All about Innovation💡, Law⚖️, Management📝, & Soccer⚽: November 2018

IWA

Kamis, 15 November 2018

Manajemen Mitigasi Bencana Banjir dan Longsor di Jabar

Musim hujan memang dinanti setelah Indonesia dilanda kemarau berkepanjangan. Namun, karakteristik hujan yang ada harus diperhatikan, ada hujan berkah yang menyuburkan (umumnya hujan ringan tanpa badai petir dan angin kencang), dan ada hujan merusak yang bisa membawa bencana. Seringkali karakteristik hujan merusak ini kurang diperhatikan, tahu2 terjadi bencana saja dan menimbulkan kerugian yang besar. Ciri khas munculnya cuaca buruk/ekstrem/siklon tropis/hujan merusak adalah diawali gumpalan awan mendung pekat yang terlihat rendah posisinya namun menjulang seperti menara & menggelayut di langit (disebut awan kumulonimbus), perubahan suhu (tiba2 dingin menusuk tulang), munculnya badai petir (bisa sblm/saat/sesudah hujan), hujan lebat (terkadang hujan es juga), serta angin kencang (kondisi tertentu bahkan angin puting beliung) dengan durasi bervariasi. Hujan merusak tsb sesekali muncul saat musim hujan, cukup sering saat puncak musim hujan, dan terutama akan lebih sering terjadi saat musim peralihan.

Di-update 11 Januari 2019: disebut hujan siklon tropis (trmsk hujan ekstrem) karena seperti ada putaran kipas angin raksasa di langit yang meniup air hujan shg bergerak tdk beraturan, cenderung memutar, & lebat. Putaran kipas angin pun tdk menentu, awlnya biasa, lalu smkn kencang, tiba2 berhenti, lalu muncul lagi (spt kipas angin di rumah ada switch on/off berikut level putaran kipas mulai dari low, medium, & high, dipencet sesuka hati😜). Tentu saja disertai angin & badai petir yg dahsyat. Saat hujan siklon tropis, posisi awan pekat terlihat lbh rendah dari biasanya, membuat sambaran petir akn lbh membahayakan, & bahkan mencapai ke darat. Ketika hujan reda pun tidak jaminan petir hilang, justru bisa saja malah semakin galak utk kemudian terjadi hujan ekstrem lagi.

Hujan saat musim peralihan cenderung sporadis, antara kota yg berbatasan lgsg bisa berbeda cuacanya. Sdgkn saat musim hujan, hujannya cenderung merata. Sambaran petir dengan suara yang menggelegar juga harus diwaspadai mengingat berasal dari awan rendah mendung pekat menggumpal yang disebut kumulonimbus (perhatikan posisinya selalu lebih rendah dari awan putih). Jangan berteduh di bawah pohon, dkt tiang listrik (apalagi kabel SUTET), atau di lapangan terbuka jika cuaca buruk. Stop bermain spk bola di lapangan terbuka selama cuaca buruk, bhkn ketika hujan sdh reda pun, krn itu saat2 rawan petir kembali muncul. Jika rumah terletak dekat lapangan terbuka & sawah luas (walau rumah tdk bertingkat), segera pasang penangkal petir. Di Indonesia, ada 2 kota dgn jumlah sambaran petir tertinggi, yaitu Bogor dan Depok (sekitar 700 ribu sambaran petir per tahun😱). Apalagi Bogor berada di dataran tinggi dengan potensi terjadinya awan pembentuk petir smkn tinggi. Tak heran Bogor dikenal sbg kota hujan (sumber: Koran Pikiran Rakyat 19 November 2018). Menurut Perdinan, ahli spasial klimatologi Institut Pertanian Bogor (IPB), khusus di Bogor Selatan, potensi terjadinya angin kencang saat musim peralihan cukup tinggi, mengingat Bogor selatan memiliki struktur kawasan yg berkontur tdk datar, topografi yg lbh tinggi, & berbentuk lembah. Dan mnrt sy mgkn juga di daerah tsb terlalu gersang, rumah berderet rapat tanpa ada Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Hujan ekstrem sebagai bagian dari cuaca ekstrem seperti halnya kemarau berkepanjangan, angin puting beliung, badai tornado, dan juga badai salju. Saya pernah mendapatkan info bahwa cuaca ekstrem akan lebih sering menyergap daerah yang gersang, yang jarang pepohonannya. Bnyk pepohonan dpt memecah angin shg mencegah terjadinya angin puting beliung. Tentu sj pohonnya hrs kokoh, bkn pohon tua yg rentan tumbang. Hal tsb diawali di perumahan. Jadi, setiap rumah wajib memiliki taman, itu sudah menjadi bagian RTH, walau dlm lingkup yg kecil.

Sebelum memasuki musim hujan, ada yang namanya masa transisi disebut musim peralihan/pancaroba. Musim peralihan dari kemarau ke penghujan tahun 2018 terjadi akhir Oktober sampai sebulan ke depan (agak mundur dibanding tahun2 sebelumnya akibat pemanasan global dan rusaknya alam). Setelah itu, baru memasuki musim hujan saat bulan Desember sampai bulan Mei 2019. Ciri khas musim peralihan dari kemarau ke penghujan adalah cuaca yang tidak menentu (cuaca ekstrem), seperti siang panas terik, lalu sore tiba2 awan mendung pekat dan dingin menusuk tulang, lalu hujan lebat disertai angin kencang dan petir. Sedangkan puncak musim hujan menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terjadi pada bulan Januari-Februari 2019. Yang harus diwaspadai saat puncak musim hujan adalah curah hujan semakin meningkat secara signifikan (hujan sehari bisa 3 kali) sambil sesekali juga disertai petir dan angin kencang. Perhatikan dampak setelahnya, baik musim peralihan dan juga puncak musim hujan, pasti ada saja banjir, pohon tumbang, tersambar petir, aspal mengelupas, jalur darat terputus, bahkan tanah longsor.

Banjir Menyebabkan Aspal Mengelupas di Daerah Cimindi, Kota Cimahi, Jabar (mungkin Aspalnya KW😁). Sumber: newsdetik.com
Ketika bepergian pun menjadi was-was, baik menggunakan mobil pribadi/kereta api/transportasi darat lain (takut banjir dan longsor), kapal laut (takut gelombang tinggi), bahkan pesawat (takut cuaca buruk yang membahayakan penerbangan). Kondisi tanah yang stabil saat musim kemarau (terutama di zona rawan longsor), menjadi labil dan rapuh ketika memasuki musim peralihan dan penghujan. Kecenderungannya begitu tiap tahun, namun ironinya tingkat kewaspadaan dan manajemen mitigasi bencananya cenderung jalan di tempat.
Ada pemikiran orang kolot (jadul) Sunda yang menurut saya keliru, yaitu hujan mah cai, tong sieun (hujan itu air, ga usah takut). Ya, betul hujan itu air, ga perlu takut (bahkan menyenangkan) kalau intensitas hujannya ringan tanpa membawa "kawan2nya", jenis awan hujannya adalah nimbostratus, mendungnya biasa, tdk terlalu pekat. Itu yang disebut hujan yang membawa berkah dan menyuburkan. Tp, mereka lupa, ada juga karakter hujan yang merusak, yaitu hujan yang sangat lebat (terkadang campur hujan es juga) dengan frekuensi dan intensitas yang lebih tinggi, durasi lebih lama, serta membawa "kawan2nya" yang "galak" seperti badai petir dan angin kencang (termasuk angin puting beliung). Bukankah malah menimbulkan kekhawatiran tersendiri seperti takut banjir, longsor, tersambar petir, kesetrum listrik, tertimpa pohon/baliho tumbang, terserang penyakit, barang elektronik rusak, jalan terputus, jaringan internet terganggu, was2 naik pesawat, khawatir longsor naik kereta api, dsb. Jenis awan galak tsb disebut kumulonimbus, dgn ciri khas mendung pekat, ada badai petirnya, & udara tiba2 dingin. Hal2 seperti itulah yang masih kurang disadari oleh sebagian warga Jabar (dan warga Indonesia pada umumnya) atau mungkin sudah disadari tapi bingung bagaimana menghadapinya, jadi cenderung pasrah😜. Tentunya itu harus dihindari dengan mengetahui manajemen mitigasi bencana yang baik.


Pengertian mitigasi bencana sendiri menurut pasal 1 Undang-undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yaitu serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Sedangkan, mitigasi bencana harus dikelola dengan baik melalui prosedur yang jelas dan terpadu, agar semua orang memiliki persepsi yang sama, sehingga perlu adanya manajemen mitigasi bencana. Hal tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah dan juga masyarakat terdampak, tidak bisa sepihak. Manajemen mitigasi bencana diawali dengan tindakan preventif (mencegah dari risiko yang lebih besar dan korban jiwa yang lebih banyak) dan represif (tindakan tegas setelah terjadinya bencana) dengan cakupan wilayah di Jawa Barat (Jabar)

A. Tahap Preventif 
1. Menjaga kelestarian alam dan kebersihan lingkungan. Banjir dan longsor tidak lepas dari kerusakan alam yang dilakukan oleh manusia. Ini bukan hanya tugas pemerintah setempat, tapi juga menjadi tanggung jawab warganya. Idealnya dilakukan saat musim kemarau. Kalau misalnya masih belum optimal, harus dituntaskan sebelum puncak musim hujan. Langkah2nya:
- Memperbaiki kondisi vegetasi di wilayah hulu untuk mencegah banjir bandang
- Membuang sampah pada tempatnya
- Berdayakan bank sampah (bisa utk menambah penghasilan juga)
- Memperbanyak tempat sampah agar warga dipaksa untuk bersikap disiplin membuang sampah. Seringkali alasan buang sampah sembarangan akibat tempat sampahnya langka😜
- Membersihkan selokan, gorong2, dan sungai yang tercemar. Musim peralihan dan hujan smkn rentan penyakit akibat lingkungan yg kotor, spt demam berdarah dan diare
- Penghijauan kembali hutan yang gundul (reboisasi)
- Memangkas pohon2 yg sudah tua dan rentan tumbang (tapi hrs sudah dipersiapkan gantinya)
- Mencabut paku yg menempel di pohon (biasanya akan sering saat musim kampanye dan promo iklan😜). Pohon pun hrs dirawat dan diapresiasi sampai ada Hari Pohon Sedunia tanggal 21 November 2018
- Menanam tanaman penyerap air juga bisa dijadikan solusi untuk mengurangi dampak banjir, ada beberapa jenis pohon yang dikenal dapat menyerap air dengan baik yakni pohon bambu, pohon jati, rumput akar wangi, mahoni, jabon, asam jawa, hingga palem putri (sumber: www.lamudi.co.id)
- Membuat biopori sebenarnya sangat sederhana. Pertama Anda harus membuat lubang dengan kedalaman 100 cm, kemudian isi lubang dengan sampah organik atau sisa tanaman. Agar kuat mulut lubang diberikan semen 2-3 cm dengan tebal 2 cm. Biaya untuk membuat biopori sendiri sekitar Rp 200 ribu (sumber: www.lamudi.co.id)
- Memperbaiki drainase (saluran air) yang rusak
- Memperbaiki jalan yang rusak dengan kualitas aspal terbaik (jalan rusak berarti memperparah terjadinya banjir dan membahayakan pengguna jalan)
- Memeriksa jembatan (apakah kuat menahan derasnya aliran air)
- Mengetahui bahwa cuaca ekstrem akibat ulah manusia juga, seperti: penggunaan sampah plastik yang berlebihan, polusi kendaraan bermotor, boros listrik, dan semakin terbatasnya Ruang Terbuka Hijau (RTH)
- Di Bandung sendiri, sudah mulai dilakukan pembangunan basement air di Pagarsih dan Gedebage oleh Pemerintah setempat. Sejauh ini cukup efektif mengurangi dampak banjir dan kemungkinan akan ditambah keberadaannya. Di samping itu, Bandung sudah memiliki kolam retensi di Taman Lansia, Sirnaraga, dan Arcamanik. Kolam retensi sangat bermanfaat untuk menampung atau meresapkan air sementara. Hanya saja, biayanya sangat mahal dan lahannya harus luas (sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandung, dikutip dari Koran Pikiran Rakyat tanggal 29 Oktober 2018)


Klik Gambar agar Tulisannya Lebih Jelas

- Pembuatan sumur resapan di tepi jalan yang nantinya ditanam di bawah saluran air dan tidak membutuhkan lahan yang luas. Fungsinya menampung aliran air dari badan jalan menuju tali2 air. Namun ini masih dikaji dan diteliti lebih lanjut oleh pihak berwenang (sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandung, dikutip dari Koran Pikiran Rakyat tanggal 29 Oktober 2018)
- Dsb

2. Mengetahui zona rawan banjir di Jabar, meliputi: Bandung Raya dengan daerah cekungan yang membuat potensi banjir semakin besar (Cimindi, Baleendah, Cimaung, Cimenyan, Cibaduyut, Dayeuhkolot, Gedebage, Pagarsih, Lembang, Cisarua, dan Parongpong), Kabupaten Karawang (siklus lima tahunan), Kabupaten Pangandaran, dan Bogor (terutama Kecamatan Tanahsareal). Pemerintah Provinsi Jabar terhitung tanggal 13 November 2018 menetapkan status siaga bencana di Jabar. Bencana banjir pun telah terjadi meliputi banjir bandang di Cipatujah (Kabupaten Tasikmalaya) dan banjir tahunan Kabupaten Bandung. Bahkan, sekarang di Bandung bertambah lagi 2 titik banjir, yaitu di Gang Tresna Asih (kawasan Pagarsih) dan Jalan Sudirman dekat persimpangan Jalan Suryani (sumber: Koran Pikiran Rakyat tanggal 16 November 2018).

3. Mengetahui zona rawan pergerakan tanah di Jabar, meliputi: Bogor, Depok, Sukabumi, Cianjur, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung (bagian utara), Kabupaten Bandung, Garut, Subang (bagian selatan), Tasikmalaya (bagian barat), dan Cimahi (bagian utara). Pemerintah Provinsi Jabar terhitung tanggal 13 November 2018 menetapkan status siaga bencana di Jawa Barat. Bencana tanah longsor pun telah terjadi di daerah Gentong (Kabupaten Tasikmalaya) dan Naringgul (Kabupaten Cianjur)

4.  Mengantisipasi pergerakan tanah, menurut Kepala Bidang Gerakan Tanah pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Agus Budiman, langkah-langkahnya meliputi:
- Hindari membangun rumah di jalur air. Jika jalur air makin terjal, maka potensi pergerakan tanah makin tinggi. Jika sudah terlanjur tinggal di rumah yang berada di jalur air, maka harus mengenali pergerakan jalur air. Harus ada siskamling 24 jam untuk mempelajari pergerakan jalur air dan mengawasi permukiman di daerah belokan sungai. Harus dibuat pula dinding penahan air di jalurnya untuk mengalihkan jalur air ke daerah yang lebih landai
- Lihat kemunculan mata air baru. Biasanya, mata air baruada akibat rekahan baru. Jika rekahannya terlihat, segera ditutup agar tidak melebar
- Lihat kejernihan air di mata air lama. Bila air berubah keruh, berarti ada erosi di balik permukaan
- Perhatikan kemiringan pohon dan tiang listrik, jika semakin miring, berarti ada pergerakan tanah
- Perhatikan kondisi tanah, terutama tanah yang rentan labil saat diterpa cuaca ekstrem
(Poin 2, 3, dan 4 dikutip dari Koran Pikiran Rakyat tanggal 6 November 2018)

5. Membangun rumah tahan banjir
Untuk warga yang tinggal di daerah rawan banjir (tidak mau pindah dengan berbagai alasan), maka solusi terbaik adalah membangun rumah tahan banjir. Berikut langkah2nya:
- Sebenarnya hal utama yang dapat dilakukan untuk mencegah banjir adalah merenovasi rumah dengan menaikkan lantai, namun jika Anda tidak memiliki cukup biaya untuk melakukannya Anda bisa membuat tanggul di depan teras atau pintu masuk rumah. Tanggul tersebut bisa berupa papan yang dipaku atau tumpukan karung-karung pasir. Dengan membuat tanggul ini Anda dapat menghalau air ketika banjir datang (sumber: www.lamudi.co.id)
-  Jika ada biaya lebih, memang baiknya direnovasi total agar rumah benar2 tahan banjir sepenuhnya. Pada dasarnya, kaki2 rumah harus kokoh dan ditinggikan untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah. Gunakan material tahan air (termasuk cat), khususnya untuk area yang di bawah.  Rancang pondasi bangunan setidaknya 40-50cm di atas jalanan depan rumah Anda. Urug tanah minimal 50 cm di atas jalan. Posisikan halaman dan carport di atas jalan, untuk melindungi barang barang berharga saat banjir menerjang. Agar pengurugan tanah tidak terlalu padat, lantai dibuat dengan konstruksi panggung, seperti membuat dua lantai. Memang sedikit lebih mahal, tetapi pelaksanaannya lebih simpel dan cepat dibanding harus memadatkannya (sumber: tekniksipilinfo.blogspot.com). 
Sumber: tekniksipilinfo.blogspot.com
- Ada rumah tahan banjir lain bernama rumah amfibi (disebut amfibi karena bisa mengapung saat banjir terjadi) dengan desain yang lebih simpel, cocok untuk di daerah padat penduduk. lahan terbatas, namun rawan banjir (kalau lihat desainnya bisa juga untuk kos2an mahasiswa😜). Rumah amfibi sudah diterapkan di Belanda dan menjadi proyek percontohan arsitektur rumah tahan banjir. Meskipun rumah berdiri di dasar sungai, arsitektur dirancang sedemikian rupa sehingga rumah dan pondasi bisa mengapung ketika banjir. Listrik dan saluran pembuangan tetap utuh berkat pipa fleksibel
Rumah Amfibi di Belanda. Sumber: rumah.com
Untuk biaya membuat rumah tahan banjir, saya belum dapat infonya, tapi yang jelas biayanya di atas rumah normal pada umumnya, mengingat pembangunannya lebih kompleks.

6. Membangun rumah tahan longsor 
- Pada dasarnya seperti rumah pada umumnya, namun pondasinya yang diperkokoh. Teknik konstruksi itu disebut dengan soil nailing. Praktisi Konstruksi Basuki Winanto mengatakan, soil nailing ini bisa diaplikasikan terhadap konstruksi bangunan sebagai perkuatan untuk menahan bangunan yang berada di daerah miring atau rawan longsor. Jadi kalau untuk tahan longsor, berarti kondisi tanahnya itu labil. Kalau posisinya di lereng, biasanya ada beberapa treatment. Salah satunya treatment-nya bisa pakai soil nailing. Artinya tanah yang ada, dibor secara miring, kemiringan itu agak ke dalam lalu kemiringan itu dimasukin besi beton, lalu di-grooting/dimasukkan campuran semen (sumber: finance.detik.com)
Soil Nailing. Sumber:cforcivil
- Membangun bronjong, yaitu anyaman kawat baja yang dilapisi dengan seng atau galvanis. Anyaman kawat baja ini membentuk sebuah kotak atau balok. Bagian dalamnya diisi dengan batu-batu berukuran besar untuk mencegah erosi

Bronjong Penahan Longsor dan Menjaga Tepi Sungai dari Erosi. Sumber: www.dekoruma.com

7. Pendidikan mitigasi bencana dan menjaga alam di Sekolah Formal

Pemerintah harus memasukkan pendidikan manajemen mitigasi bencana dan menjaga alam ke dalam kurikulum pendidikan dan menjadi bagian dari pendidikan formal, seperti halnya mata pelajaran matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dsb. Menurut saya, selama ini pendidikan di Indonesia terlalu dijejali ilmu sains yang menitikberatkan otak kiri (ini harus dikurangi), dibebani sistem peringkat yg cenderung membanding2kan (di luar peringkat 10 besar dianggap krg pintar),  dan kurang memperhatikan ilmu yang lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, termasuk pendidikan moral, seni kreatif, dan inovatif. Terlalu dijejali ilmu sains membuat murid mudah stres dan kurang terlihat potensi sesungguhnya. Berbeda dgn di Jepang yg sdh lbh maju pendidikannya, anak-anak sekolah sudah diajarkan ilmunya (dan langsung praktik) bagaimana jika terjadi gempa, bagaimana jika terjadi cuaca ekstrem, bagaimana jika terjadi banjir dan longsor, bagaimana sikap menghadapi orang asing, bagaimana menjaga kebersihan, bagaimana bersikap jujur (tidak korupsi), bagaimana membentuk karakter yang kuat, bagaimana bermimpi besar, bagaimana melestarikan budaya lokal, bagaimana menjaga kebersihan, bagaimana melestarikan alam, dsb. Tentunya dibutuhkan keteladanan dan kompetensi juga dari para gurunya. Ini yang di Indonesia masih kurang. Berkaitan dengan alam, ada semacam hubungan timbal balik, jika manusianya senang menjaga alam, maka alamnya pun akan subur dan makmur, tapi jika manusianya senang merusak alam, maka alam pun akan protes dengan caranya sendiri (bencana besar) dan yang jadi korban tidak hanya si perusak alam, tapi juga semua orang yang tinggal di daerah tersebut😱.

Perlu digalakkan juga penanaman pohon mangrove (bakau) terutama di daerah pesisir pantai bukan hanya untuk keseimbangan ekosistem dan penghasil oksigen alami, tapi juga untuk mencegah abrasi/pengikisan pantai, mencegah banjir, pemecah ombak alami, dan terutama menahan laju tsunami. Mengapa harus pohon bakau? karena akarnya yang sangat kuat untuk menahan dan mencegah abrasi pantai, banjir, ombak, dan terutama tsunami. Dalam banyak kasus, hutan bakau melindungi kawasan pesisir dari terjangan badai, angin topan atau tsunami sekalipun. Karena ekosistem ini mampu menyesap air dalam jumlah besar dan dengan begitu mencegah banjir. "Akar dan dahan bakau menahan gelombang air" kata Femke Tonneijck dari organisasi lingkungan Wetlands International (sumber: www.dw.com).

Hutan Mangrove (Bakau) yang Kini Mulai Berkurang akibat Ulah Manusia. Sumber: sahabatnesia.com

8. Membaca tanda2 alam melalui perilaku hewan
Sebenarnya kita bisa membaca tanda2 alam bakal terjadinya bencana besar apapun dari perilaku hewan yang tidak biasa di daerah tersebut. Hewan tertentu memang dibekali kemampuan lebih oleh Allah Swt dalam hal membaca tanda alam daripada manusia itu sendiri (kecuali manusia khusus yang diberi kelebihan oleh Allah Swt). Tidak ada salahnya, kita sebagai manusia biasa harus mau belajar dari manapun, termasuk dari perilaku hewan. Dikutip dari www.merdeka.com, berikut hewan2 yg bisa memprediksi cuaca ekstrem, banjir, dan longsor:
- Anjing: bisa memprediksi adanya perubahan cuaca ekstrem dengan menunjukkan reaksi menggigil dan gemetar, contohnya sebelum terjadi badai petir. Hal ini disebabkan karena anjing memiliki sensitivitas indera perasa 10.000 kali lebih kuat dibanding manusia. Hal ini membuat anjing memiliki kemampuan untuk mencium atau mengamati perubahan suhu udara sebelum badai atau gempa bumi terjadi
- Kucing: memiliki kemampuan untuk memprediksi bencana alam apapun. Bahkan, kucing akan mengevakuasi bayinya ke tempat aman sebelum bencana besar terjadi
- Kuda: biasanya kuda akan melompat, meringkik keras dengan intensitas frekuensi yang intens ketika hewan tersebut merasa akan terjadi bencana alam, termasuk  perubahan cuaca ekstrem
- Hiu: para ilmuwan dari Mote Marine Laboratory Sarasota, Florida, mendokumentasikan perilaku 14 ekor hiu yang telah terpasang sensor elektronik. 12 jam sebelum badai Charley menyapu daerah sekitar pantai Teluk Florida dan pada tahun 2004, 12 hiu tersebut terekam menyelam ke perairan yang lebih dalam. Padahal selama empat tahun masa pengawasannya, hiu-hiu ini hanya berenang di perairan yang cukup dangkal
- Burung:  dapat bereaksi terhadap bencana lain seperti badai tornado, gempa bumi, dan letusan gunung berapi, dengan terbang jauh dari habitat mereka sebelum bencana alam tersebut terjadi

9. Selalu memantau prediksi cuaca
Prediksi cuaca biasanya dikeluarkan oleh badan resmi seperti BMKG dan disebar melalui berbagai media, seperti koran nasional, televisi, search engine seperti google, yahoo, dsb. Karena sifatnya prediksi (berdasarkan keilmuan tentunya), maka kemungkinan salahnya tetap ada, walaupun tingkat keakuratannya juga tinggi. Prediksi cuaca dalam 1 hari dibagi menurut waktu menjadi 3 (pagi, siang, dan malam) dan menurut wilayah, misal Bandung (Utara, Barat, Tengah, Timur, Selatan). Cuaca dalam suatu waktu bisa saja bersifat sporadis, misalnya di kota A wilayah utara siangnya cerah berawan, tapi di kota yang sama wilayah Barat siangnya justru hujan ringan. Jika cuaca dalam satu hari cerah berawan/cerah tanpa awan/hujan ringan tanpa petir, maka kondisi cuaca bersahabat, cuacanya berkah. Nah, jika prediksi cuaca dalam satu hari terdapat cuaca ekstrem (hujan lebat disertai petir), maka patut waspada, terutama bagi warga yang tinggal di daerah rawan banjir, longsor, sambaran petir, dan pohon tumbang.

Sambaran petir juga wajib diwaspadai. Untuk antisipasi, penangkal petir memang harus dipasang di rumah2 (baik bertingkat maupun tidak) yg lokasinya dkt lapangan terbuka dan sawah luas. Hindari juga berteduh di bawah pohon atau saung di persawahan. Stop bermain sepak bola di lapangan terbuka jika tanda2 cuaca buruk terjadi. Lapangan yang sudah dilengkapi penangkal petir saja, kalau cuaca buruk pertandingan dihentikan sementara, mengingat keselamatan pemain dan perangkat pertandingan harus diutamakan.

Di-update 15 Januari 2019:
10. Waspadai Leptospirosis di daerah rawan banjir
Leptospirosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri berbentuk spiral yang disebut Leptospira interrogans, disebabkan oleh urine/darah hewan yang terinfeksi bakteri tsb. Penyakit tsb akan lbh sering muncul saat musim hujan. Sedangkan hewan pembawa penyakit tsb (bertahan hidup di ginjal hewan) umumnya hewan liar, tapi bisa juga hewan ternak. Hewan tsb meliputi anjing, tikus, kucing, babi, sapi, dan kambing.

Nah, banyak cara penularannya dari hewan pembawa bakteri Leptospira interrogans thd manusia:
a. Urin/darah hewan pembawa bakteri tsb tercampur dgn banjir lalu terkena kulit manusia yg sedang mengalami luka terbuka
b. Mata, mulut, dan hidung manusia yang bersinggungan langsung dengan hewan pembawa bakteri tsb
c. Tanah yg terkontaminasi oleh hewan pembawa bakteri tsb
d. Manusia tergigit langsung oleh hewan pembawa bakteri tsb

Ciri penderita diawali demam tinggi, nyeri otot, sakit  kepala, nyeri pada hati dan ginjal. Menurut Nanang Ruhyana, dari Dinas Kesehatan kab. Cirebon, jika terdeteksi gejala tsb, jangan dibiarkan/ditunda, penyakit ini spt virus, jika dibiarkan akan semakin parah, bahkan menyebabkan kematian. Penyakit ini tidak menular dari seseorang yg terinfeksi ke orglain, hanya saja menular dari hewan yg terinfeksi bakteri Leptospira interrogans kepada manusia yang kulitnya memang sudah terluka atau tergigit oleh hewan tsb.

Pencegahan:
1. Lindungi badan dari kemungkinan kontak dengan air/genangan yg diduga tercemar. Gunakan sepatu bot, masker, atau pelindung lainnya
2. Jika punya luka, segera bersihkan dan tutup rapat agar terhindar dari serangan bakteri Leptospira interrogans
3. Membiasakan hidup bersih dan makanan yang dicuci bersih
4. Menjaga kesehatan, karena bakteri akan mudah masuk ke dalam tubuh orang yang lemah/sakit
(Sumber: Koran Pikiran Rakyat 15 Januari 2019)

Di-update 31 Januari 2019:
11. Waspadai penyakit Demam Berdarah (DBD)
Penderita DBD mengalami puncaknya saat puncak musim hujan (sekitar akhir Januari-awal Februari). Buktinya saja, dari data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, hingga tanggal 28 Januari 2018, jumlah penderita DBD di Jawa Barat adalah 2204. Dari jumlah tsb, 14 orang penderita DBD dinyatakan meninggal dunia (sumber: regional.kompas.com). Berikut gambar tentang tindakan preventif dan kuratif penyakit DBD:
Klik Gambar agar Lebih Jelas Tulisannya


Sumber: https://hellosehat.com
Dulu, saya pernah terserang penyakit DBD, entah saat kapan awal terserangnya, padahal saat bepergian selalu menggunakan pakaian berlengan panjang, celana panjang, dan kaos kaki. Saat fase kritis, mau bangun tidur sulitnya minta ampun, spt lumpuh saja. Beruntung langsung ketahuan dan dirawat di rumah sakit selama 3 hari. Setelah itu, butuh waktu seminggu untuk pulih total (spt hilang tenaga saja).

Berdasarkan pengalaman saya tadi, untuk pencegahan DBD lainnya, hindari kecapean, stres, kurang istirahat, dan diet ekstrem (saya pernah melakukannya), karena mengakibatkan kondisi tubuh menjadi tidak stabil dan lebih mudah terinfeksi. Pastikan tubuh selalu mendapatkan asupan nutrisi yang lengkap, banyak minum air putih, dan sempatkan pula olahraga.

12. Memperbanyak amal kebaikan, ibadah, dan doa
Dengan memperbanyak amal kebaikan, ibadah, dan doa, diharapkan kita semua selalu mendapatkan perlindungan dari segala macam bahaya, termasuk bencana. Aamiin😇. Jikalau bencana pun tetap terjadi, setidaknya amal kebaikan, ibadah, dan doa menjadi penyelamat agar mendapatkan jalan terbaik di dunia maupun di akhirat. Aamiin😇.

B. Tahap Represif
1. Bencana Banjir
- Selalu pantau informasi darurat tentang bencana tersebut, baik melalui media maupun mendengar langsung
- Pada dasarnya langkah represif bencana banjir awal mirip dengan bencana tsunami, sebelum banjir bandang terjadi, warga harus berlari mencari daerah yang lebih tinggi. Jikalau terjebak di dalam rumah atau bangunan, raih benda yang bisa mengapung
- Jika sempat, selamatkan benda2 berharga, dokumen penting, pakaian seperlunya, bahkan hewan ternak dan peliharaan (mungkin lepas saja dari ikatan tali berikut kandang, asal jangan hewan buas ya, takut membahayakan warga sekitar😁). Tapi, itu bukan prioritas, yang terpenting selamatkan saja dulu diri sendiri, keluarga, dan tetangga sekitar
- Mencari tempat yang aman untuk menunggu instruksi selanjutnya
- Matikan semua sumber listrik
- Penyediaan mobil pompa dan rumah pompa untuk mencegah genangan air yang berlebih
- Penyediaan perahu karet
- Ikut terlibat dalam membangun tenda darurat, dapur umum, dan jamban

Klik Gambar agar Tulisannya Lebih Jelas. Sumber: www.slideshare.net
- Jika ingin kembali ke rumah, pastikan kondisi sudah aman dari bencana dan gangguan lainnya, cuaca sudah normal, serta listrik sudah pulih dan tidak membahayakan
- Jika cuaca ekstrem, hindari berteduh di bawah pohon, reklame, atau tempat2 lain yang rawan tersambar petir, tertimpa pohon tumbang, dan tersapu angin kencang
- Penyediaan alat2 kebersihan pasca-banjir

2. Bencana Longsor
- Jika terdengar suara gemuruh, segera keluar dari rumah dan mencari tempat yang lapang. Jika sempat, gunakan sepatu khusus berjalan di tanah yang becek
- Perhatikan kondisi tanah, hindari tanah yang labil, cari pijakan tanah yang kokoh
- Mencari tempat yang aman sambil menunggu instruksi selanjutnya
- Hati2 dengan puing2 bangunan yang roboh dan rentan roboh
- Perhatikan longsor susulan, jika kondisi sudah aman (termasuk cuacanya), silakan kembali ke rumah untuk memantau keadaan di sana

3. Pengungsian
Korban bencana alam pada dasarnya tidak sekedar membutuhkan tempat tinggal sementara yang representatif, tapi juga kebutuhan hidupnya harus terpenuhi sebagaimana seperti ketika hidup sebelum terjadinya bencana. Privasi sudah pasti agak terganggu, karena harus hidup berdampingan dengan banyak korban lain yang senasib. Sistem kamar harus dibuat sedemikian rupa agar privasi (bagi yang sudah berkeluarga) terjaga. Anak2 harus diberi hiburan tersendiri agar tidak cepat stres. Logistik dan dapur umum hrs dikelola sebaik mgkn, dgn memperhatikan kehigienisan makanan/minuman. Tim medis hrs disiagakan utk memperhatikan kesehatan pengungsi, sukarelawan, dan pihak terkait lainnya. Harus ada trauma healing dan siraman rohani juga. Semuanya harus dikelola melalui manajemen pengungsian yang baik agar hak2 para korban terpenuhi dan risiko terjadinya konflik bisa diminimalisir. Kehadiran & dukungan moril diperlukan dari kepala daerah, menteri terkait, bhkn kepala negara jika memang sdh masuk kategori bencana nasional.

Pengungsian korban bencana banjir dan longsor memang tidak sekompleks korban bencana gempa bumi dan tsunami. Jadi, tenda darurat yang dibutuhkan pun lebih sedikit dengan durasi mengungsi yang lebih sebentar. Dapur umum tetap diaktifkan dengan melibatkan koki yang handal, mengerti masakan yang berkualitas, halal, dan higienis (kalau pengungsi mengalami diare massal akan jadi masalah baru😜). Apalagi saat musim peralihan dan penghujan, risiko terkena berbagai macam penyakit seperti flu, diare, demam berdarah, dsb, semakin meningkat. Penyebaran kuman penyakit saat musim peralihan dan penghujan semakin cepat dan meningkat, jadi harus diwaspadai juga.

Namun, fokus utama terhadap korban bencana banjir dan longsor adalah penyediaan alat kebersihan yang mumpuni untuk membersihkan rumah dan jalan sekitar pasca banjir. Sedangkan untuk pembersihan rumah dan jalan pasca longsor, dibutuhkan alat2 berat dan melibatkan banyak pihak. Hal ini penting agar korban tidak terlalu lama mengungsi di tenda pengungsian. Di samping itu, perlu diperhatikan apakah ada potensi penjarahan oleh para pelaku kriminal yang ingin memanfaatkan situasi daerah yang tidak dihuni sementara akibat bencana (perlu ada koordinasi antara warga, kepolisian setempat, dan tentara). Korban bencana banjir dan longsor juga rentan mengalami sakit, baik fisik maupun mental (walaupun tidak separah korban bencana gempa bumi dan tsunami), jadi perlu dilibatkan tim medis yang tanggap serta psikolog yang handal. Terakhir, jika terlalu lama mengungsi, bisa juga dihadirkan entertainer dan orang2 yang inspiratif untuk menghibur para pengungsi

 4. Penegakan hukum untuk perusak alam masih harus ditingkatkan
Selama ini, si perusak alam secara berlebihan (terutama korporat kelas kakap), termasuk pabrik2 pencemar lingkungan jarang sekali tersentuh hukum dan ditindak oleh kepolisian. Ini harus menjadi perhatian serius, mengingat dampak merusaknya dan yang akan jadi korban justru warga sekitar pabrik/perusahaan yang tidak tahu apa2. Slogan hukum tumpul ke atas tapi tajam ke bawah tampaknya masih berlaku dalam hal kasus perusakan lingkungan. Ingat, cuaca ekstrem terjadi akibat pemanasan global dan rusaknya alam akibat ulah manusia!

5. Memperbanyak amal kebaikan, ibadah, dan berdoa
Jikalau bencana pun tetap terjadi, setidaknya amal kebaikan, ibadah, dan doa menjadi penyelamat agar mendapatkan jalan terbaik di dunia maupun di akhirat, serta akan mendapatkan pertolongan dari arah yang tidak diduga2. Aamiin😇

Setiap bencana memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga membutuhkan manajemen mitigasi yang berbeda pula. Bencana banjir dan longsor yang diawali cuaca ekstrem bisa jadi akibat kerusakan alam yang diakibatkan ulah manusia, sehingga semua yang tinggal di daerah yang terdampak bencana tersebut kena getahnya. Cuaca ekstrem muncul akibat pemanasan global dan pemanasan global terjadi lagi2 akibat ulah manusia. Semoga dengan adanya manajemen mitigasi bencana yang baik, risiko dan korban jiwa yang tidak diinginkan dapat diminimalisir, serta kita dapat lebih peduli dan menjaga keseimbangan alam ini😇.
Selalu Berdoa kepada ALLAH SWT untuk Memohon Cuaca (Hujan) yang Berkah, bukan Cuaca (Hujan) yang Merusak (Ekstrem), Cuaca (Hujan) yang Menyejukkan, bukan Cuaca (Hujan) yang Membuat Was2. Sumber: sharingseputarislam.com
Arti: Maha Suci ALLAH yang Petir dan Para Malaikat Bertasbih dgn Memuji-Nya karena Rasa Takut Kepada-Nya
Demikian artikel blog saya, mohon maaf jika masih ada kekurangan. Silakan mampir juga ke blog saya yang kedua (tentang kesehatan & kemanusiaan, full text english) dan ketiga (tentang masalah & solusi kelistrikan). Semoga bermanfaat. Terima kasih. Berikut link-nya:
Blog 2: healthyhumanityvicagi.blogspot.com
Blog 3: listrikvic.blogspot.com


Jumat, 09 November 2018

Manajemen Mitigasi Bencana Gempa Bumi dan Tsunami di Indonesia

Indonesia merupakan negara dengan tingkat kerawanan bencana gempa bumi yang tinggi. Bahkan di sebagian wilayah Indonesia harus menghadapi potensi terjadinya gempa sekaligus tsunami juga. Secara geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik yang memanjang dari Pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Istilah tersebut sering kita dengar di media massa dengan istilah Ring of Fire (Cincin Api Pasifik). Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986, dikutip dari www.bnbp.go.id).

Dua gempa bumi terakhir di Indonesia terjadi di Lombok (Agustus 2018), lalu di Palu, Sigi, dan Donggala (September 2018). Pertanyaannya: mengapa korban jiwa gempa di daerah tersebut begitu banyak disertai bangunan yang mudah ambruk dan tidak didesain tahan gempa? Bandingkan dengan gempa/tsunami dengan kekuatan dan karakter sejenis di negara lain. Mengapa pendeteksi tsunami di Palu banyak yang rusak? Itu akibat manajemen mitigasi bencananya (baik fisik maupun sosial) masih kurang dan belum menyeluruh (Djwantoro Hardjiito, dosen Progam Studi Teknik Sipil Universitas Kristen Petra Surabaya, dikutip dari koran Kompas 27 Oktober 2018). Lalu, mengapa tsunami di Palu bisa jauh lebih cepat (8 menit stlh gempa) dari tsunami di Aceh 2004 (30 menit stlh gempa)? Ternyata Palu merupakan teluk yang lebih sempit dan dangkal dibanding Aceh (sumber: Badan Informasi Geospasial). Edukasi tentang bencana seperti ini (bagian dari mitigasi bencana juga) yang masih kurang. Nah, dengan risiko seperti itu, seharusnya kita sebagai warga negara yang baik (bukan hanya tugas pemerintah semata) wajib menyadari hal itu dan memiliki pemahaman yang baik tentang mitigasi bencana. Kalau hanya mengandalkan pemerintah jelas masih kurang, butuh kesadaran individu yang kuat juga.

Pengertian mitigasi bencana sendiri menurut pasal 1 Undang-undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yaitu serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Sedangkan, mitigasi bencana harus dikelola dengan baik melalui prosedur yang jelas dan terpadu, agar semua orang memiliki persepsi yang sama, sehingga perlu adanya manajemen mitigasi bencana. Hal tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah dan juga masyarakat terdampak, tidak bisa sepihak. Manajemen mitigasi bencana diawali dengan tindakan preventif (mencegah dari risiko yang lebih besar dan korban jiwa yang lebih banyak) dan represif (tindakan tegas saat dan setelah terjadinya bencana).

A. Tahap Preventif:
1. Mengetahui zona rawan gempa, terutama di daerah sekitar tempat tinggal kita, mengingat gempa tidak dapat diprediksi, jadi harus waspada setiap saat. Sejauh yang saya ketahui di Pulau Jawa saja:
- Di kawasan Lembang, Bandung, & sekitarnya ada Patahan Lembang yang masih aktif, sedang "tertidur" seperti menyimpan kekuatan, dan sewaktu-waktu bisa "bangun" dengan mengeluarkan kekuatan yang dahsyat,
- Di Jakarta ada potensi gempa juga berpusat di Selat Sunda dan ada Sesar Bribis
- Di Sukabumi ada Sesar Cimandiri
- Di Bantul dan Yogya ada Sesar Opak
- Di Situbondo ada Sesar Kambing (karena ada bentangan sesar melewati Pulau Kambing (di sekitar Madura), bukan akibat siluman kambing muncul dari dasar bumi mengamuk😜
- Dan masih banyak lagi, belum lagi yang di luar Pulau Jawa seperti Sesar Indonesia-Australia (penyebab gempa tsunami dahsyat di Aceh 2004), Sesar Belakang Busur Flores di utara kepulauan Nusa Tenggara, Sesar Palu-Koro di Sulawesi Tengah, Sesar Tairura-Aiduna Papua, Sesar Sorong Papua, dan masih banyak lagi. Itupun masih banyak yang belum diteliti, jadi harus selalu meng-upgrade ilmu dan update info, tentunya dengan sumber yang bisa dipertanggungjawabkan.

Di-update 4 Januari 2019: Jumlah sesar bertambah dan ditemukan setelah diteliti. Menurut Kepala Sub-bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi, Ahmad Solihin, Di pulau Jawa pada tahun 2010 dipublikasikan baru 4 patahan saja, sementara tahun 2017 meningkat menjadi 34 patahan. Di Indonesia pada tahun  2010 terdapat 81 sesar, sedangkan tahun 2018 meningkat menjadi 295 sesar. Patahan yang ditemukan berada di Pulau Jawa meliputi: Lembang-Baribis, Bumi Ayu, Semarang, dan Yogyakarta. Untuk wilayah Bandung, Padalarang, dan Purwakarta ada 6 patahan aktif, meliputi: Baribis, Cisomang, Walini, Citarum, Rajamandala, dan Lembang (sumber: Koran Pikiran Rakyat 14 Januari 2019). Itupun masih harus diteliti lebih dalam, mengingat kemungkinan jumlah patahan baru masih terbuka.

Di-update 15 Maret 2019:
Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Mudrik R. Daryono mengatakan bahwa Sesar Lembang membentang 29 km dari Lembang, Parongpong, Cisarua, Ngamprah, hingga Padalarang bisa menghasilkan gempa bumi bermagnitudo 6,5 hingga 7. Namun, hal itu tidak perlu ditakuti secara berlebihan, tapi tetap harus diwaspadai dan dipersiapkan segala sesuatunya. Sosialisasi dari pemerintah setempat harus semakin digalakkan. Berdasarkan hasil penelitiannya (bersama tim peneliti), siklus gempa bumi Sesar Lembang bisa berulang terjadi setiap 170-670 tahun. Sementara, dalam kurun waktu 560 tahun terakhir, belum pernah terjadi gempa bumi lagi di jalur Sesar Lembang (sumber: Koran Pikiran Rakyat 15 Maret 2019).

Ada sisa sekitar 110 tahun lagi, tapi itu tidak bisa diprediksi scr akurat dan hanya Allah Swt yang tahu, bisa saja gempa bumi (akbt Sesar Lembang) terjadi 100 tahun lagi, 10 tahun lagi, 1 tahun lagi, atau malah besok, kita tidak akan pernah tahu😱.
Sumber: Koran Pikiran Rakyat 15 Maret 2019

2. Mengetahui zona rawan tsunami, terutama bagi yang tinggal di dekat pantai, meliputi: Pantai Barat Sumatera, Pantai Selatan Jawa, Pantai Selatan Nusa Tenggara Timur (NTT), Pantai Utara NTT, Pantai Utara Papua, Pantai Timur Menado, Pantai Barat Maluku, Pantai Utara Sulawesi, Toli-Toli, Pantai bagian Barat Sulawesi, dan Kepulauan Ambon (sumber: BMKG, dikutip dari news.okezone.com).

3. Pembangunan rumah tahan gempa
Banyaknya bangunan yang ambruk akibat gempa bumi di Palu mengindikasikan sebagian besar bangunan di sana belum didesain untuk tahan gempa. Menurut Dwantoro Hardjito, pemilik bangunan dan tukang yang mengerjakan dapat dipastikan tidak memiliki pengetahuan cukup tentang perilaku material dinding bata dan pengaku beton bertulang (istilah aneh, intinya menurut orang awam mah bangunan tahan gempa lah😜). Masih menurut beliau, akibatnya, bangunan yang dihasilkan hanya kuat memikul beban gravitasi, tapi sangat rentan beban gempa. Teknologinya sudah tersedia, bahkan tanpa tambahan biaya, hanya masalahnya mau belajar dan menggunakan atau tidak. Di sini penyadaran dan pelatihan dari pemerintah kepada masyarakat masih minim. Pemerintah pun dinilai masih setengah2 memberikan izin bangunan tahan gempa, padahal hal tersebut sudah dilakukan pasca gempa Yogyakarta pada tahun 2006.

Upaya pembangunan kembali rumah tahan gempa pasca-gempa terdahulu di Indonesia sdh dilakukan dengan adanya:
- Rumah kubah teletubbies di Yogyakarta (bantuan dari negara lain) yang dapat dibangun dalam waktu 1 hari saja dengan teknologi khusus dari luar negeri
- Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) di Aceh dan Nias (proyek pemerintah) yang diklaim ramah lingkungan dengan waktu pengerjaan 2 hari
- Dan yang terbaru rumah Kopassus (bantuan Kopassus) di Serang, Banten, yang disebut2 berbahan dasar campuran 70% semen dan 30% selulosa, serta memiliki risiko minimal terhadap kebakaran (sumber: www.99.co). Konsep rumah tersebut dapat dibangun dalam jangka waktu 7 hari
Rumah-rumah tahan gempa tersebut pada dasarnya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing2, ditawarkan dengan harga kisaran Rp. 40-75 juta per unit (sumber: properti.kompas.com). Tapi, ada juga yang gratis (kerja sama pemerintah dengan Corporate Social Responsibility/CSR swasta dan organisasi tertentu) diperuntukkan bagi warga yang kurang mampu.

Untuk penjelasan secara rinci tentang konsep rumah tahan gempa, saya ambil satu contoh konsep rumah tahan gempa yang paling fenomenal di Indonesia, yaitu rumah dome/kubah teletubbies, terdiri dari 2 lantai, disebut ramah dengan alam dan bisa diselesaikan selama satu hari pembangunan menggunakan teknologi khusus. Rumah tersebut tentunya harus dibangun di atas tanah yang stabil. Karena bentuk dan konstruksinya, rumah kubah dipercaya tahan gempa, tahan api, badai, dan topan. Dome juga disebut anti rayap, tikus, dan jamur. Meskipun menggunakan teknologi khusus, masyarakat setempat dilibatkan penuh dalam proses pembangunannya. Konsep rumah dome bahkan bisa menjadi wisata komersial dan memberdayakan ekonomi masyarakat sekitar. Namun, konsep ini masih memiliki masalah dalam hal ventilasi, kamar mandi (1 kamar mandi untuk 8-10 orang di tiap bloknya, dan sulit untuk memasak karena asap akan membuat pengap ruangan (sumber: www.rapler.com). Akibatnya, warga membuat ruangan sendiri yang bisa jadi tidak tahan gempa (tidak bisa disalahkan juga karena itu hak warga juga).


Rumah Tahan Gempa Teletubbies Dome, Terinspirasi dari Acara Teletubbies (Acara Televisi Anak-Anak yg Populer di Thn 97-an) di Yogyakarta dan Sleman Harus Diterapkan di Tempat Lain di Indonesia yang Rawan Gempa Bumi juga. Sumber: news.detik.com

4. Pembangunan rumah tahan tsunami
Rumah tahan tsunami yang dibangun di pesisir pantai bisa dikatakan harus lebih kompleks pembangunannya, karena harus tahan tsunami sekaligus menahan gempa bumi dan banjir bandang. Tidak perlu mencari desain dari luar negeri, sejarah membuktikan justru bangunan tradisional Sulawesi Tengah (Palu) yang berbentuk rumah panggung merupakan contoh yang baik untuk pembangunan rumah tahan tsunami. Rumah panggung tsb dibuat dari material kayu terbaik yang terbukti memiliki daya lentur lebih baik daripada material beton. Ikatan balok antar kayu menggunakan pin dan ikatan, sehingga lebih fleksibel terhadap guncangan. Ya, saat gempa bumi dan tsunami di Palu September 2018, banyak rumah panggung yang berdiri kokoh sementara bangunan kiri kanannya luluh lantak. Namun, menurut Rifai Mardin, dosen teknik arsitektur Universitas Tadulako, rumah panggung tersebut memang tahan gempa, tsunami, dan banjir, tapi kemampuannya masih terbatas, yakni:
- Gelombang yang datang tidak setinggi badan bangunan atau di atas 2 meter dari lantai dasar rumah
- Air yang datang tidak membawa debris (tumpukan pecahan batu dan reruntuhan akibat erosi) yang besar

Rumah Tahan Tsunami, Gempa Bumi, dan Banjir Bandang, walau masih Menyimpan Kelemahan. Sumber: properti.kompas.com
Rifai Mardin, dosen teknik arsitektur dari Universitas Tadulako, menuturkan, masyarakat zaman dulu telah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kondisi wilayah tempat tinggalnya. Pengetahuan ini tercermin dalam berbagai tradisi, termasuk dalam merancang bangunan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Rumah Tradisional Sulawesi, Tahan Gempa dan Tsunami", https://properti.kompas.com/read/2018/10/07/160000721/rumah-tradisional-sulawesi-tahan-gempa-dan-tsunami.
Penulis : Rosiana Haryanti
Editor : Hilda B Alexander

5. Mengetahui zona-zona rentan likuefaksi (bukan likuifaksi), yaitu tanah yang mencair kehilangan kekuatannya akibat kejadian ekstrem seperti gempa. Zona likuefaksi kini masih belum jelas dan penelitiannyan pun masih minim. Kalaupun sudah diketahui, itu akibat didahului gempa bumi dan tsunami di Palu. Zona likuefaksi di Palu tepatnya di daerah Petobo, Balaroa, dan Jono Oge. Zona likuefaksi wajib dijadikan daerah terbuka hijau dan bukan untuk area hunian (sumber: Dwantoro Hardjito). Saat ini, belum ada rumah tahan likuefaksi, jadi dilarang untuk dijadikan tempat tinggal penduduk. Sehebat dan sekokoh apapun bangunan, jika tanah di bawahnya terkena likuefaksi akan hanyut dalam sekejap😱.

6. Pendidikan mitigasi bencana dan menjaga alam di Sekolah Formal

Pemerintah harus memasukkan pendidikan manajemen mitigasi bencana dan menjaga alam ke dalam kurikulum pendidikan dan menjadi bagian dari pendidikan formal, seperti halnya mata pelajaran matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dsb. Menurut saya, selama ini pendidikan di Indonesia terlalu dijejali ilmu sains yang menitikberatkan otak kiri (ini harus dikurangi), dibebani sistem peringkat yg cenderung membanding2kan (di luar peringkat 10 besar dianggap kurang pintar), dan kurang memperhatikan ilmu yang lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, termasuk pendidikan moral, seni kreatif, dan inovatif. Terlalu dijejali ilmu sains membuat murid mudah stres dan kurang terlihat potensi sesungguhnya. Lihat saja di Jepang, anak-anak sekolah sudah diajarkan ilmunya (dan langsung praktik) bagaimana jika terjadi gempa, bagaimana jika terjadi tsunami, bagaimana sikap menghadapi orang asing, bagaimana menjaga kebersihan, bagaimana bersikap jujur (tidak korupsi), bagaimana membentuk karakter yang kuat, bagaimana bermimpi besar, bagaimana melestarikan budaya lokal, bagaimana menjaga kebersihan, bagaimana melestarikan alam, dsb. Tentunya dibutuhkan keteladanan dan kompetensi juga dari para gurunya. Ini yang di Indonesia masih kurang. Berkaitan dengan alam, ada semacam hubungan timbal balik, jika manusianya senang menjaga alam, maka alamnya pun akan memberikan umpan balik yang positif berupa alam yang indah, tanah yang subur, dan cuaca yang berkah, tapi jika manusianya senang merusak alam, maka alam pun akan protes dengan caranya sendiri dengan adanya bencana besar dan yang jadi korban tidak hanya si perusak alam, tapi juga semua orang yang tinggal di daerah tersebut😱.

Perlu digalakkan juga penanaman pohon mangrove (bakau) terutama di daerah pesisir pantai bukan hanya untuk keseimbangan ekosistem dan penghasil oksigen alami, tapi juga untuk mencegah abrasi/pengikisan pantai, mencegah banjir, pemecah ombak alami, dan terutama menahan laju tsunami. Mengapa harus pohon bakau? karena akarnya yang sangat kuat untuk menahan dan mencegah abrasi pantai, banjir, ombak, dan terutama tsunami. Dalam banyak kasus, hutan bakau melindungi kawasan pesisir dari terjangan badai, angin topan atau tsunami sekalipun. Karena ekosistem ini mampu menyesap air dalam jumlah besar dan dengan begitu mencegah banjir. "Akar dan dahan bakau menahan gelombang air" kata Femke Tonneijck dari organisasi lingkungan Wetlands International (sumber: www.dw.com).

Hutan Mangrove (Bakau) yang Kini Mulai Berkurang akibat Ulah Manusia. Sumber: sahabatnesia.com

7. Membaca tanda2 alam melalui perilaku hewan
Sebenarnya kita bisa membaca tanda2 alam bakal terjadinya bencana besar apapun dari perilaku hewan yang tidak biasa di daerah tersebut. Hewan tertentu memang dibekali kemampuan lebih oleh Allah Swt dalam hal membaca tanda alam daripada manusia itu sendiri (kecuali manusia khusus yang diberi kelebihan oleh Allah Swt). Tidak ada salahnya, kita sebagai manusia biasa harus mau belajar dari manapun, termasuk dari perilaku hewan. Dikutip dari https://phinemo.com, berikut hewan2 yang bisa mendeteksi bencana gempa bumi dan tsunami:
- Kucing: tidak hanya menjadi salah satu hewan yang paling dekat dengan manusia, tapi juga cukup sensitif akan kedatangan bencana gempa. Biasanya selang beberapa hari sebelum bencana datang, kucing akan menunjukkan perilaku yang cukup aneh. Kucing akan menjadi lebih mudah stress dan mudah mengamuk. Diperkirakan, hewan pendeteksi bencana alam yang satu ini mengetahui gejala ancaman melalui pendengarannya
- Anjing: sangat sensitif (terlihat gelisah, gemetar, dan menggigal) jika akan terjadi bencana besar, termasuk gempa bumi dan cuaca ekstrem
- Sapi: biasanya akan menurunkan produksi susu dalam jumlah yang cukup drastis ketika bencana gempa datang
-  Burung bangau: biasanya hidup dengan normal di kawasan sekitar pantai, tiba-tiba saja berbondong-bondong terbang menjauh dari area pantai. Itu sudah dibuktikan sebelum terjadinya gempa dan tsunami Aceh dan Nias
- Gajah: biasanya jika mereka meraung-raung dan berlari dengan liar itu pertanda akan terjadi bencana gempa bumi dan tsunami. Konon, gajah dipercaya sebagai hewan pendeteksi bencana alam melalui sensor yang ada di kakinya. Hal ini dibuktikan sebelum terjadi gempa di Sri Lanka dan India (2005) dan juga tsunami di Pantai Khao Lak Thailand. Bahkan, gajah2 di Thailand menyelematkan sejumlah turis yang menunggangi gajah tersebut karena gajah2 tsb segera berlari ke bukit sesaat sebelum tsunami terjadi
- Katak: hewan ini akan menjauh dari pusat gempa untuk menyelematkan diri mereka
- Kuda: hewan ini akan meringkik keras dengan intensitas frekuensi yang intens ketika merasa akan terjadi bencana alam. Di alam liar, kuda akan bergerak dengan membentuk formasi melingkar dengan gerakan panik ketika akan terjadi bencana alam
- Semut: biasanya jika mereka bergerombol akan membubarkan diri dari sarang dan mengungsi ke tempat-tempat yang lebih aman, itu pertanda akan terjadinya gempa bumi
- Ular: biasanya hibernasi dan bersembunyi di tempat-tempat hangat justru keluar dan kabur ke tempat yang lebih jauh dari pusat terjadinya bencana. Hal ini terlihat ketika gempa terjadi di Tiongkok saat musim dingin

8. Mempersiapkan bekal yang cukup dan mengamankan dokumen penting dalam 1 tas ransel
Mempersiapkan diri dari kemungkinan terburuk (gempa) terjadi, sehingga sudah tidak perlu memikirkan barang dan dokumen apa saja yang harus segera diselamatkan. Itu semua sudah tersimpan rapi dalam 1 tas ransel. Bagaimana dengan hewan ternak dan peliharaan? Tentunya itu tidak memungkinkan jika dibawa saat terjadi gempa karena situasinya darurat, tapi lepaskan hewan2 tersebut dari kandang (kecuali hewan buas ya takut membahayakan warga sekitar😁). Yang terpenting persiapkan untuk keselamatan diri sendiri, keluarga, dan tetangga terdekat.

Klik Gambar agar Lebih Jelas Tulisannya
Di-update 20 Maret 2019

9. Mempersiapkan alat pendeteksi gempa  bumi dan tsunami
Seringkali alat pendeteksi gempa bumi dan tsunami sudah terpasang di titik rawan gempa & tsunami, tapi tidak dicek secara berkala, shg saat dibutuhkan malah tidak berfungsi. Bahkan pernah kejadian sirine pendeteksi gempa bumi berbunyi & membuat warga sekitar panik malah TDK terjadi gempa bumi. Setelah dicek, ternyata alat pendeteksinya lagi error. Keberadaan alat tsb sngt penting sbg alarm bagi warga sekitar bahwa gempa bumi & tsunami berpotensi terjadi & hrs bertindak cepat utk menghindarinya.

10. Memperbanyak amal kebaikan, ibadah, dan doa
Dengan memperbanyak amal kebaikan, ibadah, dan doa, diharapkan kita semua selalu mendapatkan perlindungan dari segala macam bahaya, termasuk bencana. Aamiin😇. Jikalau bencana pun tetap terjadi, setidaknya amal kebaikan, ibadah, dan doa menjadi penyelamat agar mendapatkan jalan terbaik di dunia maupun di akhirat. Aamiin😇.

b. Tahap Represif
1. Jika terjadi gempa:
Klik Gambar agar Lebih Jelas Tulisannya. Sumber: IG @milleniumict
Sebagai tambahan: Ketika terjadi gempa bumi, segera ambil tas ransel (poin 8 tahap preventif), hindari penggunaan lift dan eskalator saat terjadinya gempa, serta segera mencari titik kumpul terdekat untuk menunggu instruksi selanjutnya. Jangan lupa selalu memantau informasi darurat tentang bencana, baik dari media (kalau ada) maupun mendengar langsung.

2. Jika terjadi tsunami:
Satu yg hrs diwaspadai saat akan terjadinya tsunami yaitu laut tiba2 surut sesaat stlh gempa. Di situ ikan2 akan terlihat menggelepar di darat. Org awam mengatakan itu rezeki, segera diambil, pdhl laut surut stlh gempa dan ikan menggelepar di darat itu pertanda akan datangnya tsunami. Selalu pantau sistem peringatan dini tsunami dan juga informasi darurat tentang bencana, baik dari media (kalau ada) maupun mendengar langsung.
Klik Gambar agar Lebih Jelas Tulisannya

Tsunami di Palu (sktr 8 menit) jauh lbh cepat dari tsunami di Aceh (sktr 20 menit). Hal ini diakibatkan Teluk Palu yg lbh dangkal dan sempit dari Aceh. Jadi, bisa dibayangkan, warga pesisir pantai di Palu hny pny waktu 8 menit utk berlari ke tempat yg aman😱.

Di-update 23 Desember 2018: Indonesia kembali dikagetkan dgn bencana tsunami langka yg cukup merusak (pertama terjadi stlh 1883) akibat longsoran vulkanologi, diawali oleh erupsi Gunung Anak Krakatau yg terjadi di Selat Sunda, Anyer, Banten, & Lampung. Berbeda dgn tsunami Palu yg didahului gempa bumi & sistem peringatan dini (sirine), maka tsunami yg skrg terjadi tdk didahului gempa bumi besar & suara sirine. BMKG sendiri blm memiliki teknologi sistem peringatan dini tsunami yg terjadi akibat selain gempa bumi. Sehingga, sungguh menyedihkan, dgn ketiadaan sistem peringatan dini tsb, korban tdk sempat berlari ke daerah yg lbh tinggi & aman😱. Bencana tsb menimbulkan bnyk korban jiwa, tercatat 168 org meninggal dunia, 745 org luka2, & 30 org hilang (update Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB, 23 Desember 2018 jam 13). Jumlah korban kmgkn bertambah mengingat blm semua wilayah terdampak bencana tersentuh.

Berbeda dgn tsunami akibat gempa bumi yg puncaknya hny terjadi sekali sesaat setelah gempa (stlh itu tdk berbahaya), maka tsunami akibat longsoran vulkanologi yg diawali erupsi gunung bisa justru bisa terjadi kembali dgn kekuatan yg tdk bisa diprediksi tergantung kekuatan erupsi gunung. Status Gunung Anak Krakatau sendiri setelah terjadinya tsunami sampai jam 13 (tgl 23 Desember 2018) adalah waspada, jadi belum bnr2 aman dan warga sekitar wajib mengungsi.



3. Pengungsian
Korban bencana alam pada dasarnya tidak sekedar membutuhkan tempat tinggal sementara yang representatif, tapi juga kebutuhan hidupnya harus terpenuhi sebagaimana seperti ketika hidup sebelum terjadinya bencana. Privasi sudah pasti agak terganggu, karena harus hidup berdampingan dengan banyak korban lain yang senasib. Anak2 harus diberi perhatian lebih dan dihibur. Semuanya harus dikelola melalui manajemen pengungsian yang baik agar hak2 para korban terpenuhi dan risiko terjadinya konflik bisa diminimalisir. Mereka tidak bisa dibiarkan begitu saja di tempat pengungisan, tapi juga harus didampingi&membutuhkan kehadiran:
- Kepala daerah, menteri terkait, bhkn kepala negara jika memang sdh masuk kategori bencana nasional
- Psikolog untuk terapi psikologis dan mental para pengungsi, terutama yang masih anak2. Disebut juga trauma healing
- Psikiater kalau ada pengungsi yang terindikasi mengalami gangguan kejiawaan 
- Dokter kalau ada pengungsi yang tiba2 sakit, berlaku juga utk sukarelawan, & pihak terkait lainnya
- Koki profesional agar dapur umum menyajikan masakan berkualitas, halal, higienis, dan tentunya semakin menambah semarak
- Penceramah untuk meningkatkan spiritualitas para korban bencana alam
- Motivator untuk membangkitkan kembali semangat hidup para pengungsi
- Entertainer, baik itu artis, penyanyi, komedian, dsb, untuk menghibur para pengungsi, tapi tetap memperhatikan empati dan kepedulian sosial yang baik
- Orang2 inspiratif yang pernah menjadi korban bencana alam, namun segera bangkit dan sukses

Jangan lupakan juga peran besar sukarelawan yang mau berkorban untuk kepentingan orang banyak, bahkan kepentingan diri sendiri dan keluarganya pun terabaikan. Saya rasa kehadiran orang2 tsb di tempat2 pengungsian di Indonesia masih terlihat belum optimal dan cenderung setengah2 (mungkin masalah keterbatasan anggaran juga hehe..), tapi ke depannya hal tersebut sudah menjadi semacam keharusan.

Kementerian Sosial menyoroti perlu adanya pembenahan manajemen pengungsian bencana alam:
- Tempat pengungsian seluas 100 meter idealnya dihuni oleh 50 orang pengungsi, tapi saat ini bisa dihuni oleh 100-200 pengungsi (persis spt masalah pada Lapas😜)
- Pasokan air bersih dan tempat sampah masih kurang
- Emergency Shelter harusnya antara 3-10 hari, faktanya banyak yang berbulan2
- Perlunya ada sistem kamar agar privasi terjaga
- Ventilasi harus ditingkatkan
(sumber: www.republika.co.id)

4. Rentan Penjarahan
Berkaca dari bencana gempa bumi di Palu, ternyata penjarahan ada yg dibolehkan dan diucapkan langsung melalui pengumuman Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, 30 September 2018, bahwa masyarakat korban bencana alam boleh mengambil bahan makanan di jejaring toko serba ada, Hypermart, Indomaret dan Alfamart dgn syarat bantuan yg diharapkan blm diterima akibat sulitnya akses.  Semuanya nanti akan diganti oleh pemerintah. Namun, masalahnya ada penyusup pelaku kriminal murni yg bkn korban bencana alam ikut2an memanfaatkan situasi utk kepentingan pribadi. Bahkan pengumuman Mendagri disalahartikan sampai mengambil bhn bakar dan menjebol Anjungan Tunai Mandiri (ATM) segala. Dikhawatirkan bnyk provokator juga. Untungnya, kepolisian setempat sdh bisa mengetahui mana korban bencana alam mana korban jadi-jadian yg lgsg ditangkap. Tapi, jelas ini bukan kondisi yg ideal dan hrs diperbaiki ke depannya. Peran kepolisian hrs lbh optimal dan selalu berkoordinasi dgn aparat penegak hukum lainnya (sumber: BBC News Indonesia tanggal 2 Oktober 2018).

5. Memperbanyak amal kebaikan, ibadah, dan berdoa
Jikalau bencana pun tetap terjadi, setidaknya amal kebaikan, ibadah, dan doa menjadi penyelamat agar mendapatkan jalan terbaik di dunia maupun di akhirat, serta akan mendapatkan pertolongan dari arah yang tidak diduga2. Aamiin😇.

Setiap bencana memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga membutuhkan manajemen mitigasi yang berbeda pula. Di samping bencana gempa bumi dan tsunami, Indonesia juga rawan banjir dan longsor ketika sudah memasuki musim peralihan dan musim hujan. Tingkat kewaspadaan harus semakin tinggi saat akhir tahun, pergantian tahun, dan terutama awal tahun, karena saat2 awal tahun merupakan puncak musim hujan. Untuk itu, saya akan membuat artikel blog berikutnya tentang manajemen mitigasi bencana banjir dan longsor di Jawa Barat. Semoga dengan adanya manajemen mitigasi bencana yang semakin baik (tidak sebatas teori, tapi juga praktik), maka risiko akibat bencana dapat diminimalisir melalui langkah preventif dan represif yang tepat. Dan hal tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak, bukan hanya pemerintah semata. Terakhir, terlepas dari segala kekurangan (mhn dimaafkan), semoga artikel ini bermanfaat :)

Silakan mampir juga ke blog saya yang kedua (tentang kesehatan & kemanusiaan, full text english) dan ketiga (tentang masalah & solusi kelistrikan). Semoga bermanfaat. Terima kasih. Berikut link-nya:
Blog 2: healthyhumanityvicagi.blogspot.com
Blog 3: listrikvic.blogspot.com


Manajemen Puasa Ramadan yang Menyenangkan

Seringkali kita mendengar istilah manajemen yang merupakan salah satu jurusan perkuliahan di fakultas ekonomi, tapi kurang paham apa defini...