All about Innovation💡, Law⚖️, Management📝, & Soccer⚽: Oktober 2020

IWA

Rabu, 21 Oktober 2020

Pro-Kontra Omnibus Law UU Ciptaker

Omnibus Law berasal dari bahasa latin omnis berarti banyak. Biasanya dikaitkan dengan kata law. Omnibus Law merupakan penyederhanaan undang-undang yang mencakup banyak aspek dari berbagai aturan hukum untuk digabung menjadi satu undang-undang. Karena itulah, sering disebut juga Hukum Sapu Jagat. Tujuannya adalah untuk merampingkan regulasi dan birokrasi agar lebih efektif, menghindari tumpang tindih suatu aturan, dan memperbaiki iklim investasi serta daya saing bangsa. Contoh Omnibus Law di Indonesia adalah sektor perpajakan dan sekarang yang sedang viral tentang cipta kerja.


Pada tanggal 5 Oktober 2020, DPR RI akhirnya mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi Omnibus Law Undang-Undang (UU) Ciptaker. Aturan tersebut berisi lebih dari 1000 halaman, 15 bab, dan 174 pasal. Hanya 2 fraksi (dari total 9 fraksi) yang menolak dengan tegas pengesahan UU tersebut.


Omnibus Law UU Ciptaker meliputi 11 pembahasan:

- Penyederhanaan perizinan berusaha

- Persyaratan investasi

- Kemudahan dan perlindungan UMKM

- Kemudahan berusaha

- Dukungan riset dan inovasi

- Administrasi pemerintahan

- Pengenaan sanksi

- Pengadaan lahan

- Investasi dan proyek pemerintahan

- Kawasan ekonomi

(Sumber: Kompas.com)


Pengesahan Omnibus Law UU Ciptaker menimbulkan pro dan kontra. Di sini, penulis berusaha netral dan tidak memihak.

Pihak yang Pro

- Demi kemudahan investasi dengan membereskan aturan yang tumpang tindih dan berpotensi menimbulkan ambigu serta salah persepsi

- Investor tidak lagi diliputi perasaan was-was karena dasar hukumnya sudah jelas dan mengacu pada satu undang-undang saja. Ujung-ujungnya tenaga kerja yang terserap lebih banyak

- Berpengaruh positif terhadap harga saham-saham kawasan industri yang melesat cukup signifikan

- Jaminan untuk korban PHK yang dinamakan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebagai bagian dari program BPJS Ketenagakerjaan, meliputi pesangon, pelatihan kerja, dan informasi bursa kerja

- Memangkas regulasi, birokrasi, dan perizinan. Usaha mikro dibebaskan dari biaya perizinan dan usaha kecil diberikan keringanan biaya perizinan. Biaya pendirian perseroan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) diringankan. Di sisi lain kompetensi tenaga kerja lokal akan semakin ditingkatkan

- Dengan memangkas birokrasi, potensi korupsi bisa diminimalisir, syukur-syukur dihilangkan total

- Kemudahan dalam mendirikan koperasi primer, dulu menurut UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian membutuhkan 20 orang, sekarang dengan Omnibus Law UU Ciptaker cukup 9 orang

- Peluang koperasi untuk memanfaatkan teknologi melalui buku daftar anggota secara elektronik dan rapat anggota secara daring

- Penguatan prinsip usaha syariah pada koperasi

- Insentif pajak dan fiskal, kemudahan akses pasar, peningkatan Dana Alokasi Khusus (DAK) serta sertifikasi halal gratis untuk UMKM

- Percepatan membangun rumah MBR untuk masyarakat berpenghasilan rendah

- Investasi asing hanya untuk usaha besar dan hanya boleh bermitra dengan koperasi serta UMKM

- Upah minimum dikecualikan untuk usaha mikro dan kecil demi menjaga eksistensi usaha mikro dan kecil

- Perlindungan sosial bagi pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) maupun Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Perlindungan sosial berupa jaminan sosial, pengaturan uang lembur, dan jam kerja, seperti yang didapatkan pekerja tetap

(Sumber: koran Kompas tentang wawancara khusus dengan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah serta Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki).

Di Balik Unjuk Rasa Berikut Pengamanannya yang Serius, Selalu Ada Saja yang Kocak


Pihak yang Kontra

- Ada aspirasi buruh yang dianggap belum tersampaikan oleh DPR. Sekalipun ada fraksi yang memperjuangkan, power-nya sangat lemah

- Setelah sepekan disahkan (sampai tanggal 11 Oktober 2020), draf final Omnibus Law UU Ciptaker belum bisa diakses publik (laman dpr.go.id). Padahal antara pengesahan dan draf final itu umumnya sepaket. Hal ini membuat masyarakat kesulitan mengkritisi aturan tersebut secara keseluruhannya dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap aturan tersebut

- Pesangon dikurangi dari awalnya 32 kali upah tergantung masa kerja menjadi 25 kali upah, dengan 6 kalinya dibayar lewat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)

- Baru dapat kompensasi minimal 1 tahun. Kasihan buat pekerja yang dikontrak di bawah 1 tahun

- Mencemaskan kaum petani karena Omnibus Law UU Ciptaker mengubah salah satu isi pasal dalam UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan di mana impor pangan yang tadinya alternatif jika sumber utama yaitu hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional tidak terpenuhi, sekarang diubah bahwa impor pangan menjadi kebutuhan utama bersama hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional. Alasannya, memenuhi tuntutan WTO, organisasi perdagangan dunia demi melancarkan era perdagangan bebas yang tentu saja membuat para pelaku usaha lokal di bidang pertanian semakin menderita

- Syarat tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia akan dipermudah. Tentunya ini sinyal yang kurang baik bagi tenaga kerja lokal

- UMK dibuat bersyarat dan tidak diatur secara nasional, melainkan diserahkan kepada Gubernur masing-masing

- Upah pekerja di sektor usaha kecil boleh di bawah upah minimum dengan dalih menyelamatkan usaha kecil tersebut.  Jelas bertentangan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di mana tidak boleh ada pekerja mendapatkan upah di bawah upah minimum 

- Upah masa cuti berpotensi dihilangkan karena tidak dijelaskan secara rinci. Bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan bahwa pegawai yang cuti (istirahat) berhak mendapatkan upah

- Kontrak kerja seumur hidup menipiskan harapan untuk diangkat sebagai pegawai tetap

- Outsourcing seumur hidup dan batasan outsorcing tidak dibatasi pada 5 pekerjaan seperti dulu. Tapi kalau outsourcing-nya seperti pesepakbola top Cristiano Ronaldo itu lain cerita🤪

- Memungkinkan tenaga kerja asing menduduki jabatan tertentu, kecuali jabatan personalia

- Waktu kerja yang eksploitatif. Pengusaha sektor tertentu diberi hak untuk menambah waktu kerja di luar yang telah ditetapkan

- Seharusnya fokus dulu ke penanganan Covid-19 karena ujung-ujungnya untuk meningkatkan kepercayaan internasional. Kalau sudah begitu, investor akan berdatangan ke Indonesia. Baru merampungkan Omnibus Law UU Ciptaker

- Kekhawatiran terjadinya desentralisasi dimana sejumlah kewenangan pemerintah daerah ditarik ke pusat. Akibatnya, otonomi daerah terhambat. Padahal, otonomi daerah penting untuk pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik dan pemerataan wilayah. Perlu ada Peraturan Pemerintah agar terhindar dari resentralisasi

- Penyederhanaan syarat dasar perizinan menimbulkan kekhawatiran akan adanya pengecualian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) selama usahanya sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Jika terlalu tergesa-gesa menetapkan pengecualian AMDAL, dikhawatirkan malah menimbulkan bencana alam baru yang bermula dari pengalihan fungsi lahan yang tidak sesuai peruntukannya

- Pembuatan Omnibus Law UU Ciptaker dinilai tidak terbuka dan menutup diri dari partisipasi publik. Padahal keterbukaan dan partisipasi publik dalam suatu penyelenggaraan negara (seperti pembuatan undang-undang) menjadi bagian dari demokrasi yang diatur dalam UUD 1945

(sumber: detikFinance dan koran Kompas).



Walaupun Omnibus Law UU  Ciptaker sudah disahkan oleh DPR pada tanggal 5 Oktober 2020, aturan tersebut belum  bisa berlaku karena masih menunggu  keputusan akhir Presiden Jokowi. Batas waktu keputusan akhir tersebut maksimal sebulan setelah aturan disahkan DPR, yaitu tanggal 5 November 2020.


Penulis dalam posisi netral dan tidak memihak manapun. Baik yang pro maupun kontra memiliki kekuatan argumen masing-masing. Namun, pengesahan suatu UU wajib memperhatikan aspirasi semua pihak terkait, tidak hanya pemerintah, pengusaha, dan investor saja, tetapi juga tenaga kerja (terutama buruh) itu sendiri. Memang keputusan akhir seringkali tidak memuaskan seluruh pihak, tetapi setidaknya ada upaya keras untuk mengakomodir semua pihak agar pihak yang masih dirugikan akhirnya memakluminya. Begitupun pihak yang merasa dirugikan bisa menempuh jalur yang dibenarkan oleh hukum, misal berunjuk rasa (sebagai bagian kebebasan berpendapat) sesuai aturan dan melakukan uji materi terhadap pasal dari suatu undang-undang yang dipermasalahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK), tentunya uji materi baru bisa dilakukan setelah Omnibus Law UU Ciptaker mendapatkan pengesahan dari Presiden RI maksimal 5 November 2020. Terakhir, untuk pihak aparat kepolisian dalam mengamankan aksi unjuk rasa hendaknya lebih mengedepankan tindakan preventif, humanis, agamis, dan hal-hal kekinian yang sekiranya disukai milenial (yang umumnya menjadi penggerak aksi unjuk rasa), sehingga tindakan represif bisa diminimalisir.


Silakan mampir juga ke blog saya yang kedua (tentang kesehatan & kemanusiaan, full text english), ketiga (tentang masalah & solusi kelistrikan), dan keempat (tentang hewan peliharaan). Semoga bermanfaat. Terima kasih. Berikut link-nya:

Minggu, 04 Oktober 2020

PKKMB yang Benar menurut Hukum Positif

A. Ospek atau PKKMB?

Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) sejatinya adalah kegiatan awal bagi mahasiswa baru sebelum menempuh studi di perguruan tinggi. Tujuannya adalah membentuk watak agar mahasiswa baru bisa mematuhi tata tertib kampus, mengenal teman-teman, organisasi kemahasiswaan, dan juga beradaptasi di lingkungan kampus yang tentunya jauh berbeda dari lingkungan sekolah. Sekarang, nama ospek diganti dengan nama  PKKMB  (Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru) yang katanya lebih humanis (untuk menghapuskan kekerasan) dan berada dalam tanggung jawab penuh institusi. Di samping itu, ospek merupakan kegiatan ekstrakurikuler, sementara PKKMB naik kasta menjadi kegiatan kokurikuler sehingga mendapatkan penilaian akademik juga.  Kenyataannya, kita, bahkan wartawan lebih familiar dengan istilah ospek sampai sekarang. Akronim lebih mudah diingat daripada singkatan😛.

PKKMB sebetulnya tidak hanya berlaku untuk mahasiswa baru D3 dan S1 yang baru lulus dari sekolah, tetapi juga mahasiswa pasca sarjana. Hanya saja, PKKMB pada mahasiswa pasca sarjana lebih singkat, lebih resmi (karena pembinanya tim dosen yang turun langsung bukan mahaswa senior), dan tidak ada acara bentak-bentakan (ingat umur😝). Saya sendiri sewaktu menjalani PKKMB di MM Unpad hanya disuruh menghadiri seremoni mahasiswa baru di Unpad Jatinangor yang dibuka langsung oleh rektor dan mengikuti program matrikulasi (kuliah pengantar) sebelum kuliah yang sesungguhnya, mempelajari ilmu dasar agar bisa beradaptasi saat kuliah. Program matrikulasi ini tidak masuk nilai IPK, tapi tetap diwajibkan karena menjadi salah satu syarat untuk bisa sidang tesis (ada sertifikat). Program matrikulasi tetap ada ujiannya (1 kali ujian dan ada nilai akhir), jadi kalau tidak lulus ya mengulang tahun depan.


Kembali ke topik, PKKMB sekarang kembali diperbincangkan karena walau dilakukan secara daring akibat pandemi korona masih saja ada kekerasan, walau sifatnya lebih ke verbal. Tercatat ada 2 kasus kekerasan verbal saat pelaksanaan PKKMB selama tahun 2020:

1. Unesa (Universitas Negeri Surabaya) Fakultas Ilmu Pendidikan. Dua pelaku (panitia ospek mahasiswa senior) terlihat membentak mahasiswa baru (maba) akibat tidak mematuhi tata tertib. Terlihat maba tersebut begitu tertekan secara mental akibat ulah oknum mahasiswa senior. Namun, kasusnya yang viral membuat geram netizen dan justru membuat tekanan mental tersendiri buat para pelaku. Berita terakhir, kasus tersebut diselesaikan secara kekeluargaan. Baik maba yang jadi korban maupun dua pelaku mendapatkan bimbingan konseling psikologi

2. Universitas Bengkulu Fakultas Teknik. Konsepnya serupa dengan ospek daring Unesa, hanya saja para pelaku (3 mahasiswa senior) tidak hanya membentak maba, tetapi juga menyuruh dua maba untuk mencoret wajah mereka sendiri menggunakan lipstik dan kopi akibat tidak mematuhi tata tertib.


Melihat kejadian di atas, tentunya kita bertanya-tanya bagaimana PKKMB yang benar menurut hukum positif? Jika sudah diatur, kok masih ada kekerasan/perpeloncoan? Kok setiap tahun ada saja kasusnya? Lalu apa bedanya antara PKKMB dengan ospek kalau masih ada kekerasan? Seperti sudah menjadi tradisi... Pada dasarnya, pelaksanaan PKKMB diserahkan kepada pihak universitas dengan membuat buku pedomannya tersendiri, namun tetap berdasarkan hukum positif yang berlaku. Disayangkan, belum ada Permendikbud khusus tentang pelaksanaan PKKMB, sehingga dimungkinkan masih terjadi salah persepsi antara kemendikbud, pihak universitas, dan panitia PKKMB itu sendiri.


B. Dasar hukum PKKMB:

1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

- Mahasiswa mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan dirinya melalui kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler sebagai bagian dari proses pendidikan (pasal 14 ayat 1). PKKMB sekarang sudah menjadi bagian kegiatan kokurikuler, bukan lagi ekstrakurikuler. Konsekuensinya, ada pertanggung jawaban akademis dan pengawasannya pun melibatkan pembina tim dosen, tidak dilepas begitu saja. Karena nantinya pembina tim dosen ini bertanggung jawab kepada dekan fakultas dan dekan fakultas bertanggung jawab kepada rektor

- Kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler dapat dilaksanakan melalui kegiatan kemahasiswaan (pasal 14 ayat 2)

- Ketentuan lain mengenai kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler diatur dalam statuta perguruan tinggi (pasal 14 ayat 3). Jadi, aturan yang lebih spesifik untuk PKKMB diserahkan kepada perguruan tinggi. Biasanya dibuatkan buku pedoman khusus yang wajib dimiliki mahasiswa

- Kurikulum pendidikan tinggi meliputi kegiatan kurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler (pasal 35 ayat 4)

- Organisasi kemahasiswaan yang ada harus memperhatikan potensi mahasiswa, mengembangkan kreativitas, kepemimpinan, keberanian, kebangsaan, dan tanggung jawab sosial (pasal 77). PKKMB melibatkan organisasi kemahasiswaaan dan harus memperhatikan aspek-aspek tadi. Terkadang tujuannya baik untuk melaksanakan pasal 77, namun di lapangan caranya yang salah cenderung menindas. Tentunya ini tidak baik karena dikhawatirkan akan menimbulkan dendam. Mungkin saja tidak terlampiaskan ke seniornya, melainkan ke maba tahun berikutnya


2. Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi 

- PKKMB tidak disebutkan secara rinci, namun lebih kepada sikap dalam mewujudkan Standar Nasional Perguruan Tinggi

- Standar Nasional Pendidikan Tinggi bertujuan untuk mencerdaskan, memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan (pasal 3 ayat 1a). Jadi, jelas setiap pembelajaran di perguruan tinggi, apapun itu, mau perkuliahan, organisasi kemahasiswaan, maupun PKKMB, wajib menerapkan nilai humaniora, yaitu mengangkat manusia menjadi lebih manusiawi dan berbudaya, bukan malah sebaliknya

- Standar Nasional Pendidikan TInggi wajib dievaluasi dan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan, sesuai dengan tuntutan perubahan lokal, nasional, dam global oleh badan yang ditugaskan untuk menyusun dan mengembangkan Standar Nasional Pendidikan Tinggi (pasal 3 ayat 3). Tentunya termasuk di dalamnya pelaksanaan PKKMB ketika dalam pelaksanaannya masih terjadi kekerasan, walau sifatnya verbal, wajib dievaluasi dan disempurnakan agar lebih baik ke depannyapasal - Perilaku yang benar dan berbudaya dari proses pembelajaran, pengalaman kerja mahasiswa, penelitian, dan pengabdian masyarakat (pasal 6 ayat 1). PKKMB termasuk bagian dari proses pembelajaran mahasiswa

- Permendikbud ini satu dari 5 Permendikbud lainnya, dibuat dalam mewujudkan kampus merdeka, terutama merdeka dalam menempuh studi sebelum memasuki dunia kerja yang sesungguhnya. Termasuk "bumbu" dalam kegiatan menempuh studi adalah kegiatan pengenalan kampus dan kemahasiswaan. 


C. Materi PKKMB 

Materi PKKMB perguruan tinggi di Indonesia selalu diserahkan kepada perguruan tinggi penyelenggara untuk dibuat buku pedomannya dengan berlandaskan hukum positif. Materi PKKMB pada umumnya meliputi:

1. Pembinaan kesadaran bela negara agar mahasiswa memiliki sikap untuk menjadi warga negara yang baik dan memiliki kesadaran untuk memberikan kontribusi bagi negara 

2. Pemahaman tentang Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika

3. Pembinaan gerakan nasional revolusi mental, meliputi: Indonesia melayani, bersih, tertib, mandiri, dan bersatu

4. Pengenalan sistem pendidikan tinggi:

- Kebijakan merdeka belajar dan kampus merdeka (termasuk merdeka dari penindasan)

- Mempelajari keterkaitan multi disiplin ilmu, sehingga mahasiswa tidak terpaku pada ilmu yang dikuasainya, melainkan dapat berpikiran bijak, cerdas, kritis, terbuka, serta mampu menganalisis keterkaitan antara ilmu yang satu dengan ilmu lainnya. Tentunya dibutuhkan diskusi yang lebih antara mahasiswa yang berbeda fakultas. Seringkali dari diskusi tersebut memunculkan teori baru, ilmu baru, dan karya yang baru, yang bermanfaat, minimal bagi kampus itu sendiri

- Adaptasi pendidikan perguruan tinggi di era kenormalan baru, terutama teknologi informasi yang digunakan oleh setiap mahasiswa. Metode daring seperti webinar menjadi prioritas untuk saat ini

- Sistem pendidikan daring rentan menimbulkan perbedaan persepsi dan miskomunikasi, sehingga dibutuhkan standar baku untuk menyamakan persepsi dan meminimalisir miskomunikasi

5. Pencegahan radikalisme dan sejenisnya

6. Pengenalan revolusi industri 4.0 di dunia kampus

7. Mengundang alumnus yang sukses dan inspiratif

8. Mengundang motivator handal

9. Program untuk peduli terhadap lingkungan sekitar, dan lingkungan hidup, termasuk ketika dihadapkan dengan bencana alam


D. Sanksi

Jika saat pelaksanaan PKKMB masih ada kekerasan, walaupun sifatnya verbal, biasanya langkah utama yang ditempuh adalah pihak berwenang di perguruan tinggi langsung menegur oknum panitia PKKMB berikut pembinanya dan diselesaikan secara kekeluargaan dengan meminta maaf kepada korban maba yang dirugikan. Demikian pula, pimpinan perguruan tinggi (rektor) juga mendapat teguran keras dari pejabat di atasnya. Namun, ada kalanya korban maba dan keluarganya tidak terima dengan ulah tidak manusiawi oknum panitia PKKMB, maka jalur hukumlah yang ditempuh. Lalu, apa saja sanksi yang bisa diterima oleh oknum panitia PKKMB yang melakukan kekerasan terhadap maba?

1. Sanksi berdasarkan aturan baku di perguruan tinggi penyelenggara PKKMB

Setiap perguruan tinggi memiliki buku pedoman penyelenggaraan PKKMB. Sudah pasti ada aturan tentang sanksi bagi pelaku perpeloncoan. Dan pihak yang berwenang menerbitkan aturan tersebut adalah dekan fakultas dengan persetujuan rektor. Misal: sanksi skorsing selama 1 tahun dan dilarang melakukan aktivitas di kampus dalam bentuk apapun, sehingga membuat studi si oknum pelaku mahasiswa terhambat, tidak bisa terlibat dalam organisasi kemahasiswaan, dan pergaulannya pun terganggu. Belum lagi stigma negatif kepada pelaku, baik di lingkungan kampus, maupun nyinyiran netizen di media sosial, apalagi yang langsung menyerang akun media sosial pelaku, sudah cukup memukul mental pelaku


2. Sanksi hukum berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

a. Pasal 335 -> Perbuatan tidak menyenangkan

- Perbuatan melawan hukum dengan memaksa oranglain untuk melakukan/membiarkan sesuatu dan melakukan suatu perbuatan tidak menyenangkan lainnya (termasuk kekerasan verbal) dapat diancam pidana penjara maksimal 1 tahun (pasal 335 ayat 1)

- Dengan catatan harus ada pengaduan dari pihak korban/keluarga korban (pasal 335 ayat 2). Untuk itulah, jalan damai dan kekeluargaan umumnya masih menjadi solusi terbaik


b. Pasal 310 KUHP -> Penghinaan

- Perbuatan dengan sengaja menyerang kehormatan/nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum (mempermalukan) dapat dikategorikan penghinaan dengan diancam pidana penjara maksimal 9 bulan

- Sifatnya delik aduan (berlaku jika ada pengaduan dari pihak korban/keluarga korban yang merasa dirugikan), sama seperti pasal 335


c. Pasal 351 KUHP -> Penganiayaan  berat 

-Penganiayaan umumnya dijerat dengan pidana penjara maksimal 2 tahun 8 bulan (pasal 251 ayat 1)

- Jika penganiayaan berat, korban luka berat, maka pelaku diancam pidana penjara maksimal 5 tahun (pasal 351 ayat 2)

- jika penganiayaan berat, korban meninggal dunia, maka pelaku diancam pidana penjara maksimal 7 tahun (pasa; 351 ayat 3)

- Termasuk delik biasa, jadi tanpa pengaduan pihak korban/keluarga korban, maka pelaku dapat dituntut


d. Pasal 352 KUHP -> Penganiayaan ringan

- Penganiayaan ringan tidak mengakibatkan luka serius dan korban tetap bisa melanjutkan aktivitas secara normal, maka pelaku hanya diancam pidana penjara maksimal 3 bulan (pasal 352 ayat 1). Misal: Menampar pipi korban 2 kali, meskipun sakit, namun tidak menimbulkan luka serius dan korban tetap bisa beraktivitas normal 

- Termasuk delik biasa


e. Pasal 353 KUHP -> Penganiayaan berencana

 - Penganiayaan berencana umumnya diancam dengan pidana penjara maksimal 4 tahun (pasal 353 ayat 1)

- JIka korban mengalami luka berat, maka ancaman pidana penjara untuk pelaku maksimal 7 tahun (pasal 353 ayat 2)

- Jika korban meninggal dunia, maka ancaman pidana penjara untuk pelaku maksimal 9 tahun (pasal 353 ayat 3)

- Termasuk delik biasa


3. Sanksi tidak hanya berlaku untuk pelaku, tetapi juga untuk dosen pembina PKKMB, perguruan tinggi penyelenggara, dan pihak terkait lainnya, umumnya lebih bersifat administratif, tergantung kasusnya, apakah baru terjadi pertama kali atau sudah berulang? Berdasarkan UU 12 tahun 2012 pasal 92 ayat 2, maka sanksi administratif meliputi:

a. Peringatan tertulis

b. Penghentian sementara bantuan biaya pendidikan dari pemerintah

c. Penghentian sementara kegiatan penyelenggara pendidikan

d. Penghentian pembinaan

e. Pencabutan izin.


Dengan melihat penjelasan hukum positif tadi, alangkah baiknya jika pelaksanaan PKKMB diperkuat dengan Permendikbud khusus tentang PKKMB, mengingat aturan baku di buku pedoman PKKMB yang dibuat perguruan tinggi penyelenggara masih ada yang belum sesuai sehingga mungkin saja menjadi penyebab masih terjadinya kasus perpeloncoan. Di samping itu, agar terjadi kesamaan persepsi, visi, dan misi antara pihak perguruan tinggi dengan pemerintah pusat (Kemendikbud), sehingga program PKKMB yang benar, berkualitas, dan manusiawi bisa dilaksanakan sesuai aturan yang berlaku. Semoga saja, tidak ada lagi kasus perpeloncoan ke depannya...

  Jadilah Mahasiswa yang Cerdas, 

Bukan Menindas


Silakan mampir juga ke blog saya yang kedua (tentang kesehatan & kemanusiaan, full text english), ketiga (tentang masalah & solusi kelistrikan), dan keempat (tentang hewan peliharaan). Semoga bermanfaat. Terima kasih. Berikut link-nya:

Manajemen Puasa Ramadan yang Menyenangkan

Seringkali kita mendengar istilah manajemen yang merupakan salah satu jurusan perkuliahan di fakultas ekonomi, tapi kurang paham apa defini...