan, maka tamat sdh nasib/karier musisi kecil yg ga pny power.. Hehe

    BalasHapus
  2. Setuju, trmsk musisi jalanan yg bkl dihadapkan dgn ribetnya birokrasi dan jg biaya. DPR itu hrs mengakomodir aspirasi seluruh pihak, bkn kelompok tertentu yg modalnya gede. Thx sdh mampir k blog sy

    BalasHapus
  3. Musik itu netral, tp menjadi tidak netral kalau dibawa2 ke politik, bnyk kepentingan di situ, yg berduit & punya power-lah yg semakin eksis

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju, musik itu hiburan rakyat, tp kl disisipi politik jadi bukan hiburan lg, tp mainannya oknum elite politik. Mereka tentunya hny mau bekerja sama dgn pihak yg akan menguntungkan. Thx

      Hapus
  4. Bener banget... Mudah2an aja kedepannya lebih mudah...
    Ini aku bacanya kok tulisannya gede-gede bnget ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, harus mengakomodir semua pihak. Soal tulisan gede sebenarnya saran dari blogger lain yang sepertinya lebih senior, katanya buat yang memakai kaca mata bikin pusing karena kayak semut & terlalu rapat, jadi saja ukuran huruf & spasi diperbesar hanya untuk yang tampilan desktop. Tp yang versi mobile ga ada perubahan, walaupun spasi ingin lebih gede, tapi belum tau caranya. Thx sudah sharing

      Hapus
  5. Walaupun perbedaannya jauh,tapi dengan proses bisa lah menuju hal seperti yang diluar negeri itu :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar, secara bertahap dengan proses ATM (Amati, Tiru, Modifikasi), tentunya disesuaikan dengan kondisi & anggaran. Thx sudah mampir

      Hapus
  6. Such an informative post. Thank you for your visit on My blog followed you back



    Have a nice day
    Kinza Khushboo
    Glamorous without the Guilt

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ok, thx for visiting, comment, & follback on my blog

      Hapus
  7. Maaf, saya baru berkesempatan singgah di blog ni. Terima kasih kerana sudi comment di blog sy. I'll back soon utk baca dan comment lagi...see ya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ok, terima kasih sudah berkunjung+komen di blog ini & suatu saat saya juga akan melakukan hal serupa di blog anda. Thx

      Hapus
  8. Padahal dari musik indie maupun yang pencarian bakat misalnya pasti mau makin berkembang, kalau RUU nya kurang bersahabat akan menghambat mereka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Konflik kepentingan mas Anang di DPR, dia sempat terjebak memihak kelompok yang punya power, tapi akhirnya sadar, semua stakeholder harus dilibatkan, terutama musisi indie agar tidak mentok kariernya. Thx sudah sharing

      Hapus
  9. Hello! Greetings from Russia! My name is Irina! Thank you for the kind comment in my cats' blog! I see you like sport very much.

    BalasHapus
  10. Sempat baca beritanya pas masih anget, tapi tidak terlalu ngerti juga. Kurang lebihnya seperti yang tertulis di artikel inilah. Entah kasus ini sekarang sudah selesai atau belum.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya mas Anang melunak & memperhatikan aspirasi para pihak. Sampai sekarang RUU permusikan memang belum disahkan karena tidak mudah menyatukan persepsi semua pemangku kepentingan. Thx

      Hapus

1. Silakan berkomentar secara bijak
2. Terbuka terhadap masukan untuk perbaikan blog ini
3. Niatkan blogwalking dan saling follow blog sebagai sarana silaturahim dan berbagi ilmu/kebaikan yang paling simpel. Semoga berkah, Aamiin :)😇
4. Ingat, silaturahim memperpanjang umur...blog ;)😜

Manajemen Puasa Ramadan yang Menyenangkan

Seringkali kita mendengar istilah manajemen yang merupakan salah satu jurusan perkuliahan di fakultas ekonomi, tapi kurang paham apa defini...