Omnibus Law ⚖️ merupakan aturan hukum berupa Undang-Undang (UU) yang dibuat untuk mencabut/mengubah/mengkompilasi beberapa UU agar lebih sederhana, efektif dan efisien. Aturan UU di Indonesia saat ini dinilai mengalami Hyper Regulation, yaitu kondisi dimana jumlah UU terlalu banyak dan tumpang tindih, tapi minim penegakan.
Di Indonesia, Omnibus Law yang paling sering kita dengar adalah:
1. UU Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023. Setidaknya ada sekitar 79 UU dirangkum dan 1200 pasal dimodifikasi dalam UU Cipta Kerja. Setelah dirangkum dan dimodifikasi pun, ternyata tetap mendapatkan kritikan dari pihak buruh karena ada sejumlah pasal yang merugikan kaum buruh dan hanya menguntungkan pengusaha serta pemodal. Contoh paling nyata adalah PHK massal yang semakin dipermudah syaratnya tanpa memberikan solusi untuk buruh, outsorcing yang semakin meningkat, dan pemberian pesangon yang lebih rendah. Tentunya tuntutan buruh ini akan semakin menggema saat peringatan Hari Buruh Internasional tanggal 1 Mei
2. UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 bertujuan menyederhanakan regulasi, meningkatkan layanan kesehatan berikut inovasinya. Setidaknya 11 UU seputar kesehatan disederhanakan, 26 Peraturan Pemerintah (PP), 6 Peraturan Presiden, dan 326 Peraturan Menteri dicabut. Namun, aturan tersebut tetap menyimpan kelemahan, terutama kemungkinan adanya potensi konflik antara sesama profesi tenaga kesehatan, potensi liberalisasi tenaga kesehatan, dan masih adanya kesengajaan untuk implementasi di daerah terpencil. Ujung-ujungnya, pasienlah yang kena getahnya.
Penerapan Omnibus Law di Indonesia ini tidaklah sempurna, selalu menuai pro dan kontra. Di balik kelebihan, ada pula kekurangannya.
Kelebihan:
1. Dapat memperkuat ekonomi negara, dengan cara menumbuhkan kepercayaan investor dan daya saing bangsa. Dengan Meningkatnya investasi, baik domestik maupun asing, ujungnya membuka lapangan kerja baru dengan bermunculannya usaha baru
2. Menghindari aturan sepihak yang menguntungkan pihak tertentu. Idealnya semua pihak yang terlibat harus puas dengan aturan yang dibuat, walau tidak mungkin sempurna
3. Menghindari aturan sejenis yang terlalu banyak dan tumpang tindih
4. Meningkatkan koordinasi dan kekompakan antara pemerintah pusat dan daerah, terutama untuk membuat kebijakan
5. Meningkatkan penegakan hukum yang lebih baik dan adil
6. Birokrasi yang lebih ramping, sehingga ketika mengurus perizinan akan lebih mudah
7. Ketika mengoreksi regulasi bermasalah akan lebih praktis.
Kelemahan:
1. Ada kekhawatiran lebih mengutamakan investor asing daripada lokal. Begitupun kehadiran pekerja asing bisa mengancam eksistensi pekerja lokal. Analoginya sederhana, lihat saja tim nasional sepak bola Indonesia, dominasi pemain naturalisasi membuat pemain lokal non-naturalisasi semakin tersisih, hanya beberapa saja yang bertahan, menjadi pemain cadangan pun sudah luar biasa
2. Keterlibatan dari pihak-pihak terdampak yang dianggap tidak punya power dikhawatirkan hanya formalitas semata. Mereka sebetulnya sudah dijembatani, ide-ide mereka ditampung dan diajak diskusi, namun dibatasi. Di samping itu, ada kekhawatiran soal pihak yang dianggap menguntungkan penguasa bersikap dominan, lebih diperhatikan, dan memengaruhi hasil akhir, sehingga kurang netral
3. Perlindungan untuk pihak yang dianggap lemah tetap ada, namun rentan dikurangi demi kepentingan pihak tertentu yang menguntungkan penguasa, seperti pihak investor lebih diprioritaskan daripada pekerja
4. Berpotensi terjadi ketidakjelasan dalam interpretasi hukum, terutama dalam menafsirkan dan memaknai suatu pasal. Hal ini bisa saja terjadi karena dari sekian banyak UU disederhanakan jadi 1 UU saja
5. Karena sifatnya meringkas, terkadang mengurangi ketelitian. Yang paling umum adalah salah ketik
6. Pengelolaan lingkungan bukan menjadi prioritas agar memberi kemudahan investasi. Dengan kata lain, kemudahan perizinan berpotensi merusak lingkungan sekitar
7. Masih belum menampung keresahan banyak pihak, misal masalah pungutan liar (pungli) yang semakin merajalela membuat investor (lokal maupun asing) kabur dan memilih berinvestasi di negara lain. Ujung-ujungnya, pekerja lah yang paling dirugikan dengan adanya PHK massal. Menurut saya, akar masalah pungli adalah kesenjangan sosial, beking yang kuat, penegakan hukum, dan sanksi sosial yang lemah. Jangan heran masalah pungli ini selalu berulang dan bahkan semakin merajalela membuat kabur investor.
Penerapan Omnibus Law di Indonesia masih jauh dari sempurna tapi tetap harus dilakukan demi mendapatkan kepastian hukum yang lebih baik ke depannya⚖️.
Silakan mampir juga ke blog saya yang kedua (tentang kesehatan dan kemanusiaan, full text english), ketiga (tentang masalah dan solusi kelistrikan), serta keempat (tentang hewan peliharaan). Semoga bermanfaat. Terima kasih. Berikut link-nya:
Blog 2: healthyhumanityvicagi.blogspot.com
Blog 3: listrikvic.blogspot.com
Blog 4: petsvic.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1. Silakan berkomentar secara bijak
2. Terbuka terhadap masukan untuk perbaikan blog ini
3. Niatkan blogwalking dan saling follow blog sebagai sarana silaturahim dan berbagi ilmu/kebaikan yang paling simpel. Semoga berkah, Aamiin :)😇
4. Ingat, silaturahim memperpanjang umur...blog ;)😜