All about Innovation💡, Law⚖️, Management📝, & Soccer⚽: Januari 2023

IWA

Senin, 09 Januari 2023

Akar Masalah dan Solusi Penegakan Hukum di Indonesia yang Kerap Tumpul ke Atas Tajam ke Bawah

Awal tahun 2023, kita dihadapkan dengan sidang kasus Ferdi Sambo yang begitu kompleks, penuh drama, dan selalu diliput media nasional. Mengingat ini kasus nasional, maka proses dan penyelesaian sidang kasus Sambo ini menjadi sangat penting dan menjadi tolok ukur penegakan hukum nasional. Apalagi, sebelumnya kita juga  baru saja memperingati Hari Antikorupsi Sedunia tanggal 9 Desember. Ironisnya, kasus korupsi masih saja terjadi di berbagai bidang dengan modus yang semakin canggih dan "kreatif". Bahkan, untuk setiap kasus hukum yang tidak berkaitan dengan korupsi secara langsung, tetapi menyita perhatian publik dan cenderung berlarut-larut selalu saja memunculkan kontroversi, di antaranya akibat adanya keistimewaan terhadap pelaku tertentu yang dianggap punya power, entah itu karena jabatan, kekuasaan, koneksi, maupun harta. Dari faktor itu pulalah, membuka peluang terjadinya korupsi, terutama ketika pelaku utama sudah tertangkap, masih saja kemungkinan melakukan korupsi (suap) kepada pihak berwenang agar terhindar dari hukuman berat. 


Ada kesan penegakan hukum di Indonesia akan tumpul jika berhadapan dengan pihak yang punya power tersebut dan menjadi tajam jika berhadapan dengan pihak yang tidak punya power. Seperti banyak pertimbangan untuk menghukum pelaku yang punya power, tapi begitu yakin menghukum pelaku yang tidak punya power. Contoh nyata terakhir ya kasus hukum Sambo dan istrinya. Banyak pihak menduga para pelaku masih saja diistimewakan, seperti:
-  Putri Candrawathi tidak segera ditahan dan hanya wajib lapor walau statusnya tersangka. Polri bersikeras memiliki alasan kemanusiaan, yaitu pelaku masih memiliki anak balita dan perlu diasuh. Di sini seperti dibenturkan antara keadilan masyarakat dan kemanusiaan. Ujungnya, ini berkaitan dengan kepercayaan publik. Bagaimana jika ada kasus serupa menimpa rakyat biasa?
- Pendampingan untuk Sambo dan istrinya dari berbagai pihak (seperti Komnas HAM dan LPAI), bandingkan dengan pendampingan untuk keluarga korban Brigadir J
- Sambo memiliki power yang kuat di internal kepolisian, saling bekerja sama untuk menutupi kejahatan, baik dengan bawahannya maupun rekan yang jabatannya setingkat, sehingga ada istilah kerajaan Sambo. Ada kesan Sambo akan melakukan serangan balik kepada pihak yang membongkar aibnya. Hal itulah yang membuat penyidikan terkesan lama dan berhati-hati.
 
Ironisnya, ada warga biasa bernama Masril yang mengunggah kerajaan Sambo di media sosial langsung ditangkap akibat terjerat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tanpa banyak pertimbangan. Padahal, banyak juga akun yang mengunggah konten serupa, tapi yang ditangkap hanyalah Masril. Namun, akhirnya, setelah mendapat kritik keras dari masyarakat dan viral, beliau dibebaskan lewat jalur restorative justice (pendekatan untuk menyelesaikan konflik hukum melalui mediasi antara terdakwa, pelaku, dan bahkan perwakilan masyarakat)Inilah satu bukti hukum begitu tajam ke bawah, baru ketika mendapatkan kritikan keras dari masyarakat dan viral, baru berbeda penyelesaian konflik hukumnya.


Lalu, apa sih akar masalah penegakan hukum di Indonesia yang sampai saat ini masih saja tumpul ke atas tapi tajam ke ke bawah?
1. Hukum di Indonesia masih bersifat eksklusif, sehingga asal punya uang, power, dan koneksi, maka semuanya bisa diatur, Yang seharusnya dihukum mati, maka hukumannya menjadi lebih ringan tidak dihukum mati. Logikanya sederhana, untuk mendapat keringanan hukuman, maka tersangka yang mampu bisa menyewa jasa pengacara handal bertarif mahal. Itu jalur legal, belum lagi ada kemungkinan jalur ilegal
 
2. Kekuatan uang dan power berbicara tidak hanya saat akan dihukum, tapi juga ketika sudah dipenjara. Narapidana berduit seringkali diistimewakan dan menjadi bos di penjara, sehingga ada peluang untuk membuat "kerajaan" baru. Sedangkan narapidana miskin seringkali lemah dan tertindas

3. Dalam aturan hukum yang dibuat masih terdapat pasal yang rancu dan menjadi celah untuk dilanggar

4. Masih ada oknum penegak hukum yang tidak berintegritas. Buktinya, baru-baru ini seorang hakim agung ditangkap KPK

5. Ada semacam budaya di masyarakat menggampangkan suap dan meremehkan hukum
 
6. Hakim rentan diintervensi dan diganggu privasinya, bahkan keselamatannya terancam saat akan menjatuhkan vonis maksimal. Contoh saat sidang kasus Sambo, diduga rekaman percakapan hakim tentang vonis Sambo yang seharusnya bersifat rahasia malah viral dan bocor ke publik. Entah berita itu benar atau tidak, jelas ini upaya untuk mengintervensi, menggangu privasi, dan membuat was-was hakim yang bertugas
 
7. Banyak oknum aparat penegak hukum yang tidak menyadari bahwa mereka digaji dari uang rakyat, sehingga tidak amanah.


Solusi:

1. UUD 1945 pasal 28 D ayat 1 (tentang keadilan hukum, kepastian hukum, dan perlakuan yang sama di depan hukum) harus ditegakkan, bahkan berlaku untuk semua napi saat di penjara, tidak boleh ada yang diistimewakan. Kondisi lapas pun harus layak dan sesuai kapasitas untuk meminimalisir keberadaan sel-sel mewah

2. Memperberat hukuman pelaku kejahatan kelas kakap seperti koruptor, terutama berani mempermalukan koruptor di depan umum (bukannya malah tetap bisa tersenyum di depan umum), memiskinkan koruptor karena akibat ulah mereka mengakibatkan hak oranglain untuk kaya terampas serta merugikan perusahaan tempat bekerja, bahkan negara juga. Perlu ada sanksi pengembalian kerugian. Korupsi harus dimasukkan sebagai kejahatan luar biasa, bukan kejahatan bisa diatur
 
3. Merevisi aturan hukum yang berpotensi dijadikan celah pelaku kelas kakap untuk dilanggar dan diringankan hukumannya. Misal: pemberian remisi dan pembebasan bersyarat selama ini begitu mudah untuk koruptor sebaiknya diperketat melalui aturan khusus. Begitupun perlu ada pemberatan hukuman jika mengulangi lagi dan sanksi pengembalian kerugian perusahaan maupun negara. Semuanya harus ada transparansi

4. Memberhentikan dengan tidak hormat pelaku pelanggaran hukum berat dari oknum aparat, bukan sekedar mutasi

5. Pendidikan karakter dan moralitas harus ditingkatkan, terutama untuk menghilangkan budaya suap dan meremehkan hukum. Hal ini tidak hanya berlaku untuk aparat penegak hukum, tapi juga masyarakat. Pendidikan karakter dan moralitas harus mulai diajarkan sejak dini. Tentunya harus ada teladan juga dari pendidik. Sedih mendengar seorang rektor menerima suap penerimaan mahasiswa baru, tentunya harus dievaluasi juga untuk pendidiknya

6. Hakim tidak boleh diintervensi dan diganggu privasinya, seperti rekaman percakapan hakim tentang vonis pelaku bersifat rahasia dan tidak boleh diumbar ke publik. Para hakim dan keluarganya wajib diberikan pengamanan maksimal (seperti pengamanan presiden) jika menghadapi situasi seperti ini, saat akan menjatuhkan vonis maksimal dengan pelaku yang dianggap kaya dan punya power

7. Selalu mengingatkan bahwa para aparat penegak hukum digaji dari uang rakyat, sehingga ada semacam tanggung jawab moral kepada rakyat untuk selalu amanah dan tidak menyakiti rakyat. Sekali menyakiti hati rakyat, itu membuat rakyat tidak ikhlas menggaji mereka
 
8. Peningkatan kualitas seleksi aparat hukum

9. Apresiasi lebih untuk aparat hukum berprestasi dan teladan, tentunya berdasarkan penilaian dari internal maupun dari apresiasi masyarakat. Sebaliknya, pemberatan hukuman jika terbukti menerima suap dan melanggar hukum

10. Pemberian bantuan hukum dengan sistem jemput bola, terutama untuk pelaku yang tidak punya power dan uang
 
11. Peran serta masyarakat untuk lebih berani melaporkan ketidakadilan dan pelanggaran hukum di lingkungan sekitarnya. Hal ini tentu nya harus didukung dengan sarana untuk menampung laporan tersebut. Mereka ini juga patut mendapatkan penghargaan, apalagi jika kasusnya besar

12. Perlindungan harus lebih baik lagi terhadap justice collaborator (saksi pelaku tapi bukan pelaku utama, yang bekerja sama untuk membongkar pelanggaran hukum baru dari kasus hukum yang dialaminya), kalau perlu sistem jemput bola, bukan menunggu kejadian  tertindas. Apalagi jika pelapor berada di lingkungan internal tempat kerjanya yang sebagian besar justru terlibat pelanggaran hukum dengan bersekongkol. Jangan sampai pelapor malah dimatikan karirnya atau terancam nyawanya


13. Studi banding ke negara-negara yang penegakan hukumnya bagus dan relatif bersih dari korupsi, lalu ATM (Amati, Tiru, dan Modifikasi) disesuaikan dengan kondisi bangsa. Negara yang dimaksud misalnya Denmark, Norwegia, dan Finlandia. Alangkah lebih baik Indonesia meningkatkan hubungan kerja sama,  khususnya dalam hal penegakan hukum, dengan salah satu negara tersebut. Ambil contoh Denmark dengan sistem pemerintahannya cukup stabil, mudahnya akses kesehatan dan pendidikan, tingkat kesejateraan penduduknya yang baik, gaya hidup sederhana pejabat negara serta transparansi di pemerintahan, ujung-ujungnya tingkat korupsi pun rendah. Jadi ada keterkaitan di situ. Termasuk juga bagaimana kepolisian di sana bekerja dengan baik dan memperoleh kepercayaan dari masyarakat.

Jujur, kepercayaan masyarakat terhadap Polri sebagai salah satu garda terdepan aparat penegak hukum semakin berkurang mencapai setelah adanya kasus Sambo ini. Tentunya masih ada polisi yang berintegritas dan amanah, walaupun ulah segelintir oknum polisi membuat citra kepolisian ternoda. Polisi yang baik-baik pun kena getahnya, bahkan true story, ketika polisi berkeliling dan bertugas ke daerah-daerah, lalu  bertemu kumpulan anak kecil, lalu anak kecil tersebut dengan spontan berteriak Sambo ke arah polisi yang bertugas tersebut, bukannya kagum dengan polisi dan membahas cita-cita ingin jadi polisi sang pembasmi kejahatan, ironis sekali bukan? Tugas polisi yang baik-baik inilah menjadi berat untuk memulihkan citra kepolisian dan mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat. Terakhir, penegakan hukum secara keseluruhan harus seadil mungkin berlaku sama untuk semua warga negara tanpa melihat kekayaan, jabatan, dan koneksi. Hal ini diatur dalam UUD 1945 pasal 28 D ayat 1. Penegakan hukum bukan hanya dibebankan pada polisi saja, tapi juga aparat penegakan hukum lainnya seperti hakim, jaksa, dan perangkat pengadilan. Lalu, masyarakat pun harus ikut berperan serta dalam penegakan hukum. Contoh nyatanya adalah segera melaporkan dugaan tindakan kriminal yang ada di sekitarnya dan melakukan pengawasan atas penyelidikan suatu kasus. Sekarang, media sosial pun menjadi sarana yang efektif untuk melaporkan dugaan pelanggaran hukum, apalagi jika berhasil viral langsung direspons, itu jauh lebih efektif daripada lapor langsung ke kantor polisi hehe... Banyak kasus yang lebih cepat tuntas akibat ada bukti rekaman video, baik dari CCTV sekitar atau rekaman video HP dari orang sekitar atau korban itu sendiri. Tentunya ini menjadi evaluasi juga bagi kepolisian untuk memperbaiki kinerjanya, terutama berkaitan dengan pelayanan publik. Pendekatan humanis dan psikologis (berempati) tentunya menjadi prioritas bagi mereka yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Masyarakat yang melapor polisi membutuhkan perlindungan dan solusi, tentunya harus dipermudah urusannya, bukan dipersulit, dijadikan lelucon, dirisak, disalahkan, atau malah ditambah bebannya dengan biaya ini itu. Kembali lagi mereka harus ingat bahwa mereka digaji dari uang rakyat...
 
Demikian artikel saya, silakan mampir juga ke blog saya yang kedua (tentang kesehatan dan kemanusiaan, full text english), ketiga (tentang masalah dan solusi kelistrikan), serta keempat (tentang hewan peliharaan). Semoga bermanfaat. Terima kasih. Berikut link-nya: 

Timnas Indonesia U-23 Menorehkan Sejarah Baru di Piala Asia U-23

Tim nasional (timnas) sepak bola putra Indonesia level kelompok umur under 23 years old (U-23) berhasil menciptakan sejarah baru sepanjang k...