All about Innovation💡, Law⚖️, Management📝, & Soccer⚽: Mei 2021

IWA

Sabtu, 01 Mei 2021

Pro-Kontra Aturan Larangan Mudik Lebaran 2021

Pandemi Covid-19 mengubah hampir seluruh sektor kehidupan manusia. Pusat peradaban bukan lagi interaksi nyata (tatap muka), melainkan teknologi virtual. Hal itu berlaku pula dalam lingkup pergaulan manusia. Silaturahim sebisa mungkin tetap terjaga walau dibatasi aturan ini itu. Hal ini berlaku pula bagi umat Islam di Indonesia yang ingin melaksanakan tradisi mudik Lebaran setahun sekali, bertujuan untuk bersilaturahim dengan keluarga besar maupun sahabat yang sudah lama tidak bertemu. Tradisi mudik (jarak jauh) Lebaran tahun 2021 yang dimulai tanggal 6-17 Mei 2021 resmi ditiadakan. Bahkan, larangan mudik jarak jauh untuk semua jenis transportasi telah dibuat aturannya, yaitu Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun 2021 tentang Pengendalian Transportasi selama Masa Idul Fitri 1442 H dalam rangka Pencegahan Covid-19. Namun, untuk transportasi barang dan logistik tetap berjalan seperti biasa (sumber: otomotif.kompas.com). Hukuman yang diberlakukan atas pelanggaran tersebut mulai dari putar balik hingga pemberlakuan tilang.


Sedangkan mudik jarak jauh sebelum tanggal 6 Mei 2021 (tanggal 22 April-5 Mei 2021) dan setelah tanggal 17 Mei 2021 (18-24 Mei 2021) diperbolehkan dengan syarat yang sangat ketat dengan nama program pengetatan mobilitas Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN).


Adapun mudik Lebaran yang masih diperbolehkan di hari-H adalah untuk jarak dekat wilayah aglomerasi perkotaan (suatu kota besar dan padat penduduk yang didukung dengan kota/kabupaten satelit di pinggirannya), meliputi:

1. Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo

2. Jabodetabek: Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi

3. Bandung Raya: Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat

4. Yogyakarta Raya: Kota Yogyakarta, Sleman, Bantul, Kulon Progo, Gunungkidul

5. Semarang, Kendal, Demak, Ungaran, dan Purwodadi

6. Solo Raya: Kota Solo, Sukoharjo, Boyolali, Klaten, Wonogiri, Karanganyar, dan Sragen

7. Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan

8. Makassar, Sungguminasa, Takalar, dan Maros

(sumber: suarasurabaya.net)


Aturan tersebut tentunya menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.

A. Argumen yang Pro:

1. Penularan Covid-19 masih tinggi sedangkan mudik Lebaran dan libur panjang dikhawatirkan menimbulkan klaster baru. Seperti yang sudah-sudah, setiap libur panjang selalu terjadi lonjakan kasus Covid-19. Tentunya ini harus dikendalikan dan dibatasi. Jangan sampai niat mudik malah berakhir di rumah sakit dalam jangka waktu yang lama dan tidak bisa bertemu saudara sama sekali...

2. Menurut survei yang dilakukan oleh Balitbang Kemenhub pada Maret 2021, sebanyak 11 % responden atau 27 juta masyarakat yang memilih tetap mudik meskipun dilarang. Ada aturan saja sudah seperti itu. Bagaimana jika tidak dilarang dengan aturan yang tegas?

3. Belum semua warga mendapatkan vaksin Covid-19 dan itu berisiko tinggi saat kegiatan mudik Lebaran dengan mobilitas orang yang tinggi

4. Menurut Edi Wuryanto, anggota Komisi IX DPR RI, mudik bukanlah kegiatan prioritas. Silaturahim memang penting, tetapi tidak harus tatap muka. Bisa diakali dengan teknologi virtual. Masyarakat harus semakin diingatkan bahwa pelarangan mudik demi mencegah penyebaran virus Covid-19

5. Menurut Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, ada kekhawatiran jika kasus Covid-19 meningkat, maka biaya penangannya akan lebih besar dari roda ekonomi yang berputar saat Lebaran. Tentu harus diantisipasi melalui aturan yang tepat

6. Menurut Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, keberadaan aturan ini menjadi momen yang tepat untuk memulihkan pandemi dan juga sektor ekonomi Indonesia. Di India saja, begitu dibuka wilayahnya, terutama saat libur panjang, kasus Covid-19 naik 30 %

7. Mudik menurut Islam bukanlah kewajiban, melainkan tradisi khas umat Islam di Indonesia. Sudah selayaknyalah menahan diri untuk melakukan perjalanan mudik Lebaran demi mencegah kemudaratan yang lebih besar

8. Menurut Anwar Abbas, Sekjen Majelis Ulama Indonesia, hukum mudik itu mubah (boleh) dengan syarat daerah asal dan daerah tujuan mudik bebas dari wabah. Jika salah satunya bahkan keduanya ada wabah maka menjadi haram. Untuk itulah, pemerintah perlu hadir membatasi mobilitas pemudik melalui aturan, karena untuk saat ini sulit untuk mendeteksi suatu daerah di Indonesia benar-benar bebas dari wabah.


B. Argumen yang Kontra:

1. Kasus Covid-19 di Indonesia sudah mengalami penurunan dibanding sebelumnya. Sudah saatnya masyarakat (di bawah arahan pihak yang berwenang) mengombinasikan kehidupan era kenormalan baru dengan kehidupan normal yang sesungguhnya (seperti tradisi Lebaran), tentunya secara bertahap. Masyarakat pun sudah jenuh terhadap kehidupan yang serba dibatasi ini dan berpengaruh terhadap penghasilan mereka

2. Pengusaha transportasi banyak yang mengeluh akan merugi besar di saat tanggal 6-17 Mei 2021 diwajibkan setop beroperasi dan dilarang mengangkut penumpang umum yang hendak mudik. Solusi yang realistis adalah menyesuaikan (menaikkan) tarif angkutan dari 100-200 % saat sebelum tanggal 6 Mei 2021 atau sesudah tanggal 17 Mei 2021. Masalah pun muncul karena sejak pandemi, pengusaha transportasi seperti bus mengalami kerugian akibat minim penumpang. Dengan dinaikkan sampai 100 % bahkan 200 % bisa membuat penumpang semakin mengurungkan niatnya untuk pulang kampung. Tentunya harus dipikirkan solusinya

3. Mudik dilarang tetapi piknik ke tempat obyek wisata atau mal diperbolehkan. Bukankah piknik ke tempat obyek wisata atau mal juga mengundang kerumunan saat libur Lebaran nanti? Apa tidak terpikirkan keluarga besar dari luar kota datang jauh-jauh justru saling bertemu di tempat piknik atau mal dengan mengakali aparat keamanan? Tentunya aturan yang dibuat harus lebih menyeluruh jika ingin ditegakkan. Kalau menurut Fadli Zon, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, akan muncul jenis wisata baru, yaitu wisata mudik

4. Menurut Said Abdullah, Ketua Badan Anggaran DPR RI, justru momentum ini harus dikelola untuk membiasakan rakyat menghadapi era kenormalan baru. Tidak berbicara aspek kesehatan, tetapi juga ada aspek budaya dan ekonomi yang besar dalam setiap kegiatan mudik. Mobilitas orang dari kota sebagai pusat ekonomi ke desa cukup tinggi. Di Pulau Jawa saja, tradisi mudik Lebaran berkontribusi 58 % terhadap PDB nasional. Kenapa tidak dikebut saja program vaksinasi dan diterapkan syarat hasil tes PCR kepada setiap pemudik? (sumber: voi.id)

5. Pemerintah sudah mengizinkan ibadah salat tarawih di masjid dan bahkan sektor pariwisata juga saat libur Lebaran nanti. Bahkan, untuk sektor pariwisata sudah direstui langsung oleh Sandiaga Uno selaku Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Tentunya jika ada larangan mudik akan terjadi pertentangan dengan kebijakan sebelumnya

6. Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Zulkieflimansyah justru menentang pemerintah pusat dan tetap mengizinkan tradisi mudik Lebaran dengan syarat tertentu. Alasannya para pemudik rindu sekali dengan keluarga besarnya dan kalau diatur serta dilarang ini itu khawatir timbul masalah baru

7. Mudik memang bukanlah kewajiban dalam Islam, hanyalah tradisi semata. Tapi, momen bersilaturahim secara fisik dengan keluarga besar yang terpisah akibat merantau, itu yang mahal dan sulit untuk dilarang. Apalagi, umur orang hanya Allah Swt yang tahu. Tahun ini bisa bertemu, tahun depan belum tentu

8. Adanya kekhawatiran tebang pilih dalam menerapkan aturan tersebut. Jangan sampai tegas ke warga negara sendiri, tapi lunak ke warga asing. 


Setiap aturan yang dibuat oleh pemerintah selalu saja menimbulkan pro dan kontra, apalagi menyangkut kepentingan orang banyak. Tentunya pemerintah diharapkan selalu transparan dan mampu menampung aspirasi semua pemangku kepentingan. Setelah semua aspirasi diterima, pemerintah diharapkan bisa mengambil keputusan terbaik. Biasanya keputusan tersebut tidak akan memuaskan semua pihak, tapi setidaknya telah berupaya merangkul semua pihak, sehingga pihak yang merasa dirugikan pun memaklumi dan patuh terhadap kebijakan pemerintah. Pemerintah tentunya harus bijak dan tegas mengambil tindakan terhadap pemudik yang melanggar. Pada akhirnya, keputusan akhir diserahkan kepada masyarakat. Niat mudik tentunya dalam kondisi pandemi korona harus lebih diwaspadai. Pemudik wajib mematuhi aturan yang berlaku, termasuk protokol kesehatan, dan harus siap menanggung risiko serta menerima kemungkinan terburuk tanpa menyalahkan pihak lain, yaitu jika di tengah perjalanan mudik terpapar virus korona, tidak bisa bersilaturahim dengan saudara (gagal mudik), harus diisolasi mandiri di tempat yang mungkin tidak nyaman (sudah lama tidak dihuni manusia), bahkan harus siap juga dirawat di rumah sakit jauh dari lokasi tujuan mudik. 

Mudik Lebaran Jarak Jauh (yang Dilarang) Tanggal 6-17 Mei 2021. Jika Dilakukan Sebelum Tanggal 6 Mei 2021 atau Sesudah Tanggal 17 Mei 2021 Disebut Pulang Kampung😃


Silakan mampir juga ke blog saya yang kedua (tentang kesehatan & kemanusiaan, full text english) ketiga (tentang masalah & solusi kelistrikan), dan keempat (tentang hewan peliharaan). Semoga bermanfaat. Terima kasih. Berikut link-nya:

Blog 2: healthyhumanityvicagi.blogspot.com

Blog 3: listrikvic.blogspot.com

Blog 4: petsvic.blogspot.com

Manajemen Puasa Ramadan yang Menyenangkan

Seringkali kita mendengar istilah manajemen yang merupakan salah satu jurusan perkuliahan di fakultas ekonomi, tapi kurang paham apa defini...