All about Innovation💡, Law⚖️, Management📝, & Soccer⚽: PSSI Era Reformasi memang "Sakti", Tinjauan secara Yuridis

IWA

Minggu, 21 Oktober 2018

PSSI Era Reformasi memang "Sakti", Tinjauan secara Yuridis

Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) merupakan badan tertinggi yang mengelola seluruh kegiatan sepak bola di Indonesia dan bermuara kepada induk sepak bola dunia yang bernama Federation of International Football Association (FIFA), mengingat PSSI diakui secara resmi sebagai salah satu anggota FIFA. Artikel ini lebih fokus kepada PSSI era reformasi, periode 2016-2020. Kenapa disebut PSSI era reformasi? Karena PSSI sebelumnya sempat dibekukan akibat berbagai masalah yang cenderung dibiarkan selama bertahun-tahun, seperti transparasi keuangan, jual beli hak siar, tata kelola klub, adanya politik di sepak bola, dan sebagainya (sumber: https: bola.tempo.co). PSSI era reformasi sebagai tanda awal pencabutan pembekuan PSSI oleh Imam Nahrawi, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), diakui kembali oleh FIFA (walau peringkat timnas merosot tajam), dan aktivitas PSSI berjalan dengan normal tanpa intervensi. PSSI era reformasi diharapkan dapat mereformasi kekurangan-kekurangan PSSI di masa lalu dan menjadikan PSSI lebih berprestasi ke depannya.

Ketua umum (ketum) PSSI yang paling baru (periode 2016-2020), Letnan Jenderal Edy Rahmayadi, dipilih berdasarkan suara terbanyak, untuk menyisihkan lawan-lawannya secara telak, dianggap sosok yang tepat untuk memberikan perubahan persepakbolaan nasional ke arah yang lebih baik. Mengenai background beliau, dilansir dari www.pikiranrakyat.com, di dunia sepakbola, meskipun tidak terdengar tapi ternyata dia pernah aktif sebagai pemain di era Ricky Yacobi. Tapi, dia tidak meneruskan dan memilih masuk tentara. Meskipun tidak menjadi pesepakbola, tapi Edy memiliki lima tahun pengalaman di level pembina sepak bola, sebagai Ketua PSAD (Persatuan Sepak Bola Angkatan Darat) dari 2000-2005. Dia menjadi Ketua PSAD (tim divisi 2 PSSI) pada saat masih bertugas sebagai Danyon Linud 100 Medan pada tahun 2000.
Berikut visi dan misi Edy Rahmayadi (dipaparkan saat masih menjadi calon ketum PSSI):
Visi :
1. PSSI yang Profesional dan Bermartabat dengan membangun sepak bola Indonesia yang jujur tanpa ada kepentingan politik (faktanya pas Pilkada 2018??)
2. Membawa Indonesia tampil di Olimpiade 2024 (realistis ga ya, di Asia pun masih berat)

Misi :
1. Fokus pada pembinaan sepak bola di usia dini dengan memperbanyak kompetisi di berbagai level (boleh lah sudah mulai tampak, bahkan ada Liga Santri Nusantara segala dan mengizinkan pihak swasta terlibat walau tanpa dukungan PSSI)
2. Membagi sepakbola Indonesia ke dalam tiga wilayah: timur, tengah dan barat agar bisa memaksimalkan pembinaan untuk penguatan tim nasional (masih belum optimal, pelatih masih blusukan sendiri2, belum terkoordinasi, dan masih menerima pemain naturalisasi)
3. Memperbaiki sistem bank data pemain dari seluruh Indonesia (belum optimal, terutama untuk bank data pemain dari kompetisi kasta kedua Liga 2 dan di bawahnya)

Prestasi PSSI Tahun 2016-2018
Coba kita kaitkan visi dan misi beliau dengan saat sudah menjadi ketum PSSI periode 2016-2018. Pada tahun pertama kepemimpinannya, situasi PSSI yang mulai kondusif dan bangkit membuat federasi sepak bola ASEAN (AFF) dan federasi sepak bola Asia (AFC) menaruh kepercayaan kepada Indonesia sebagai salah satu aset penting dalam persepakbolaan di kawasan Asia Tenggara dan Asia. Untuk itu, mereka mengizinkan Indonesia menjadi tuan rumah di berbagai event sepak bola di kawasan Asia Tenggara dan Asia, mulai dari tuan rumah Piala AFF U-16 dan U-18, Piala AFC U-19, serta Asian Games, semuanya berlangsung tahun 2018. PSSI pun mampu menjawabnya dengan menjadi tuan rumah yang baik dan berkesan bagi tamu-tamunya. Tentunya, ada andil juga dari suporter setia Indonesia, sehingga PSSI juga wajib berterima kasih (soalnya dirasa masih kurang diapresiasi😜) terhadap suporter Indonesia yang diakui banyak pihak menjadi salah satu suporter yang memiliki antusiasme, loyalisme, dan fanatisme terbaik di dunia.  Secara bisnis pun dianggap berhasil, pengelolaan kompetisi sudah semakin profesional, dan siaran live-nya selalu memiliki rating tinggi. Jangan heran, sponsor semakin banyak dan antusias karena menganggap sepak bola sudah bisa menjadi industri. Bahkan, secara prestasi, yang paling membanggakan adalah prestasi timnas U-16 dengan menjuarai Piala AFF U-16 2018.

Diupdate 23 Oktober 2018 dari sumber Koran Pikiran Rakyat dgn tanggal yg sama: Meskipun masih banyak kekurangan, AFC menilai Liga 1 Indonesia merupakan salah satu liga yang paling berkembang di Asia. Hal itu membuat Liga 1 masuk dalam nominasi liga paling berkembang di tahun 2018. Melihat prestasi2 tersebut, tentunya PSSI tetap harus mendapatkan apresiasi. Diupdate 22 November 2018 dari sumber Koran Pikiran Rakyat dgn tanggal yg sama: Kompetisi Liga 1 Indonesia 2018 meraih peringkat ketiga untuk kategori Best Developing Football League of The Year untuk kompetisi tertinggi tingkat Asia, hanya kalah dari India dan sang juara Vietnam. Penghargaan digagas oleh AFC  yg bekerja sama dengan SPIA (Sport Industry Awards). Secara umum, penilaian itu meliputi management&administration, financial performance, competition, marketing&promotion, and media&communication. Hal ini tentunya sangat membanggakan dan patut diapresiasi kita semua di  tengah kekurangan2 Liga 1 Indonesia 2018 yg lebih sering mencuat di media, termasuk media sosial. Di samping itu, hal tersebut juga bukti bahwa sepak bola Indonesia menyimpan potensi yg luar biasa dan sudah bisa menjadi industri.


Masalah PSSI Tahun 2016-1018
Tapi, selebihnya, ya sepak bola Indonesia masih menyimpan banyak masalah, seperti:
1. Kinerja wasit dan perangkatnya yang terkadang memihak
2. Merekrut pemain instan (naturalisasi)
3. Pengelolaan liga kurang transparan, terutama dalam hal finansial
4. Liga main tapi timnas tetap jalan, pemain potensial klub dicomot, walau mungkin diberi kompensasi. Akibatnya performa pemain di klub maupun timnas menurun akibat kelelahan yg luar biasa. Persiapan utk timnas jadi mepet, cenderung hny memanggil pemain yg diizinkan klub (itupun setelah dinego), dan persiapan Liga 1 juga cenderung seadanya. Padahal menurut FIFA, kalau liga main ya timnas berhenti, begitupun sebaliknya. Aturan tsb sudah dipatuhi oleh negara2 anggota FIFA yg sudah maju sepak bolanya (biasanya negara2 ybs jg sudah maju di berbagai bidang). PSSI pun sptnya bisa berdalih toh sepak bola Indonesia msh taraf berkembang, bkn maju, jd aturan yg berlaku pun suka2 kami sj😜. Diupdate 22 November 2018: korban terakhir ya timnas senior Indonesia berikut pelatih dadakan Bima Sakti di Piala AFF 2018 yg gagal total, tidak lolos di fase grup (padahal ditargetkan juara). Panic recruitment tidak hanya dilakukan oleh pelatih Bima Sakti dlm memilih 23 pemain mengingat persiapan yg mepet dan liga msh aktif, tapi juga PSSI yg merekrut Bima Sakti sbg pelatih. Padahal, kita tahu dia masih minim pengalaman untuk melatih di tingkat timnas senior dan event Asia Tenggara seperti piala AFF. Hanya berbekal pengalaman sebagai asisten pelatih Luis Milla dan lisensi A AFC jelas tidak cukup. Hal tersebut yg diabaikan PSSI, atau memang ingin cari gampangnya saja dan hemat anggaran daripada menggaji pelatih asing (padahal PSSI itu federasi sepak bola yang kaya untuk ukuran Asia Tenggara lho). Mungkin anggarannya buat pos lain saja, buat kepentingan si bos dan kawan2nya...bisa jadi
5. Ulah oknum suporter yang masih memiliki fanatisme sempit dan bertindak brutal
6. Ulah oknum pemain dan ofisial tim yang mencederai sportivitas
7. Kacaunya membuat jadwal pertandingan. Seringkali jadwal diundur/ditunda akibat tidak mendapat izin kepolisian (biasanya bentrok dengan acara besar lain, bukan akibat cuaca ekstrem/sifatnya di luar kemampuan manusia), padahal sudah disusun awal tahun. Aneh juga pihak kepolisian seperti tidak menganalisis sejak awal. Di sisi lain, pihak kepolisian seperti tidak diajak sejak awal oleh PSSI dan PT. LIB (Liga Indonesia Bersatu) saat membuat jadwal pertandingan liga. Sudah rugi waktu, biaya, tenaga, mental, siaran televisi kacau, pembelian tiket dijadwal ulang, dan kondisi tim yang sudah siap tempur menjadi menurun performanya
8. Dugaan pengaturan skor di pertandingan pekan2 akhir Liga 1 dan Liga 2 Indonesia 2018 (walaupun benar akan sangat sulit dibuktikan). Memang baru sebatas dugaan, tapi jika sikap saling curiga dibiarkan bisa mengganggu kondisivitas kompetisi sepak bola di Indonesia dan bahkan bisa mencederai nilai2 sportivitas. Diupdate 20 Desember 2018: bukan sebatas dugaan lagi, tapi kasus suap memang benar adanya, bahkan melibatkan internal PSSI. Bnyk whistle blower di lingkaran spk bola yg  merasa terzalimi mulai berani berkoar2 disertai bukti yg cukup kuat (sumber: Acara TV Mata Najwa PSSI Bisa Apa Jilid 2). Whistle blower merupakan pihak pelapor tindak pidana tapi bukan bagian dari pelaku kejahatan tsb. Berbeda dgn justice collaborator di mana si pelapor juga bagian dari pelaku kejahatan. Kepolisian pun bertindak cepat dgn membentuk Satuan tugas (Satgas) khusus utk memberantas mafia spk bola. Ini patut diapresiasi. Ada pernyataan yg menarik dari acara Mata Najwa tsb bhw kepolisian & aparat penegak hkm dpt lgsg memproses tindak pidana di lingkungan PSSI tanpa hrs ada kekhawatiran intervensi yg dilarang FIFA, sdgkn intervensi tdk blh dilakukan hny yg berkaitan dgn hukum olahraga sepak bola. Ini yg sering disalahartikan & jadi modus PSSI. Lalu, tindak pidana suap sbnrnya sdh ada undang2nya, namun jarang sekali digunakan, yaitu Undang-Undang Suap Nomor 11 Tahun 1980. Selama ini, kepolisian & aparat penegak hukum hny menggunakan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 Tahun 2001 utk mengusut kasus suap tp pelaku bebas kembali akibat tdk ada syrt kerugian negara. Nah, dgn adanya UU Suap ini, tdk perlu ada syarat kerugian negara. Itulah kenapa prestasi timnas junior cenderung berprestasi, tp ketika sdh masuk senior menurun drastis. Sy yakin itu akbt para pemain tsb (tdk semua) sdh terkontaminasi energi negatif spt kasus suap ini. Prestasi nomor sekian yg penting duit instan tanpa peduli halal haramnya & merugikan orglain. Sy berpendapat kasus suap ini lbh kompleks dari korupsi krn pembuktiannya lbh sulit & melibatkan bnyk pihak, bhkn lintas negara (misal bandar judi internasional). Kepolisian & aparat penegak hkm Indonesia wajib berkolaborasi sdn kepolisian & aparat penegak hkm di negara lain. Semoga kasus suap spk bola di Indonesia segera diusut tuntas & negara kita bersih dari mafia spk bola. Aamiin 😇.
9. Internal PSSI itu sendiri, diawali kontroversial ketumnya sendiri, terutama soal rangkap jabatan (jelas dilarang FIFA krn ada politik di situ). Anak buahnya pun ikut2an masih merangkap sebagai pengurus klub sekaligus punya saham di liga (walaupun ini blm ada aturannya, namun rentan konflik kepentingan), dan terakhir, keputusan Komdis PSSI yang sepihak

Sumber: mojok.co
Nah, sekarang yang lagi ramai dibicarakan adalah internal PSSI itu sendiri yang cenderung semau gue, seperti kenapa ketumnya tetap keukeuh rangkap jabatan padahal melanggar statuta FIFA dan kenapa sanksi yang diberikan Komisi Disiplin (Komdis) PSSI cenderung tidak adil dan tebang pilih? Apa ada kepentingan politik, apa ada dendam pribadi? Untuk itu, saya tertarik membahasnya.

Ok, PSSI kini sudah memasuki era reformasi, tapi saya melihat PSSI kok justru tambah "sakti'. Apa maksudnya? Pada dasarnya, PSSI tunduk pada aturan/anggaran dasar/lebih dikenal dengan statuta  FIFA. Tapi, ketum PSSI dengan "kesaktiannya" membuat kebijakan sendiri dengan memodifikasi aturan yang dinamakan standar ganda, yaitu jika statuta FIFA menguntungkan PSSI, maka ditaati sepenuhnya. Tapi, jika tidak menguntungkan PSSI, boleh dimodifikasi supaya menguntungkan PSSI. Contoh yang menguntungkan PSSI: ketika pemerintah Indonesia ingin mengintervensi PSSI agar kekurangan PSSI diperbaiki, di situ PSSI begitu galak melarang pemerintah untuk mengintervensi PSSI karena itu diatur dalam statuta FIFA. Itulah yang membuat lembaga negara seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga audit sulit sekali masuk ke lingkungan PSSI, takut dianggap intervensi dari pemerintah yang dilarang oleh FIFA. Jika dilanggar, maka PSSI akan dibekukan oleh FIFA dan yang rugi tidak hanya seluruh pelaku sepak bola Indonesia, tapi juga penonton sepak bola, pedagang di sekitar stadion, dan seluruh bisnis yang terkait dengan sepak bola Indonesia. Bahkan, pemerintah pun ikut pusing karena ada nilai ekonomi kerakyatan yang hilang di situ. Jadi, bagaimana solusinya, simpel, lapor FIFA dan AFC saja, siapkan bukti-buktinya, biar nantinya mereka yang bertindak. Toh, intervensi pemerintah sudah dihindari dan kemungkinan hukuman pembekuan federasi pun menjadi sangat kecil, kecuali jika pemerintah sudah dapat izin dari FIFA itu lain cerita. Sambil berjalan laporan tersebut, harus segera dilakukan Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI untuk merombak semua pengurus intinya jika memang PSSI sudah menyimpang terlalu jauh. KLB PSSI bisa terlaksana jika disetujui oleh minimal 2/3 jumlah anggota PSSI dan harus dibahas dalam Kongres Biasa PSSI tiap tahun (pasal 31 Statuta PSSI). Lagi2 semuanya harus koordinasi dengan organisasi penguasa sepak bola dunia (FIFA) dan kaki tangannya di Asia (AFC) agar sesuai prosedur dan terhindar dari pembekuan PSSI.

Masih berkaitan dengan intervensi, hukum olahraga harus menjadi lex specialis, bahwa hukum olahraga memiliki law of the game masing-masing, tidak diintervensi oleh hukum nasional, apalagi internasional (www.hukumonline.com). Jadi, sepak bola Indonesia harus mematuhi statuta FIFA sepenuhnya. Jika statuta PSSI melanggar statuta FIFA dan FIFA mengetahuinya, maka kemungkinan besar akan diberikan sanksi. Selama ini, mungkin belum ketahuan, masih tenang sembunyi2, dan belum ada pihak yang berani melapor Tapi, saya yakin suatu saat akan ketahuan dan diusut tuntas tanpa harus dibekukan organisasinya.


Kalau Lembaga Penegak Hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Masuk ke Lingkungan PSSI, ntar malah dianggap Intervensi Pemerintah, Ujung2nya Berurusan dengan FIFA. Serba Salah Memang #PSSImemangsakti
Contoh yang merugikan PSSI: FIFA melarang  keras segala sesuatu yang berbau politik masuk ke dunia sepak bola, termasuk ke internal PSSI. Dalam hal ini, rangkap jabatan pemerintahan yang jelas-jelas berkaitan dengan politik dan rentan konflik kepentingan adalah salah satunya (sumber: https://www.kompasiana.com/yoserevela). Ini yang sekarang dilanggar oleh Edy Rahmayadi, ketum PSSI yang baru saja terpilih sebagai Gubernur Sumatera, tapi tidak mau mengundurkan diri dari ketum PSSI. Dia beralasan statuta PSSI tidak mengaturnya (padahal statuta FIFA mengaturnya walaupun tidak ada kata larangan  rangkap jabatan, melainkan larangan politik masuk ke PSSI). Beberapa pengurus klub pun ikut2an merangkap jabatan dan mendapatkan posisi strategis di PSSI dan memiliki saham juga di liga (walau blm diatur di statuta FIFA, tp sangat rawan konflik kepentingan). Tentunya hal ini berbeda dengan rangkap jabatan ketum PSSI dengan militer yang bisa saling melengkapi. Misal, dulu saat ketum PSSI masih Agum Gumelar, beliau juga aktif di militer dengan pangkat Jenderal. Tapi jelas itu beda, jiwa militer sangat dibutuhkan agar PSSI lebih baik ke depannya dan tidak rawan konflik kepentingan. Mungkin, ini yg jadi celah Edy Rahmayadi utk melakukan hal serupa saat dia terjun di bidang politik. Uniknya, statuta PSSI sama sekali tidak mengatur tentang hal tersebut (apa disengaja ya biar ga diungkit2 walaupun tetap akn ketahuan😜). Masalahnya, apakah FIFA mengetahui hal tersebut? Apakah ada pihak yang berani melapor langung ke FIFA? PSSI rentan terkena sanksi jika statuta FIFA tentang larangan politik. Statuta FIFA menetapkan aturan tidak boleh menyelesaikan sengketa sepak bola ke badan peradilan (kecuali yang ditentukan FIFA) dan tidak boleh diintervensi oleh pihak mana pun (sumber: www.hukumonline.com). Jadi, jelas, Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional Nomor 3 Tahun 2005, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), dan sebagainya menjadi tidak berlaku. Jadi, cara untuk menghadapi kebobrokan PSSI adalah seperti dibahas sebelumnya, segera lapor ke FIFA dan AFC secara beramai-ramai, serta laksanakan Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI.

Contoh lain yang merugikan PSSI: dalam statuta FIFA jelas, timnas main maka kompetisi liga berhenti, demikian pula sebaliknya, sudah jelas kalender FIFA wajib dipatuhi. Bagi PSSI, statuta tersebut jelas merugikan karena jadwal Liga 1 seringkali berubah dan diundur mendadak lalu bentrok dengan timnas. Akhirnya, PSSI menghiraukan aturan tersebut demi berbagai kepentingan (termasuk sisi bisnis), toh klub dapat kompensasi yang besar untuk setiap pemainnya yang dipanggil ke timnas. Biasanya akan ada negosiasi alot antara PSSI dan klub, umumnya menghasilkan kesepakatan mengenai jumlah pemain yang dipanggil ke timnas (mulai dari senior, U-23, U-19, dan seterusnya). Klub pun tidak bisa berbuat apa-apa, karena sudah sepakat, diberi kompensasi dan jika melawan kemungkinan ada sanksi dari PSSI. Serba salah memang...
Hal fenomenal lainnya adalah peran kaki tangan PSSI di bagian penegakan sanksi, yaitu Komisi Disiplin (Komdis) PSSI yang bisa lebih "sakti" dari wasit, sang pengadil di lapangan. Mengapa saya sebut lebih "sakti"? Karena Komdis PSSI bisa memberikan hukuman sesuka hatinya secara sepihak dan lebih tega dari wasit. Tahu begitu, mending pemain yang  melakukan pelanggaran berat langsung dihukum oleh wasit dan mendapat kartu merah, paling 1-2 pertandingan absen, daripada luput dari pengamatan wasit, tahu2 ada keputusan sepihak pemain yang bersangkutan absen 5 pertandingan (pasti tahu timnya yang jadi korban😁) tanpa si pelaku tidak dimintai keterangan terlebih dahulu seperti yang dilakukan di pengadilan. Demikian pula kasus tewasnya seorang suporter di Bandung, sebelum Komdis PSSI memberikan sanksi, apakah:
- Pihak kepolisian dan saksi ahli dilibatkan untuk dimintai keterangan dan saran seperti halnya di pengadilan?
- Ketua suporter dan manajemen klub yang dibela suporter sudah dihadirkan dan dimintai keterangan
- Para pelaku dihadirkan dan dimintai keterangan?
- Memperhatikan bahwa kejadian terjadi di luar stadion (bukan di dalam stadion), seperti halnya kriminal di jalan raya?
Menurut saya, terlepas dari pertimbangan tadi, seorang pelaku utama sekaligus provokator dari kasus tewasnya seorang suporter di Bandung (saya baca di koran, dia yang paling senior, berusia 40-an tahun, bukannya memberi contoh kepada juniornya) pantas dihukum mati karena perbuatannya memang sudah sangat biadab, malah memengaruhi junior2nya untuk berbuat secara biadab pula, bikin malu warga Bandung Raya, dan merembet ke anjloknya prestasi tim kebanggaan Jawa Barat😡. Masalahnya hakim di pengadilan berani dan adil atau tidak?
Mengenai penegakan sanksi Komdis PSSI, saya agak heran juga dan bertanya apakah penegakan sanksi:
- Benar2 mencerminkan asas keadilan (sila ke-5 Pancasila)?
- Memperhatikan asas equality before the law sebagaimana diamanatkan dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya, ditetapkan dengan undang-undang. Ini kan bertemu face to face dan membela diri saja belum dilakukan, langsung main vonis saja
- Memperhatikan kepentingan stareholder (pemegang saham), misal pemasukan tiket penonton untuk klub akan hilang akibat sanksi pertandingan usiran dan tanpa penonton
- Memperhatikan kepentingan stakeholder (pemangku kepentingan). Ada nilai bisnis yang besar di situ (terutama untuk pedagang kecil) dan akan hilang akibat penegakan sanksi yang tidak tepat. Mulai dari antusiasme suporter yang tinggi dan rela mengeluarkan biaya besar demi tim yang dibelanya, Pemerintah Kota (Pemkot) dari sewa stadion, sponsor, stasiun televisi yang menyiarkan, Pedagang Kaki Lima (PKL) di sekitar stadion, parkir di sekitar stadion, dan sebagainya. Ekonomi kerakyatan dan kreatif begitu bergairah di situ, jangan sampai dimatikan akibat penegakan sanksi yang sala. Apa mau PSSI beserta anak buahnya mengganti kerugian itu semua? 
- Ada unsur efek jera sekaligus edukasi? atau malah yang ada unsur dendam pribadi dengan misi utama untuk melumpuhkan lawan2nya seperti halnya di dunia politik? Kenapa masih ada tebang pilih? Kenapa keputusannya cenderung sepihak? Ini yang masih belum terjawab...

Komdis PSSI sendiri berdasarkan regulasi kode disiplin PSSI memberikan hak banding kepada para pelaku yang merasa kecewa dengan sanksi Komdis PSSI. Banding dilakukan maksimal 7 hari setelah keluarnya keputusan Komdis PSSI. Lalu, hasil banding akan keluar maksimal 2 minggu setelah banding. Nah, yang sudah-sudah hasil banding justru menguatkan keputusan sebelumnya, bahkan hukumannya malah bertambah. Kalau masih belum puas ada proses Peninjauan Kembali (PK) dengan prosedur dan durasi waktu yang hampir sama dengan banding. Hasilnya, beberapa kasus ada keringanan hukum, tapi kebanyakan sih tidak membuahkan hasil.

Lalu bagaimana dengan proses banding yang sekarang sedang ramai, yaitu sanksi yang menimpa Persib? Manajemen Persib mengajukan banding sekitar tanggal 5 Oktober 2018, maka hasil banding harusnya keluar sekitar tanggal 19 Oktober 2018. Kenyataannya malah ditunda2, sampai tanggal 20 Oktober 2018 belum keluar hasilnya...

Sanksi ideal di persepakbolaan nasional harus memperhatikan akar masalahnya, ada efek jera sekaligus nilai-nilai edukasi. Dikutip dari https://football-tribe.com dan juga pendapat pribadi penulis, mungkin ke depannya kalau bisa ada sanksi tambahan di samping sanksi hukum (yang masih belum memberikan efek jera):
1. Sanksi Sosial
- Membersihkan satu stadion
- Didampingi psikolog dan psikiater (ada tekanan juga bahwa pikiran dan jiwanya bermasalah, mungkin ada masalah pribadi dan keluarga yang merembet ke mana2, jadi harus diterapi)
- Meminta maaf dan mengganti biaya kerugian kepada korban (jika masih hidup), keluarga korban, komunitasnya, klub yang dibelanya, serta pihak2 lain yang dirugikan (bertemu langsung, face to face)
- Menjadi relawan bencana (biar sisi kemanusiaannya muncul)
- Memajang foto para pelaku di media sosial, media massa, dan televisi, disertai permohonan maaf secara lisan dan tulisan
- Dan sebagainya

2. Sanksi Edukatif
- Keluarga pelaku harus dilibatkan dalam hal pengawasan dan pendidikan, harus kooperatif juga (ada perjanjian tertulis)
- Membuat karya (berkaitan dengan sepak bola) yang bisa bermanfaat bagi banyak orang
- Menjadi agen perubahan bagi komunitasnya
- Memberikan coaching clinic ke daerah-daerah terpencil dalam kurun waktu yang lama
- Dikirim ke pesantren untuk mendalami ilmu agama dan mengajarkannya kepada oranglain
- Wajib militer setelah menerima semua hukuman
- Di-ruqyah, mgkn ketempelan jin jahat😜
- Dan sebagainya


Jawaban Khas Ketum PSSI Edy Rahmayadi (Tulisan Biru) yang Menjadi Viral😜

Masalah internal belum beres, eh muncul lagi masalah baru tentang pelanggaran hukum kontrak kerja dengan pelatih asing Luis Milla, mantan pelatih sepak bola  tim nasional Indonesia. Dia pelatih asing udh punya nama, mungkin tidak akan menggugat PSSI ke FIFA, tapi saya khawatir dia akan menyebarkan dosa2 PSSI ke keluarganya, teman2nya, media sosial, dan media asing. Bikin malu aja...


Mendukung timnas sepak bola Indonesia menjadi suatu keharusan, tapi mendukung PSSI nanti dulu. Prestasi PSSI memang ada dan itu harus diapresiasi. Tapi, masalah2 yang ada di PSSI justru lebih viral hehe... Selama sila ke-5 Pancasila (Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia) tidak dilaksanakan, selama ada kepentingan politik, selama ada dendam pribadi, selama masih tebang pilih, selama keputusannya sepihak, selama statuta FIFA dibuat celah, selama statuta PSSI dimodifikasi sesuka hati, dan selama tetek bengek lainnya, maka selama itu pula saya kurang respek terhadap anda. Semoga saja PSSI segera berubah ke arah yang lebih baik agar seluruh rakyat Indonesia menjadi respek terhadap anda, kompetisi liga bisa lebih profesional, dan timnasnya pun bisa lebih berprestasi di tingkat internasional. Aamiin😇

Silakan mampir juga ke blog saya yang kedua (tentang kesehatan & kemanusiaan, full text english) dan ketiga (tentang masalah & solusi kelistrikan). Semoga bermanfaat. Terima kasih. Berikut link-nya:
Blog 2: healthyhumanityvicagi.blogspot.com
Blog 3: listrikvic.blogspot.com




10 komentar:

  1. Semoga timnas menang dan smkn berprestasi, begitupun PSSI-nya

    BalasHapus
  2. Dan sekarang PSSI kembali bobrok dengan dualisme jabatan dari pemimpinnya

    BalasHapus
  3. Ya, berlindung d balik statuta pssi buatan sendiri dan pemerintah sulit bertindak (takut intervensi). Smkn viral jg pas ada acr mata majwa kmrn soal dugaan pengaturan skor. Kita tunggu hsl KLB thn dpn, hrs ada perombakan pengurus inti

    BalasHapus

1. Silakan berkomentar secara bijak
2. Terbuka terhadap masukan untuk perbaikan blog ini
3. Niatkan blogwalking dan saling follow blog sebagai sarana silaturahim dan berbagi ilmu/kebaikan yang paling simpel. Semoga berkah, Aamiin :)😇
4. Ingat, silaturahim memperpanjang umur...blog ;)😜

Manajemen Puasa Ramadan yang Menyenangkan

Seringkali kita mendengar istilah manajemen yang merupakan salah satu jurusan perkuliahan di fakultas ekonomi, tapi kurang paham apa defini...