All about Innovation💡, Law⚖️, Management📝, & Soccer⚽: Pro-Kontra Hukuman Mati Bagi Tersangka Kasus Korupsi Bansos Covid-19

IWA

Minggu, 13 Desember 2020

Pro-Kontra Hukuman Mati Bagi Tersangka Kasus Korupsi Bansos Covid-19

Hari Anti Korupsi Sedunia diperingati tiap tanggal 9 Desember, bertepatan dengan Hari Besar Pilkada🤭. Hari Anti Korupsi Sedunia ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak meloloskan konvensi (kesepakatan dan perjanjian antar negara) tentang anti korupsi tahun 2003. Hal ini menjadi pengingat bagi setiap negara peserta PBB bahwa korupsi merupakan masalah serius yang bisa menghancurkan negara tersebut secara perlahan di semua sektor dan bahkan merusak hubungan dengan negara lain karena bagaimana negara lain mau percaya jika di suatu negara tingkat korupsinya begitu parah. Tentunya akan menimbulkan kekhawatiran dari negara lain jangan-jangan saat akan mengadakan kerja sama internasional pun akan dikorupsi pula🤭. Di samping itu, perlu ada ratifikasi (perubahan) konvensi mengingat kasus korupsi semakin beragam dan canggih.


Presiden Jokowi menegaskan bahwa pada mulanya hukuman mati diterapkan pada kasus narkoba dan mulai terlihat hasilnya. Namun, dia juga ingin hukuman mati diterapkan pada koruptor seperti yang berhasil diterapkan di Tiongkok. Hukuman mati bagi koruptor terutama untuk kasus korupsi berat yang berkaitan dengan bencana dengan sasaran untuk rakyat kecil yang sangat membutuhkan, seperti pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 untuk kepentingan rakyat. Sejauh ini, belum ada koruptor di Indonesia yang dihukum mati dengan berbagai pertimbangan.


Berkaitan dengan kasus korupsi berat yang berkaitan dengan bencana, baru-baru ini Menteri Sosial, Juliari Batubara, ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari Minggu, tanggal 6 Desember 2020 akibat kasus korupsi pengadaan bansos Covid-19 diduga sebesar Rp. 17 miliar. Model korupsinya adalah bansos berbentuk sembilan bahan pokok (sembako). Vendor yang (sengaja) dipilih diwajibkan membayar fee untuk setiap paket sembako. KPK menyebut besaran fee sebesar Rp. 10000 per paket sembako (harga 1 paket sembako Rp. 300 ribu). Bisa dibayangkan fee dari seluruh paket sembako untuk rakyat Indonesia. Akibatnya, kualitas sembako pun diturunkan. Di samping itu, besaran bantuan yang sudah dicairkan oleh pusat pun rentan dikorupsi. KPK pun masih menyelidikinya.  Sebelum terjadi kasus ini, kalangan pengusaha mengaku curiga karena pola komunikasi dengan Kementerian Sosial tidak jelas dan terlalu panjang mata rantainya. Akibatnya, pengusaha tidak pernah dihubungi langsung oleh Kementerian Sosial (sumber: nasional.tempo.co dan www.cnbcindonesia.com).


Masyarakat pun dibuat geleng-geleng kepala, bagaimana bisa seorang menteri yang sudah memiliki jabatan tinggi, berani berkoar-koar melarang oranglain korupsi, lalu sudah sangat kaya (bahkan bisa disebut sultan) dengan memiliki harta kekayaan lebih dari Rp. 40 miliar, masih saja tega melakukan korupsi. Lebih kesal lagi yang dikorupsi adalah bansos Covid-19 yang sangat dibutuhkan oleh rakyat kecil.


Namun, penulis tidak membahas sisi psikologis (empati dan kemanusiaan), melainkan menelaah argumen yang pro dan kontra tentang penerapan hukuman mati bagi tersangka kasus korupsi yang berkaitan dengan bencana yang mungkin bisa diterapkan pada tersangka korupsi bansos Covid-19 Juliari Batubara. Tentunya berdasarkan perspektif hukum nasional dan penulis berusaha bersikap netral menyikapinya.


Argumen yang pro

1. Menurut Firli Bahuri, Ketua KPK, hukuman mati bagi koruptor dimungkinkan karena sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Tindak Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Nomor 31 Tahun 1999 pasal 2 bahwa perbuatan sengaja memperkaya diri atau oranglain, melawan hukum, menyebabkan kerugian negara, serta berkaitan dengan korupsi bantuan sosial (sebagaimana diatur dalam ayat 2) bisa diancam dengan hukuman mati. Sementara Juliari Batubara untuk sementara baru bisa dijerat dengan pasal 12 UU Tipikor yang isinya bahwa pelaku dapat dipidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, juga denda pidana minimal Rp. 200 juta serta maksimal Rp. 1 M (sumber: bogor.pikiran-rakyat.com)


2. Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Hukum, Politik, dan Keamanan (Menko Polhukam), juga mendukung hukuman mati bagi pelaku. Dasar hukumnya pasal 2 ayat 2 UU 31 Tahun 1999 juncto (berhubungan dengan) pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Cuma harus diperjelas untuk penafsiran bencana alam maupun bencana non-alam jika dihubungkan dengan bencana Covid-19 (sumber: nasional.kompas.com). Sedangkan untuk pasal 55 ayat 1 ke-1 dijelaskan bahwa pelaku adalah orang yang melakukan dan menyuruh melakukan


3. Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, berpendapat bahwa hukuman mati untuk koruptor diatur dengan jelas dalam  UU Tipikor terbaru Nomor 20 Tahun 2001 pasal 2 ayat 2 bahwa hukuman mati bagi koruptor bisa diberlakukan untuk kasus korupsi penanggulangan:

a. Bencana alam dan non-alam 

b. Keadaan bahaya

c. Kerusuhan sosial yang meluas

d. Krisis ekonomi

e. Pengulangan tindak pidana korupsi

(sumber: www.suara.com)

Juliari Batubara memenuhi syarat untuk dihukum mati karena diduga melakukan korupsi penanggulangan bencana non-alam dan keadaan bahaya, dalam hal ini pengadaan bansos Covid-19 yang sangat dibutuhkan oleh rakyat yang sedang tertimpa musibah


4. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung pelaksanaan hukuman mati bagi koruptor bansos Covid-19 karena dana yang dikorupsi untuk kepentingan bangsa Indonesia dan dalam kondisi kesulitan juga akibat pendemi Covid-19 (sumber: fixpalembang.pikiran-rakyat.com)


5. K.H. Adang Jajuli, ulama dan tokoh masyarakat Banten, berpendapat:

a. Pelaku korupsi dana sosial layak dihukum mati karena telah menyengsarakan dan membunuh orang banyak. Sesuai ajaran Islam, siapa yang menghidupi manusia sama dengan menghidupi semua orang, tetapi siapa yang membunuh satu orang sama saja membunuh semua orang. Dan korupsi termasuk perbuatan membunuh kehidupan orang banyak. Apalagi rakyat sedang mengalami kesulitan akibat pandemi Covid-19

b. Hukuman mati tidak bertentangan dengan Hukum Agama Islam karena daya merusaknya yang bisa menimbulkan kematian banyak orang

c. Ketiadaan suri keteladanan sebagai sosok pejabat. Ironisnya, pejabat yang bersangkutan sempat berbicara kepada wartawan seputar bahaya korupsi dan melarang untuk berbuat korupsi

d. Hukuman mati perlu sebagai efek jera ke depannya

(sumber: depok.pikiran-rakyat.com)

Jadi, korupsi ibarat pandemi tambahan yang tidak kalah ganasnya dari pandemi Covid-19 karena bisa "menularkan" sesuatu yang buruk bagi tatanan kehidupan orang banyak. Bagi pelaku, korupsi "menularkan" rekan-rekannya untuk terlibat demi memperkaya diri dengan syarat saling menutupi. Sementara bagi rakyat kecil tidak dapat menerima hak yang semestinya seperti bansos yang layak, semakin sengsara hidupnya, depresi, dan akhirnya (maaf) mati secara perlahan. Ada kaidah fikih yang mendukung pendapat di atas bahwa mencegah kemudaratan lebih utama daripada mengambil manfaat. Perilaku korupsi yang mulai marak harus segera dicegah agar tidak bertambah parah ke depannya. Kalaupun berbenturan dengan Hak Asasi Manusia (HAM), perlu diketahui bahwa HAM itu ada pembatasannya sesuai undang-undang demi menghormati HAM lainnya yang lebih luas, yaitu hak asasi rakyat. Pembatasan tersebut diantaranya melalui pemberlakuan hukuman mati.


Argumen yang kontra

1. Menariknya, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, justru berbeda pendapat dengan atasannya sendiri. Apa yang dilakukan oleh Juliari Batubara cenderung kepada suap atau gratifikasi, sehingga sulit untuk dihukum mati. Uang korupsi dana bansos dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara)  mengalir bukan langsung ke Juliari Batubara, melainkan  kepada rekanan penyelenggara negara dan status Juliari hanya menerima dari rekanan tersebut, sehingga dijerat dalam pasal 12 UU Tipikor. Perlu pembuktian yang lebih kuat jika ingin dijerat pasal 2 ayat 2 UU Tipikor terbaru (sumber: potensibisnis.pikiran-rakyat.com)


2. Asrul Sani, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), menyatakan pasal yang dijerat baru pasal 12 UU Nomor 31 Tahun 1999. Tidak bisa diancam dengan hukuman mati yang berbeda pasalnya (pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999). Kecuali kalau dari awal sudah dijerat dengan pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 (sumber: www.cnnindonesia.com)


3. Direktur Eksekutif Institute For Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu, menyatakan:

a. Tidak ada satu kejahatan pun yang dapat diselesaikan dengan pemberlakuan hukuman mati 

b. Negara yang berhasil menekan angka korupsi justru tidak memberlakukan hukuman mati, seperti Denmark, Finlandia, Selandia Baru

c. Seharusnya lebih diprioritaskan memperbaiki sistem pengawasan di pemerintahan dan kebijakan penanganan pandemi

(sumber: tirto.id)


4. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, menyatakan bahwa pemiskinan koruptor lebih efektif daripada hukuman mati. Dengan pemiskinan, uang yang dirampok oleh koruptor dapat diselamatkan dan kembali kepada negara. Berbeda dengan hukuman penjara yang membebani anggaran negara dan hukuman mati yang sudah tidak populer di banyak negara maju (sumber: mediaindonesia.com)


5. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Rama, menyatakan hukuman mati bagi koruptor tidak akan memberikan efek jera. Hal ini sudah dibuktikan melalui banyak penelitian ilmiah yang hasilnya menyatakan hukuman mati bagi koruptor tidak memberikan efek jera 

(sumber: nasional.kompas.com)

Jika dikaitkan dengan HAM, pandangan dari Poengky Indarti, Direktur Eksekutif Pemantau HAM, bisa dicermati. Beliau menyatakan bahwa hukuman mati merupakan bentuk pelanggaran HAM karena tidak menghormati hak hidup oranglain. Tidak seorangpun boleh mencabut nyawa oranglain, sekalipun itu negara.


Baik argumen yang pro maupun kontra memiliki alasan yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan. Walau ada perbedaan pendapat soal penerapan hukuman mati untuk koruptor kelas kakap dan kasus bansos, semua pihak satu suara agar korupsi harus segera dihapuskan dari muka bumi, termasuk Indonesia.


Saya berharap agar kasus korupsi di Indonesia yang mulai marak kembali, khususnya kasus korupsi bansos Covid-19 dapat diusut secara tuntas, pelaku yang masih berkeliaran segera ditangkap, dan dihukum seberat-beratnya. Jangan sampai, kasus tersebut menguap dan teralihkan dengan topik lain (pengalihan isu). Bagaimanapun rakyat sudah dibuat geram dengan ulah koruptor ini. Rakyat kecil menjadi semakin miskin hidupnya, terzalimi, dan kehilangan hak untuk mendapatkan bantuan yang layak akibat ulah koruptor yang serakah. 

Di Saat Anak Buah Pak Menteri Sedang Giat-Giatnya Mensosialisasikan Gerakan 3 M (Memakai Masker, Mencuci Tangan, & Menjaga Jarak), Eh Pak Menterinya Sendiri Malah Sibuk Dengan 17 M 🤭

Silakan mampir juga ke blog saya yang kedua (tentang kesehatan & kemanusiaan, full text english), ketiga (tentang masalah & solusi kelistrikan), dan keempat (tentang hewan peliharaan). Semoga bermanfaat. Terima kasih. Berikut link-nya:

91 komentar:

  1. demi hukum yang lebih baik, negara yang lebih baik, saya mendukung hukuman mati, semoga hal itu bisa terealiasasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pilihannya memang hukuman mati atau pemiskinan. Sulit kalau ingin keduanya diterapkan hehe...

      Hapus
    2. walopun ada yang bilang pemiskinan bisa lebih membuat orang menderita di dunia, tapi saya rasa kematian lebih mengefek buat orang jera.

      Hapus
    3. Keputusan ada campur tangan Presiden juga walau di aturan sudah jelas ada pasal hukuman mati

      Hapus
  2. Ulasan yang berbobot dan berimbang. Koruptor pantas disebut tikus berdasi karena daya merusaknya yang luar biasa. Sekarang KPK diibaratkan kucing yang memangsa tikus

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Jangan sampai kucingnya 🐈 ciut liat tikus yang gede2 nanti malah diajak kerja sama untuk mendapatkan makanan hehe...

      Hapus
  3. Menurutku tidak masalah sih pelaku korupsi atau koruptor dihukum mati agar bisa memberikan efek jera seperti pada hukuman mati pelaku narkoba. Dengan adanya hukuman mati maka pejabat akan berpikir ulang untuk korupsi, belum lagi efek yang ditimbulkannya dari korupsi, rakyat makin miskin karena bantuan buat mereka dipotong.

    Tapi kalo cuma dipenjara, misalnya 10 tahun maka akan ada remisi belum lagi potongan masa hukuman, dari 10 tahun, mendekam di penjara cuma sekitar 3-5 tahun saja, belum lagi kalo koruptor penjaranya pasti beda dengan maling ayam atau maling motor yang kadang terpaksa nyolong karena tidak ada pekerjaan sementara perut lapar biarpun tentu saja mencuri tidak dibenarkan.

    Kalo memang pemiskinan koruptor bisa sih, misalnya selain harta hasil korupsi juga harta miliknya sendiri juga ikut diambil, misalnya punya harta pribadi 50 miliar, diambil semuanya sama negara, pasti kapok tuh para koruptor, tapi pasti anggota dewan yang terhormat tidak akan ada yang setuju.🤣🤣🤣

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas opininya. Tapi untuk saat ini, pemerintah belum berani mengambil kedua hukuman ini, yaitu hukuman mati dan pemiskinan hehe.. Memang bersifat pilihan, hukuman mati atau pemiskinan. Selama ini, hukumannya ringan tapi ga terlalu dimiskinkan, akibatnya jadi celah untuk mendapat fasilitas istimewa. Seneng aja jadi koruptor dipenjara tetap senang toh tidak terlalu dimiskinkan. Tapi mereka lupa, ada Allah Swt yang maha adil dalam memberi hukuman, di dunia mungkin bisa berkelit, di akhirat tidak bisa. Kalau anggota dewan intinya butuh proyek yang menguntungkan dia hehe..

      Hapus
  4. Pembahasan yang sangat menarik, mas.
    Salut telah mengangkat topik yang memicu kegeraman banyak warga.

    Aku pribadi tidak habis pikir, kenapa bisa setega itu melakukan tindak korupsi padahal jelas banyak warga kelaparan dan berjuang penuh kesulitan di tengah situasi pandemi ini.

    Menurutku, hukuman tegas untuk para koruptor paling tepat seperti yang telah diterapkan oleh pemerintah China.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau pendapat psikolog katanya itu karena serakah dan ngeliat ke atas terus, ngeliat kehidupan artis Hollywood misalnya, tidak akan pernah puas dan seperti dibutakan mata hatinya. Tiongkok memang sudah menerapkan hukuman mati

      Hapus
    2. setuju mas, hukum mati saja, seperti cin agar negeri kita bersih dari korupsi

      Hapus
    3. Siap... Seperti Tiongkok menjadi pionir hukuman mati, sementara yang lebih soft tapi efektif mengurangi korupsi seperti di Denmark, Finlandia, dan Selandia baru

      Hapus
  5. I am sorry, Vicky, but Google can't translate your post into Russian.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sorry. Google translate in desktop (web) version on my blog, not mobile version

      Hapus
    2. This article is about the possible application of the death penalty to corruptors

      Hapus
  6. kalau saya pribadi sih setuju mas kalau koruptor itu harus di hukum mati, agar tidak ada lagi pejabat lain yang mengikutinya, jadilah seperti negeri cina ynag tegas terhadap para pejabatnya, korupsi sedikit tembak mati dan semua uang korupsinya di ambil dan keluarganya di miskinkan, bagaimana seram bukan, tapi itulah yang sekarang membuat negeri cina maju pesat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thx opininya. Tiongkok memang pionir hukuman mati bagi koruptor dan pejabat di sana akan berpikir ulang melakukan korupsi. Jadi kalau ada yang mengatakan rakyat miskin di Indonesia menurun (menurun ke anak cucu hehe..) salah satunya akibat korupsi memang benar. Kalau rakyatnya seperti itu akan sulit untuk negara ini naik kasta menjadi negara maju yang diperhitungakan. Belum lagi soal utang negara juga

      Hapus
    2. Sependapat, ko Kuan Yu.
      Lihat saja sekarang negara China maju pesat dalam banyak hal.

      Hapus
  7. Nyimak berita-berita bikin stres sendiri.

    Kalau secara pribadi, saya kok setuju sama hukuman mati ya karena dana sekian miliar itu bisa untuk banyak hal dalam kondisi sesulit sekarang ini. Apalagi di awal2 pandemi ya.

    Tapiii tetap kembali lagi kepada bagaimana hukum di negara ini bekerja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thx atas opininya. Berita sekarang kadang didramatisir juga dan menakut-nakuti biar laku hehe.. Intinya kita melihat berita seperlunya saja. Kalau berita yang lebay gitu bikin stres dan imunitas tubuh menurun. Hukum di kita mengatur soal hukuman mati untuk koruptor. Tapi praktiknya tidak semudah itu. Memang harus ada ketegasan juga langsung dari Presiden mau diberlakukan atau tidak. Mungkin juga diprioritaskan hukuman pemiskinan dulu

      Hapus
  8. Saya termasuk yang pro untuk hukuman mati, bansos memang sangat rentan sekali ya dikorupsi, bahkan sampai level yang paling akhir masih bisa di korupsi, sehingga pembagian menjadi tidak merata. Hukuman mati mgkin bisa menjadi efek jera untuk para koruptor.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thx opininya. Kalau menurut undang undang, korupsi bansos itu levelnya yang tertinggi karena yang jadi korban bukan 1 atau beberapa orang maupun perusahaan, tapi seluruh rakyat Indonesia, terutama rakyat kecil.

      Hapus
  9. Setuju banget mas, sebaiknya koruptor juga diberi hukuman mati seperti napi narkoba, atau setidaknya dihukum rajah biar tidak tebang pilih dan tidak ada lagi yg berani korupsi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thx atas opininya. Sebagian besar komen di blog ini setuju hukuman mati bagi koruptor menunjukkan memang masyarakat sudah sangat geram dengan kelakuan koruptor, terutama yang kelas kakap. Kasus Edi Tansil koruptor yang kabur dan tidak pernah diungkap lagi menjadi pelajaran juga

      Hapus
  10. Korupsi memang sulit diberantas. Salah satu untuk mencegahnya bisa dengan membuat aturan seperti ini. Sedih kalo mendengar ada dana bansos dipotong sana-sini. Kok tega sih dana bantuan aja diembat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tega karena sebelumnya sudah koar2 melarang korupsi eh malah dianya yang melakukan hehe.. Koruptor yang hidupnya sudah sangat kaya akibat serakah dan melihat ke atas. Sisi empati pun dikesampingkan. Semoga saja pemberantasan korupsi lebih tegas lagi

      Hapus
  11. menarik sekali ka Vicky bahasannya kali ini, saya cermasti baca pelan-pelan dari awal sampai akhir, saya baru dapat ilmu banyak juga soal pasal-pasal dan pendapat para ahlinya. Sebagai orang awam dan memang saya bukan ahli di bidang hukum, saya serahkan kepada yang berwenang dan para ahlinya, serta mengacu pada hukum yang berlaku. Meski di satu sisi saya melihat memang ini merupakan pelanggaran HAM karena menghilangkan hak hidup orang, tapi di satu sisi saya juga setuju untuk membuat efek jera karena secara tidak langsung yang korupsi juga sudah merugikan banyak orang. Namun yang harus dicermati adalah, kebenaran atas perbuatan dia, jangan sampai banyak conflict of interest, sehingga jangan mengkuhum orang yang tidak salah.

    Jika di luar negeri tidak efektif kan bisa ditelaah tidak efektifnya karena apa atau kenapa mereka tidak jera, pasti banyak faktor, ini yang harus dianalisis dan jika sudah ditemukan itu yang harus diminimalisir dan bisa diterapkan di negara kita, meskipun nanti adapted sih, ga bakal konsep di sebuah negara bisa pure diterapkan di negara kita, at least kita ada role model gitu dan punya arahan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas opininya yang panjang dan berbobot seperti komennya mas Agus. Memang orang terkadang mudah mengucapkan pelanggaran HAM tanpa dilihat akar masalahnya dan dampaknya jika hukuman tidak diberlakukan atau sebaliknya. Betul. Indonesia perlu role model dalam pemberantasan korupsi, disesuaikan dengan dengan berbagai pertimbangan, apakah ingin meniru Tiongkok dengan hukuman matinya atau cara pemiskinan tanpa ampun seperti di negara maju Eropa. Atau mungkin dikombinasi. Konflik kepentingan biasanya muncul karena politik juga. Ini juga harus menjadi perhatian

      Hapus
  12. NGgak tau deh kalau sama hukum.. memang sulit menentukannya.. walaupun bukan tindak pidana, tapi korupsi memang sangat merugikan negara.. yang jelas harus berkesan hukumannya biar pada kapok..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Korupsi termasuk tindak pidana karena ada aturan yang dilanggar. Mungkin maksudnya karakteristik perbuatannya tidak seperti kriminal membunuh orang, tapi daya merusaknya bisa jadi lebih besar

      Hapus
  13. Miris banget mmg menilik kondisi mental "oknum" pejabat di negara kita. Btw, korupsi itu sama dengan mencuri kan..? Setau saya klo dalam hukum Islam, hukuman mencuri itu potong tangan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Mencuri uang negara dan uang rakyat juga. Tapi di Indonesia, syariat Islam tidak diberlakukan sepenuhnya secara nasional. Mungkin beda seperti di Aceh misalnya

      Hapus
  14. Sangat sedih ketika melihat ada pejabat ada yang melakukan korupsi. Padahal sebagai pejabat mereka juga merupakan teladan bagi rakyat. Maka dari itu harusnya hukuman yang diberikan kepada koruptor harus bisa memberikan efek jera. Supaya tidak ada lagi pejabat yang melakukan korupsi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Tidak hanya pemberian hukuman. Tapi juga sistem pengawasan dan birokrasinya

      Hapus
  15. Sudah berapa dekade korupsi itu terus menerus terjadi. Sudah kadung mengakar ke mana-mana, jadi mungkin sulit memberantasnya kecuali akarnya yang dipotong.

    Korupsi dana bansos memang yang paling bikin prihatin. Sebenarnya kita juga bisa berantas korupsi dimulai dari diri sendiri. Dimulai dari tidak korupsi waktu kerja, tidak korupsi uang yang dipercayakan ke kita.

    Semoga ada efek hukuman yang bisa bikin jera.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Grafiknya biasanya menurun dulu baru tiba2 mengejutkan. Memang ada sistem yang mengakar, dari atasnya sudah begitu akan dicontoh oleh pihak yang dibawahnya. Nantinya bersifat saling menutupi. Lucunya, yang merasa tidak kebagian atau bagiannya tidak sesuai tentunya sakit hati dan sangat mungkin koar2 ke media bahkan KPK hehe...

      Hapus
  16. Serba salah rasanya kalo mikirin hukuman mati ya, makasih kak buat informasi lengkapnya tentang hukuman mati semoga pemerintah bisa mengambil keputusan terbaik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama2. Semoga artikel ini bermanfaat. Pemerintah harus berhati-hati mengenai hukuman berat koruptor kelas kakap ini. Kaitannya dengan kepercayaan masyarakat dan internasional. Termasuk nanti apakah pelaksanaannya konsisten atau tidak. Apa masih tebang pilih juga..

      Hapus
  17. Wah, bikin gregetan ya mas kalau bansos aja dikorupsi. Kok ga gakda hati nurani. Aku sih tim setuju kalau emg mreka dihukum mati. Biar yg lain gak meniru lagi 😓😓

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bansos berkaitan langsung dengan kepentingan rakyat Indonesia, terutama rakyat kecil. Sedih memang masih dikorup juga

      Hapus
  18. ¡Muchisimas gracias por tu visita! Ya te sigo también. :D

    BalasHapus
  19. Thanks for sharing this interesting post!
    Kisses, Paola.

    Expressyourself


    My Instagram

    BalasHapus
  20. Balasan
    1. Ironis memang. Apalagi pelakunya sudah sangat kaya

      Hapus
  21. Saya pun juga geleng-geleng kepala
    Negara yang menjunjung tinggi simbol-simbol agama
    Eh, saat bencana pun masih tega main korupsi
    Bencanca yang antara hidup dan mati pula

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar. Dana bencana pun tega dikorupsi. Dosanya bukan ke 1 atau 2 orang, 1 atau perusahaan, tapi ke seluruh rakyat Indonesia, terutama rakyat kecil

      Hapus
  22. Miris yaa mas seharusnya Dana untuk rakyat malah dipakai buat kepentingan pribadi atau kelompok.😢😢

    Hukum mungkin yaa cuma tinggal hukum...Akan ada banyak alasan dan cerita yang berbeda.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ironis ketika pelakunya sudah sangat kaya masih tega korupsi. Celah hukum seringkali menjadi peluang bagi koruptor kelas kakap untuk dihukum seringan mungkin bahkan diistimewakan

      Hapus
  23. di negara yang rawan korup, ada saja ya pak celah untuk nilep sesuatu yang bukan haknya, bahkan dana bansos juga, sedih juga sih soalnya pas lagi susah susahnya eeeeh yang harusnya buat bantuan kemanusiaan malah diakalin juga sama pihak pihak tertentu..sebagai yang awam hukum aku ngikut yang berwenang saja deh bagaimana baiknya hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang background tersangka pengusaha. Jadi melihat peluang korupsi sebagai peluang bisnis juga hehe.. Kalau sudah seperti itu urusan kemanusiaan dikesampingkan. Karena dana rakyat yang dikorup, hukumannya pun semakin berat

      Hapus
  24. Hallo Mr. Vicky, mohon maaf barangkali pendapat saya agak berbeda. Cenderung kontra. Saya setuju koruptor atau siapa pun yang salah harus dihukum tetapi tidak dengan cara hukuman mati. Bagi saya tidak boleh ada satu manusia pun yang mengambil nyawa manusia yang lain tanpa, apa pun kesalahannya. Ada dua alasan pertama terkait masalah HAM (setiap manusia memiliki hak untuk hidup), saya pikir Mr. Vicky lebih pahamlah soal HAM daripada saya, tetapi dasar argumen saya yang pertama yaitu HAM dan kedua saya percaya kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah bisa jadi tambah masalah. Solusi saya hukuman seumur hidup.

    Saya juga tidak sependapat dengan pernyataan Mr. Presiden Jokowidodo saat beliau diwawancarai wartawan terkait kasus Bali Nain beberapa tahun lalau.

    Beliau berkata, "daripada generasi muda kita hancur karena Narkoba lebih baik kita habiskan saja (hukuman mati) kepada bandar Narkoba... pemikiran beliau saya sangat setuju pakai bangat. tetapi cara beliau (Mr. Presiden) saya tidak setuju karena hukuman mati bukan satu - satunya solusi dalam memberi efek jera kepada siapun.

    Argumentasi beberapa yang pro, muaranya ke Cina yang berhasil membersihkan korupsi dengan cara hukuman mati namun bagi saya ini melawan nurani. Masih ada cara lain yang lebih efektif...

    Thanks Mr. Vicky tulisannya keren layak untuk jadi bahan diskusi ilmiah. salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas opini yang berbobot dan juga apresiasinya. Sebetulnya dalam artikel ini saya bersikap netral. Argumen yang pro dan kontra dijelaskan secara lengkap dan bisa dipertanggung jawabkan tanpa saling menjatuhkan. Menarik juga kalau bahasan ini dijadikan diskusi ilmiah bahkan diperdalam lagi melalui karya ilmiah. Sukses selalu untuk anda juga

      Hapus
  25. Sediiiih banget kalo ngebaca tentang korupsi uang rakyat. Uang rakyat memang seperti madu manis, enak buat dinikmati dan diraup, tentang hukuman buat mereka, aahh..apa sih yang ga bisa diatur. Palingan yang dapat hukuman, yang berseberangan dengan politisi yang berkuasa ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hukum di Indonesia harus diakui seringkali tumpul saat menghadapi koruptor kelas kakap tapi tajam untuk penjahat biasa dari kelas bawah dan juga musuh politik

      Hapus
  26. tega amat ya, bansos aja dikorupsi...

    BalasHapus
  27. Thanks for this great informative post.

    BalasHapus
  28. Sepertinya keadilan hanyalah untuk para pejabat dan orang kaya saja, tidak untuk rakyat jelata.

    BalasHapus
  29. apapun pasti ada pro kontra.... yang penting punya argumen masing masing...

    Nice article...
    Happy new year

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul dan saling menghargai perbedaan tersebut. Thx. Happy new year

      Hapus
  30. yang penting saat ini jangan melanggar hukumlah hidup di baik-baikin saja

    BalasHapus
  31. Mungkin kalo hukumannya potong tangan atau potong jari lebih greget, pak. Bisa jadi efek jera kalo ada orang lain yg mau korupsi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleh juga. Hukum potong tangan ada syariatnya menurut Islam. Cuma hukum di Indonesia itu tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.

      Hapus
  32. Balasan
    1. Hi mba. Happy new year juga. Semoga berkah dan sehat selalu. Aamiin

      Hapus
  33. maaf ya... saya baru ada masa untuk berkunjung ke sini?

    BalasHapus
  34. Balasan
    1. Alhamdulillah sehat. Imunitas tubuh terjaga rutin jalan kaki tiap hari hehe...

      Hapus
    2. Bagaimana kabarnya di Malaysia sana... Semoga baik selalu

      Hapus
  35. menurut saya tidak perlu dihukum mati mas
    masih ada yang lebih kejam dari itu tdk dihukum mati
    mksh kunjungannya.
    bingung kemana klik blognya banyak soalnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas opininya. Tapi yang jelas hukuman untuk koruptor harus berat dan jangan ke depannya bisa diatur atau diringankan, biasanya setelah ada peninjauan kembali

      Hapus
  36. Gracias. La traducción de este artículo está en la pantalla del escritorio, mientras que la pantalla del móvil no está allí.

    BalasHapus

1. Silakan berkomentar secara bijak
2. Terbuka terhadap masukan untuk perbaikan blog ini
3. Niatkan blogwalking dan saling follow blog sebagai sarana silaturahim dan berbagi ilmu/kebaikan yang paling simpel. Semoga berkah, Aamiin :)😇
4. Ingat, silaturahim memperpanjang umur...blog ;)😜

Manajemen Puasa Ramadan yang Menyenangkan

Seringkali kita mendengar istilah manajemen yang merupakan salah satu jurusan perkuliahan di fakultas ekonomi, tapi kurang paham apa defini...