All about Innovation💡, Law⚖️, Management📝, & Soccer⚽: Harapan akan Inovasi yang Lebih dalam Pemilu di Indonesia

IWA

Kamis, 18 April 2019

Harapan akan Inovasi yang Lebih dalam Pemilu di Indonesia

Pada dasarnya, pemilihan umum (pemilu) di Indonesia sudah mulai berinovasi (mengaplikasikan ide-ide baru ke publik). Salah satunya dengan hadirnya pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) serentak. Tujuannya antara lain untuk menghemat anggaran (walau tetap dirasa masih mahal) dan meningkatkan partisipasi warga setempat agar tidak jenuh akibat baru saja pemilu kok sudah pemilu lagi. Misal saat pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) baru saja memilih calon walikota eh beberapa bulan kemudian harus memilih lagi calon gubernur, itu kan tidak efektif, kenapa tidak dibarengkan saja. Atau pemilihan kepala daerah di hampir semua daerah di Jawa Barat sebelumnya berlangsung sendiri-sendiri dengan jadwal yang berbeda-beda, kini dibuat bersamaan jadwalnya.

Inovasi lainnya adalah hajatan yang lebih besar yaitu pada pemilu 2019. Pemilu tersebut untuk pertama kalinya dilakukan secara serentak karena  tidak hanya memilih calon presiden dan calon wakil presiden saja, tapi juga calon anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD. Intinya, menggabungkan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) dalam satu hari. Tapi, tetap saja biaya tinggi dan kecenderungannya naik dari tahun ke tahun. Dikutip dari tirto.id, anggaran pemerintah untuk pemilu 2019 adalah sekitar Rp. 24 triliun, jauh meningkat daripada pilpres 2014 Rp. 16 triliun. Apa tidak membebani keuangan negara, kan lebih baik digunakan untuk pos yang lebih mendesak. Belum lagi bagi caleg dgn modal hasil ngutang lalu kalah (kalau yg menang sih tenang bisa balik modal) rentan stres, depresi & jatuh sakit akibat menanggung malu dan harus membayar utang utk modal nyaleg😱. Tentunya ongkos mahal politik harus ditekan seminimal mungkin, salah satunya dengan inovasi.

Inovasi pemilu yang dilakukan oleh pihak yang berwenang (seperti pemilu serentak) dirasa masih kurang dan harus ditingkatkan lagi, sehingga ujungnya dapat menghemat anggaran, meningkatkan partisipasi warga, dan menguntungkan semua pihak. Tapi memang, untuk melakukan inovasi itu membutuhkan biaya yang mahal, tapi nantinya untuk bersifat jangka panjang diharapkan dapat menghemat anggaran dan mengurangi pemborosan lainnya. Lalu, bagaimana inovasi yg bisa diterapkan pada pemilu berikutnya?

1. Surat suara diganti dalam bentuk digital
Pemilih tetap diwajibkan datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dengan membawa bukti yang diperlukan, namun mulai dari mendaftar sampai dengan memilih dilakukan secara digital (cukup klik) di bilik suara yang sudah dilengkapi perangkat komputer (atau minimal tablet jika khawatir listrik bermasalah/aliran listrik saat menggunakan perangkat komputer). Hal ini bisa menekan anggaran, mulai dari menghilangkan ketergantungan penggunaan kertas (berarti lebih ramah lingkungan), mengurangi daftar antrean, serta nantinya memudahkan kerja Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) saat perhitungan suara. Tidak perlu rekapitulasi perolehan suara secara manual, tapi cukup menggunakan e-rekapitulasi yang hemat waktu dan biaya. Tidak perlu penjagaan kotak suara, tapi cukup pengawasan terhadap keamanan dan kualitas perangkat IT-nya. Kendala terberat mungkin teknologi informasi (termasuk internet) belum menjangkau daerah-daerah terpencil. Mau tidak mau warga di daerah terpencil tsb harus diantar jemput ke daerah yang sudah dijangkau oleh teknologi informasi. Sejauh ini, baru Brazil dan India yg benar2 berhasil menerapkan e-voting, sehingga Indonesia bisa belajar & melakukan ATM (Amati, Tiru, Modifikasi).

Agar teknologi pemungutan suara (e-voting) & rekapitulasi perolehan suara (e-rekapitulasi) bisa segera dilaksanakan di Indonesia, di samping anggaran yang perlu disiapkan, juga paling mendasar adalah Undang-Undang Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2017 harus direvisi terlebih dahulu, karena masih menganut sistem manual.

e-voting. Sumber: wartakota.tribunnews.com

2. Mengakomodir pemilih difabel
Pemilu wajib mengakomodir pemilih difabel sebagai bagian dari Warga Negara Indonesia. Mereka memiliki hak suara yang sama dengan pemilih pada umumnya. Surat suara yang digunakan tentunya adalah surat suara braille. Namun, pada pemilu 2019, Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya bisa menyediakan surat suara braille untuk pilpres dan DPD mengingat keterbatasan anggaran. Sedangkan, surat suara braille untuk daftar caleg belum tersedia. Untuk mengatasinya, alangkah lebih baiknya jika dibuat versi digitalnya. Pemilih difabel dituntut untuk mempelajari teknologi yang sebenarnya lebih praktis daripada harus menggunakan kertas manual.

3. Tingkatkan TPS tematik
Di beberapa daerah,  Tempat Pemungutan Suara (TPS) tematik/berkonsep unik dinilai efektif meningkatkan partisipasi warga. Warga dibuat penasaran dengan TPS yang berbeda dari TPS pada umumnya. Bentuk promosinya cukup dari mulut ke mulut. Mereka yang sudah datang ke TPS tentunya akan dengan senang hati menceritakan pengalaman barunya kepada tetangganya yang belum mencoblos. Tetangga tersebut yang awalnya enggan mencoblos pun dibuat penasaran akhirnya datang ke TPS dan sekalian mencoblos😜. Kalau dalam manajemen, itu yang namanya first impression. Kesan pertama yang menggoda membuat orang yang tidak tertarik menjadi tertarik.

Contoh TPS tematik saat pemilu 2019:
a. TPS Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur bertema sawah dan dapur. Di TPS 193, petugas menggunakan pakaian ala petani (pakaian hitam dan topi caping). Sementara di TPS 194, petugas menggunakan pakaian koki serba pink (sumber: liputan6.com)

b. Sekitar 18 TPS di Depok bertema budaya dan menjemput warga menggunakan odong-odong. Petugasnya pun menggunakan atribut daerah (sumber: www.merdeka.com)

c. Kedai Kopi Abraham & Smith jadi TPS 02 dadakan di Jalan Tamblong Dalam, Kelurahan Kebon Pisang, Bandung. Bahkan, owner-nya juga menyediakan 500 gelas kopi dari berbagai jenis menu kopi plus batagor gratis untuk dibagikan kepada masyarakat sekitar yg mencoblos di TPS 02 (sumber: nasional.repblika.co.id)
ke TPS Sambil Ngopi & Ngemil Batagor Gratis. Sumber: www. ayobandung.com
Saya pernah membaca, kalau anggaran pembuatan TPS tematik ini berasal dari swadaya masyarakat. Jika hanya mengandalkan anggaran pemerintah jelas tidak cukup, suatu langkah yg kreatif dan inovatif👍. Kalau dilihat segmennya, keberadaan TPS tematik tersebut menyasar kaum milenial. Ke depannya, alangkah lebih baiknya jika dalam setiap penyelenggaraan pemilu, keberadaan TPS tematik tersebut ditingkatkan dengan tema memperhatikan sesuatu yg sedang viral dan dikombinasikan dengan kearifan lokal. Misal: ada TPS yg menyediakan gim lokal virtual reality yang berkaitan dengan pemilu dan jg permainan tradisional, petugas berpakaian pahlawan nasional, dan sebagainya. Pokoknya bagaimana TPS dibuat pikabetaheun seperti halnya mal sekaligus mengedukasi juga.

Bagi KPU, alangkah lebih baiknya, jika keberadaan TPS tematik tsb lebih dihargai dan bahkan  dilombakan, pemenangnya mendapatkan hadiah yang menarik, di samping tentu saja fotonya di-posting di website/akun medsos KPU, dan diundang ke KPU+Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) misalnya.
 
4. Transparansi dalam pemilu
Selama ini kita selalu dibuat penasaran tentang proses rekapitulasi suara yang dilakukan KPU. Transparansi dalam pemilu melalui sarana teknologi informasi dinilai masih kurang, hanya mengandalkan berita dari media saja. Padahal, melalui teknologi informasi inilah transparansi dapat lebih terlihat dan juga sebagai sarana kontrol publik terhadap kinerja KPU. Langkah tsb harus dilakukan untuk mempersempit ruang gerak hacker jahat (cracker) yang berniat jahat meretas website KPU untuk kepentingan pribadi, bahkan bisa saja menambah perolehan suara secara ilegal😱. Lalu, perlu dijabarkan juga bagaimana kredibilitas lembaga-lembaga survei yang sering bermunculan saat pemilu, saya kira KPU juga berwenang untuk menjabarkannya, sehingga tidak membuat bingung publik. Justru, keberadaan lembaga-lembaga survei yang kredibel bisa memperkuat kinerja KPU. Sementara, untuk keberadaan lembaga survei yang abal-abal harus segera ditindak dan diproses menurut hukum yang berlaku dengan melibatkan aparat penegak hukum. Karena dengan membiarkannya, sama saja ikut mendiamkan penyebaran hoaks. Dengan transparansi yang jelas dan ketegasan yang bijak, KPU akan semakin kredibel dan terhindar dari kecurigaan para peserta pemilu (terutama yang kalah).

Sumber: Akun Ig @TanYoana

5. Admin akun medsos resmi KPU harus lebih responsif
Selama ini banyak netizen yang mengeluh jika admin KPU selalu rajin mem-posting foto/video/informasi tapi tidak pernah menanggapi komentar, pujian, saran, maupun keluhan netizen. Kalau tidak percaya, silakan cek akun instagram resmi KPU (@kpu_ri).

Hal tersebut memunculkan anggapan bahwa pekerjaan admin akun medsos KPU seperti robot saja, sekedar menunggu perintah atasan untuk mem-posting foto/video/informasi. Tentunya bentuk komunikasi searah tersebut kurang baik, mengingat kinerja KPU perlu diawasi melalui kontrol publik yang membutuhkan komunikasi 2 arah, di antaranya melalui akun medsos resmi. Admin yang baik tidak ubahnya seperti customer service yang dengan senang hati menanggapi komentar, pujian, saran, maupun keluhan pelanggannya dengan baik. Tapi, pada dasarnya bukan hanya admin akun medsos resmi KPU saja, melainkan juga seluruh sumber daya manusia terkait dengan pemilu juga harus berinovasi mengikuti perkembangan zaman.

Di-update tgl 21 April 2019:
6. Perlunya evaluasi & inovasi sistem kerja KPPS
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyampaikan bahwa saat bertugas pada pemilu 2019, terdapat 14 orang anggota pengawas pemilu (trmsk KPPS) yg meninggal dunia, 85 orang dirawat inap di rumah sakit, 137 orang yang rawat jalan, 74 kecelakaan, & 15 orang mengalami tindak kekerasan (sumber: koran PR tgl 22 April 2019).  Data terakhir per tgl 22 April 2019 jam 15.00, langsung dari Ketua KPU, Arief Budiman, bahwa petugas yg meninggal dunia  (saat maupun setelah bertugas) meningkat drastis menjadi 91 orang & 374 sakit (sumber: liputan6.com). Ini menjadi rekor tersendiri (yang memprihatinkan) dibanding pemilu sebelumnya😱.

Mereka (korban yang meninggal dunia akibat bertugas mengawal pemilu) pantas menjadi pahlawan demokrasi & semoga mendapatkan husnul khatimah, serta yg sakit/luka-luka segera dipulihkan, sehingga dpt beraktivitas normal. Aamiin😇.

Namun, pada intinya bnyknya korban saat bertugas berawal dari kelelahan ditambah tekanan yang tinggi & durasi waktu kerja yang terbatas, sementara beban kerja bertambah karena mengurus pilpres & pileg secara bersamaan. Biasanya 1 surat suara, sekarang 5 surat suara. Otomatis, petugas tidak punya waktu untuk tidur yang menjadi hak setiap tubuh, sehingga tubuh rentan terkena penyakit, termasuk penyakit jantung. Dengan kondisi yang sudah lelah dan tidak bisa berkonsentrasi, kemungkinan untuk salah memasukkan data penting menjadi besar😱.

Kondisi tersebut memang tidak ideal & kurang manusiawi. Honor yang tidak seberapa (di bawah Rp. 600 ribu) tidak  sebanding dengan risiko kerja. Perlu evaluasi & inovasi sistem kerja KPPS (terutama saat menghadapi pemilu dengan skala nasional seperti pilpres yang digabung dengan pileg untuk pertama kalinya). Anggaran KPPS, jumlah petugas berikut honor, & durasi waktu  kerja (untuk jenis pekerjaan yg sama) wajib ditambah demi memanusiakan petugas KPPS. Petugas KPPS perlu dilindungi asuransi yg berkaitan dengan risiko pekerjaan & sistem keamanan yg memadai. Fasilitas untuk mendukung sistem kerja KPPS juga harus ditingkatkan, misal sistem teknologi informasinya, disediakan tempat kerja yang nyaman, fasilitas pijat refleksi dan tempat istirahat yang memadai, serta dokter yang standby tidak jauh dari lokasi kerja. Untuk perekrutan petugas KPPS ke depannya, faktor usia juga hrs diperhatikan. Rekrut petugas dgn usia muda, skill dan jam terbang yang mumpuni, kondisi badan yang fit, memiliki kemampuan untuk bekerja secara tim dan di bawah tekanan tinggi, serta memiliki jam terbang yang baik.

Mgkn, di zaman digital seperti saat ini, peran robot juga bisa dioptimalkan utk membantu kerja petugas. Ingat, tahun 2024 pemilu kemungkinan bakal lebih kompleks lagi dengan menyertakan 7 surat suara. Itu berarti tugas KPPS pun akan semakin berat ke depannya😱. KPU sebagai bos dari KPPS harus mulai memikirkan solusinya dari sekarang.

7. Perlunya evaluasi & inovasi sistem keamanan
Menurut data terbaru (22 April 2019) Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri), sebanyak 15 polisi gugur saat bertugas mengamankan pemilu 2019. Penyebabnya bermacam-macam, ada yang mengalami kecelakaan lalu lintas & sakit (sumber: detik.com). Di-update dari koran PR tgl 23 April 2019: tdk hny kepolisian yg berduka, tp jg organisasi Perlindungan Masyarakat (Linmas). Ada 2 petugas Linmas yang meninggal dunia, salah satunya diketahui mengalami perdarahan otak saat bertugas mengamankan pemilu 2019.

Melihat keprihatinan tersebut, lagi2 akar masalahnya sama dgn petugas KPPS, yaitu kelelahan. Mereka pantas menjadi pahlawan demokrasi & semoga korban yg gugur tsb mendapat husnul khotimah. Aamiin😇.

Perlu ada evaluasi & inovasi sistem keamanan, seperti seleksi khusus (terutama tes kesehatan) untuk polisi yang akan bertugas dalam mengamankan pemilu, adanya sistem shift yang lebih manusiawi, simulasi penguasaan medan jauh-jauh sebelumnya dengan melibatkan warga sekitar, selalu berkomunikasi & berkoordinasi dgn KPU, KPPS, & pihak terkait lainnya, reward yg lebih, dan sebagainya. Begitu pun bagi petugas Linmas, ada seleksi khusus juga, jumlah anggotanya wajib ditambah, reward yg lebih, ada sistem shift juga yang lebih manusiawi, dan sebagainya.

Sumber: https://me.me
Demikian artikel saya, memang inovasi pemilu dan biaya tinggi (saya belum dapat info rincian biayanya) selalu berkaitan erat, apalagi jika dihubungkan dengan inovasi teknologi. Namun, jika melihat target jangka panjang, justru hal tersebut harus dilakukan untuk menghemat anggaran dan memudahkan para pihak dalam bertindak, baik dari para peserta, pemilih, maupun KPU. Bagi peserta pemilu dan tim suksesnya, hal tersebut penting untuk memangkas biaya politik yang dianggap salah satu yang termahal di dunia (akibat jumlah penduduk yang bnyk & pulau-pulau yang tersebar di Indonesia). Mahalnya biaya politik bisa jadi penyebab utama suburnya Korupsi, Kolusi, & Nepotisme (KKN). Bagi para pemilih, tentunya inovasi tsb penting untuk meningkatkan partisipasi warga dalam pemilu dan mencegah golput (terutama dari kalangan milenial). Bagi KPU, inovasi penting untuk meningkatkan kredibilitas KPU di mata publik, meminimalisasi kecurangan, dan juga meningkatkan kinerja organisasi, tidak hanya untuk KPU, tapi juga anak buahnya seperti KPPS. Sementara bagi aparat keamanan, inovasi penting untuk menciptakan sistem keamanan yang lebih canggih tapi tetap manusiawi, terutama bagi petugas keamanan itu sendiri.

Silakan mampir juga ke blog saya yang kedua (tentang kesehatan dan kemanusiaan, full text english) dan ketiga (tentang masalah dan solusi kelistrikan). Semoga bermanfaat. Terima kasih. Berikut link-nya:
Blog 2: healthyhumanityvicagi.blogspot.com
Blog 3: listrikvic.blogspot.com

49 komentar:

  1. Waaaah .. inspiratif banget itu ada gerai kopi ikut berpartisipasi dalam acara pencoblosan.

    Naah semestinya dari dulu begitu, ya ..., pengusaha ngga cuma memikirkan meraup keuntungan besar semata, tapi juga wajib bersedia kegiatan sosial

    Mengenai kenapa pemilihan walikota dan gubernur tak sekalian diadakan bersamaan dengan pilpres, aku juga sependapat acaranya diadakan bersamaan.

    Ini dilakukan demi memangkas besarnya beaya transportasi distribusi lembar kertas suara pemilihan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju, pengusaha setempat hrs dilibatkan mengingat kl hny ngandelin anggaran pemerintah utk bikin TPS jelas utk TPS standar/yg biasa2 sj. Pdhl TPS tematik penting utk meningkatkan partisipasi warga dlm pemilu. Denger2, thn 2024 pemilu bkl ada 7 surat suara Krn ada rencana dibuat brg pilkada jg. Kl 7 surat suara bagusnya dibuat digital jg. Thx sdh mampir k blog sy..

      Hapus
  2. Semoga yang terpilih nanti presiden yang bisa bergaul dengan rakyatnya, dan tidak mementingkan kepentingan golongan saja, serta bisa membangun Indonesia menjadi negara yang maju dan bersatu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang tdk ada yg sempurna, tp semoga yg terpilih memang itulah yg terbaik bagi Indonesia. Sambil berbenah k dpnnya penyelenggaraan pemilu hrs lbh baik lg, inovatif, & transparan. Thx sdh berkunjung ke blog sy :)

      Hapus
  3. Saya pun berpendafat demikian mas..😄 Dalam hal pemilu setidaknya kita perlu atau fasilitas yang memadai tetapi tidak merepotkan seperti yang sudah2..😄😄

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, fasilitas yg mempermudah kerja KPU, KPPS, & pihak berwenang lainnya, bhkn termasuk pengawasan rekapitulasi suara. Jujur aj, yg skrg spt krg transparan & pnh misteri. Thx sdh mampir k blog sy, semoga bermanfaat

      Hapus
  4. Sangat menarik sekali ulasan dan uraiannya. Dan saya juga mendukung. Tapi untuk pemulu serentak ini lumayan menyita petugas lapangan. Lima surat suara sekaligus. wah bisa dibayangkan betapa repotnya saat penghitungan akhir. Sampai jam satu belum ada yang tuntas.
    Perlu ada evaluasi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju, intinya pemilu itu hrs memanusiakan petugas pemilu, trmsk pihak keamanan. Honor ga seberapa dibanding risiko kerja. Sy perhatikan sistem kerjanya ga ada shift & durasi waktu terbatas, pdhl volume kerja b
      tinggi. Ini mnrt sy lbh parah dari sekedar kerja lembur (kerja lembur msh sempat tidur), buktinya bnyk petugas yg meninggal & sakit akibat kelelahan dlm bertugas. Thx sdh mampir k blog sy

      Hapus
  5. Pemilu serentak 2019 (pilpres dan pileg sekaligus) disebut2 sbg pemilu yg paling ribet sedunia, sementara jumlah petugas pemilunya tdk jauh berbeda dari pemilu 2014 yg hny fokus ke pilpres sj, akibatnya petugas pemilu 2019 bnyk yg meninggal. Dan jumlah partainya terlalu bnyk, hrsnya dibatasi max 5. Dan yg trkhr jelas pemborosan anggaran.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Paling ribet & salah satu yg termahal, tp tetap aj petugas kpps honornya kecil risiko kerja tinggi & bnyk yg tumbang (ga tau anggaran paling gedenya utk apa? sampai skrg krg transparan. Sptnya tdk ada riset terlebih dulu, cenderung dadakan sj, yg org2 di atas sih enak2 sj. Thx sdh sharing di blog sy

      Hapus
    2. Anggaran pemilu mencapai Rp. 24 T, tp tetap sj yg di bwh spt petugas KPPS dpt honor ga seberapa, itupun krg transparan peruntukannya. Org yg di atas sih enak2 sj

      Hapus
  6. sangat meninspirasi om mantap

    BalasHapus
  7. Wow, lumayan banyak kritik dan masukannya ya.

    Untuk pemeilihan secara elektronik, inovasi ini sudah ada, kantor saya (suatu badan pemerintah) sudah membuatnya, hanya saja belum disetujui oleh KPU dan DPR. Sambil menungfu, kami melakukan uji coba pada Pilkades (pemilihan kepala desa) dan sejauh ini bisa dikatakan sukses. Tidak perlu waktu lama untuk mengetahui hasil e-voting dari pilkades ini karena saat itu juga langsung muncul hasilnya.


    Untuk biaya petugas KPPS yang tidak sebanding dengan tugasnya, saya juga setuju untuk direvisi. Bekwrja lebih dari 10 jam tanpa istirahat itu rasanya harus mendapat upah lebih dari itu.


    Terima kasih sudah menulis tentang pemilu 2019 ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baru tau trnyta sdh mulai diujicobakan di pilkades. e-voting & e-rekapitulasi sdh sukses di Brazil, Filipina, & India. Tp di Belanda & Jerman sempat dilakukan e-voting & e-rekapitulasi namun akhirnya kembali ke manual. Mslhnya berkaitan dgn hacker jahat (cracker). Sy rasa Indonesia hrs meniru yg berhasil (spt di Brazil, Filipina, & India), serta semoga inovator itu dimulai dari skala kecil yg mas lakukan bersama rekan2 kantor. Semoga sj sgr disetujui utk skala yg lbh tinggi. Thx sdh sharing & mampir k blog sy, semoga bermanfaat

      Hapus
  8. Kalau ada acara ngopi,disediain camilan dan lain-lain pasti jadi berasa pesta (demokrasi) beneran... Dan bisa jadi menekan angka golput lho... 😀 Tfs..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju, apalagi kl ingin menarik simpati pemilih generasi milenial yg skrg mendominasi, kagok sekalian nobar jg hehe.. Bisa jd bnyk yg golput akbt sistemnya gitu2 aj dari dulu. Thx sdh sharing & berkunjung k blog sy

      Hapus
  9. Petugas kpps yg meninggal bertambah jd 331 org, polisi 22 org. Itu blm yg sakit jg meningkat 2232 org. Udh kyk korban bencana alam atau perang. Yg namanya bencana alam pasti mrpkn teguran Tuhan, begitupun yg terjadi pd pemilu. Ada yg tdk beres

    BalasHapus
    Balasan
    1. 😱. Prihatin memang, ada semacam efek berantai stlh bertugas, honor kecil tp risiko kerja tinggi, tanpa istirahat & tanpa asuransi, jd pikiran jg buat mereka, akhirnya stres, mdh terkena penyakit, akhirnya tumbang. Setuju, bisa jd teguran Ilahi pemilu 2019 memang kacau. Thx sdh sharing

      Hapus
  10. turut berduka atas meninggal dan sakitnya para pahlawan demokrasi..

    saya sendiri setuju dengan e-voting.. tapi yang perlu diwaspadai bgt adalah adanya serangan hacker.. dan yang perlu ditakutkan adalah adanya pihak2 yg merasa dicurangi yg lebih masif dibanding pencoblosan dan perhitungan manual..

    -Traveler Paruh Waktu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Turut prihatin, mengingat jumlah korban jiwa & yg sakit tiba2 meningkat (jd stlh bertugas mereka tumbang. Setuju mas, hacker jahat lbh tepatnya, biasa disebut cracker. Belanda & Jerman sempat melakukan e-voting tp kembali k manual gara2 cracker. Tp Brazil, Filipina, & India berhasil & konsisten dgn e-voting sampai skrg. Shrsnya Indonesia bisa studi banding ke negara yg sukses tsb. Sy yakin pasti bisa. Thx sdh mampir k blog sy

      Hapus
  11. Kayaknya dlm waktu dekat e-voting masih belum bisa diterapkan di negeri ini mas, rawan sekali dgn hacker....
    Semoga saja di masa depan ketika bangsa ini sudah dewasa dlm berpolitik e-voting bisa diterapkan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bnr, mgkn ahli IT di negara kita blm siap. Tp tdk ada salahnya meniru yg berhasil spt Filipina, Brazil, & India. Kl perlu ada riset & studi banding. Ada jg e-voting yg gagal & kembali k manual spt Belanda & Jerman, tentunya bagus jg utk diriset. Thx sdh sharing

      Hapus
  12. e-voting seharusnya sudah diperkenalkan sejak teknologi mulai ke hadapan. walaupun bukan menyeluruh, tetapi harus ada insiatif untuk dilakukan. kalau buat secara serentak, memang sukar...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, inisiatif & hrs ada anggaran juga. Sptnya kita blm siap, ga usah serentak dulu, satu jabatan dulu saja. Perlu studi banding jg. Thx sdh sharing k blog sy

      Hapus
  13. follower #9 saya tak tahu nak follow blog yang mana satu. sebab ada 3 blog kan? jadi saya follow blog ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, ada 3 blog, gpp tiga-tiganya jg follow hehe.. Tp sy berterima kasih sdh follback & memberikan positive feedback

      Hapus
  14. pemilu digital memang salah satu inovasi kedepannya mbak, cuma faktor keamanan ini yg paling riskan,
    karena KPU saja bisa dibobol. apalagi pemilu diigital..
    tapi semoga kedepannya bermuncullan ahli IT di Indonesi
    Amin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sy mas bkn mba hehe.. Setuju SM mas, perlu ada ahli IT dgn skill kls dunia, dibekali anggaran jg utk mewujudkan pemilu digital, trmsk studi banding & riset k negara yg berhasil sampai skrg dlm hal pelaksanaan pemilu digital. Skrg anggaran Rp. 24 T hny utk sebuah pemilu serentak jls pemborosan, mending anggarannya buat inovasi spt pemilu digital. Thx sdh mampir k blog sy

      Hapus
  15. sepertinya kita memang harus melakukan inovasi mas ya, karena memang menurut saya sistem yang sekarang ini sangatlah belum baik yang bisa kita lihat dari jumlah korban jiwa,baik yang luka ringan, sedang hingga berat

    untuk inovasi sendiri ada baiknya sistem elektronik di terapkan, cuma yang ditakutkan ya itu tadi, bisa terjadi kecurangan yang berupa penghackeran dan resiko lainnya

    ya semoga saja apapun itu inovasinya nanti bisa membawa angin segar untuk negeri ini, terutama untuk dunia demokrasi,..maju indonesiaku

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada anggapan bahwa cracker (hacker jahat) di Indonesia selangkah lbh canggih daripada ahli IT-nya. Semoga sj ahli IT kita dilatih shg pny skill kls dunia (perlu anggaran jg), baru inovasi perlahan bs diterapkan. Thx sdh sharing

      Hapus
    2. Iya mas,..sama-sama 😀

      Hapus
  16. Inovasi emang harus.. tapi juga nunggu siap.. jangan sampe ga siap tapi tetep jalan.. nanti kacau jadinya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap ahli IT-nya, siap jg anggarannya, siap jg utk studi banding k negara yg sukses e-voting ya. Setuju, ga bisa dipaksakan, nanti ya spt pemilu serentak 2019 ini, petugas kpps bnyk yg tumbang. Thx sdh berkunjung k blog sy

      Hapus
  17. I have never voted online, I think there are both cons and prons of such a thing.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yes, I agree, voted online still pros & cons until now. On one side more practical, on the other hand prone to be hijacked. Thx for sharing..

      Hapus
  18. Bagian ngupilnya asli kocak hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks. Memang intisari artikel ini spy ga terjadi ngupil massal stlh nyoblos yg berakibat noda di hidung, hrs sgr diterapkan inovasi pemilu digital hehe...

      Hapus
  19. sebentar lagi hasil pemilu akan segera diumumkan dan bersiap-siap untuk menyambut sang pemimpin berikutnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, 22 Mei kan, polisi siaga 1 hehe... Kalah menang itu biasa. Pemilu ibarat bola, kl ada yg ga puas tinggal gugat wasitnya (KPU), tp skor akhir tdk bisa diubah, sportivitas tetap terjaga. Semoga pemimpin yg terpilih (walau tdk sempurna) tp itulah yg terbaik. Thx sdh sharing di blog sy

      Hapus
    2. Sip mas,..semoga indonesia lebih maju lagi, ea 😀

      Hapus
  20. Thanks for your detailed review! :)

    BalasHapus
  21. wah semoga aja hasil pemilu bisa bagus dan bisa diterima oleh semua pihak ya gan, agar indonesia bisa semakin bagus untuk kedepannya ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju. Apapun hslnya hrs bs diterima oleh semua pihak. Kalaupun ada yg tdk puas silakan gugat wasitnya (KPU) melalui jalur hkm, tp sy kira hasil akhir tdk dpt diganggu gugat.. Thx sdh sharing

      Hapus
  22. Jika sdh beralih ke digital betapa banyak anggaran yang dihemat. Mulai dari kertas surat suara, kotak suara, tidak ada lagi anggaran distribusi alat dan bahan pemilu.

    Belum lagi kemudahan perhitungan suara akan lebih menghemat tenaga manusia.

    Kita tunggu kapan Indonesia berani melangkah.


    Ulasan yg luar biasa mas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju mas, intinya Indonesia hrs mulai berani berinovasi, mencontoh pemilu digital yg berhasil spt di Brazil,India, & Filipina. Memang inovasi itu mahal, tp kl dipikir lbh mahal lg pemilu kmrn yg habis Rp 24 T & bnyk korban jiwa. Thanks atas apresiasinya :)

      Hapus

1. Silakan berkomentar secara bijak
2. Terbuka terhadap masukan untuk perbaikan blog ini
3. Niatkan blogwalking dan saling follow blog sebagai sarana silaturahim dan berbagi ilmu/kebaikan yang paling simpel. Semoga berkah, Aamiin :)😇
4. Ingat, silaturahim memperpanjang umur...blog ;)😜

Manajemen Puasa Ramadan yang Menyenangkan

Seringkali kita mendengar istilah manajemen yang merupakan salah satu jurusan perkuliahan di fakultas ekonomi, tapi kurang paham apa defini...