Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) merupakan salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, berupa lembaga perwakilan rakyat, menampung dan memperjuangkan aspirasi rakyat, dipilih melalui pemilihan umum (pemilu).
Demo besar-besaran yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini sampai menimbulkan kerugian materil dan korban jiwa akibat ulah beberapa oknum anggota DPR yang tidak peka terhadap kondisi rakyat Indonesia, bahkan ada yang seakan menantang bahkan sampai menghina, tidak bisa menjaga sikap. Mereka bersikeras ingin mendapatkan hak yang lebih (serakah), padahal hidupnya sudah mewah dan sejahtera, berbanding terbalik dengan kehidupan rakyatnya. Apalagi mereka hidup dari pajak rakyat yang lagi-lagi semakin memberatkan rakyat. Mereka tidak sadar bahwa mereka hanya wakil rakyat, sementara rakyat itu bosnya, tidak pantas untuk dihina bahkan sampai "dipalak" melalui pajak yang memberatkan demi meningkatkan penghasilan mereka yang sudah wah. Akibat ulah beberapa oknum anggota DPR tersebut, citra anggota DPR secara keseluruhan, terutama anggota DPR yang sudah amanah dan sederhana, ikut menjadi buruk. Hal ini menimbulkan kemarahan rakyat yang umumnya ingin membubarkan DPR.
Pertanyaannya:
1. Apakah DPR bisa dibubarkan?
2. Jika DPR bisa dibubarkan, apakah negara ini menjadi lebih baik?
3. Adakah opsi lain yang lebih realistis jika DPR sulit untuk dibubarkan?
Jawaban:
1. DPR menurut konstitusional (aturan hukum resmi negara, dalam hal ini Undang-Undang Dasar/UUD 1945) sulit untuk dibubarkan, peluangnya ada tapi kecil. Hal ini dikarenakan Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial yang mengacu pada pasal 7C UUD 1945, bahwa Presiden tidak dapat membekuan atau membubarkan DPR. Begitupun sebaliknya, DPR juga tidak bisa menjatuhkan Presiden. Hal ini berbeda dengan sistem parlementer yang dianut oleh Inggris, Belanda, dan Jepang. Bahkan, Indonesia dianggap pernah menganut sistem parlementer, saat Majelis Permusyawaratan rakyat (MPR) dan DPR ingin memakzulkan Presiden ke-4 RI, Gus Dur, tahun 2001 tanpa melalui proses peradilan, maka Gus Dur menyatakan bahwa MPR dan DPR sudah bertindak terlalu jauh dan sistem presidensial yang dianut sudah melenceng jauh menjadi parlementer. Sehingga, beliau melakukan serangan balik dengan membuat Maklumat Presiden untuk membekukan MPR dan DPR. Akhirnya, parlemen tetap berdiri juat dan justru Presiden Gus Dur digulingkan oleh DPR dan MPR lewat Sidang Istimewa yang dipimpin oleh Amien Rais.
Kembali ke poin awal, DPR memang sulit untuk dibubarkan dengan sistem yang digunakan presidensial, tapi tetap ada peluang walau peluangnya kecil. Bagaimana caranya?
a. Lewat Pemilihan Umum (Pemilu) lima tahunan yang dipilih oleh rakyat (Pasal 19 ayat 1 UUD 1945). Jangan pilih orang lama atau itu-itu lagi. Pilih orang-orang baru yang dianggap lebih amanah, berkualitas, dan berakhlak baik. Namun, kendala muncul jika banyak rakyat yang tidak memilih (golput), sementara DPR tidak terpengaruh dengan golput tersebut dan tetap terbentuk dengan pilihan seadanya, maka opsi lain yang memungkinkan adalah...
b. Amandemen UUD 1945. Bagaimana agar amandemen UUD 1945 ini bisa dilakukan? Mengacu pada Pasal 37 UUD 1945:
- Diajukan secara tertulis oleh minimal 1/3 anggota MPR
- Diagendakan dalam Sidang MPR
- Sidang untuk mengambil keputusan harus dihadiri minimal 2/3 anggota MPR
- Keputusan untuk mengubah UUD membutuhkan persetujuan dari 50 %+1 dari seluruh anggota yang hadir
- Dibentuknya Panitia ad hoc untuk mengkaji usulan dan menyampaikan hasil saat Sidang Paripurna MPR
Jika sebagian besar dari mereka adalah orang-orang lama yang betah dan ingin DPR eksis, maka agenda amandemen akan sulit terwujud
Untuk mendesak amandemen tersebut segera dilakukan, maka tugas rakyat bekerja sama untuk selalu mengawal kebijakan pemerintah, melakukan semacam petisi dengan jangkauan nasional dengan harapan viral dan didengar pemerintah, sampai terakhir melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap pasal yang ingin diubah dalam Undang-Undang (UU) terkait di bawah UUD 1945, seperti UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Poin yang berpotensial untuk direvisi adalah soal pembatasan partisipasi publik dan syarat menjadi anggota dewan, seperti mantan napi baiknya tidak boleh menjadi anggota DPR dan minimal harus sarjana
2. Jika DPR dibubarkan, maka kemungkinan akan muncul masalah baru:
- Sistem presidensial kehilangan pagar terakhirnya. Presiden akan berdiri tanpa ada yang mengimbangi. Hakikatnya, Presiden dan DPR itu saling mengisi dan melengkapi
- Kekuasaan Presiden tidak ada yang mengawasi. Padahal kekuasaan itu perlu dibatasi dan dikontrol, termasuk dalam hal membuat undang-undang
- Ketika kekuasaan tidak ada yang mengawasi, justru bisa membahayakan rakyat itu sendiri
- Rakyat akan semakin bingung menyampaikan aspirasinya langsung
- Berpotensi menghapus demokrasi Indonesia dan mengarah pada otoritarianisme
3. Opsi yang lebih realistis adalah reformasi di tubuh DPR itu sendiri. DPR tetap harus ada tapi direformasi total:
- Dimulai dengan Pemilu lima tahunan, pilih orang-orang terbaik, amanah, berakhlak baik, dan sederhana. Jangan pilih orang-orang itu lagi itu lagi yang kesannya lebih memprioritaskan untuk memperkaya diri. Kasih kesempatan kepada orang yang lebih tepat. Oknum anggota DPR yang jumlahnya banyak harus benar-benar dibersihkan, bukan malah bertahan dan memengaruhi orang baru untuk ikut berbuat buruk, jadi nambah dong oknumnya 😑
- Melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap pasal yang ingin diubah dalam Undang-Undang (UU) terkait di bawah UUD 1945, seperti UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Poin yang berpotensial untuk direvisi adalah soal pembatasan partisipasi publik dan syarat menjadi anggota dewan. Sebaiknya mantan napi, khususnya napi koruptor, janganlah menjadi anggota DPR, dan persyaratan untuk menjadi anggota DPR ditingkatkan minimal lulusan sarjana
- Sebelum membuat kebijakan, hendaknya dibuat semacam survei apakah kebijakan akan diterima masyarakat atau tidak. Jangan sampai membuat kebijakan tiba-tiba sudah viral ke publik dan membuat sakit hati masyarakat
- Pengelolaan anggaran yang lebih transparan dan realistis
- Lebih sering terjun ke lapangan, tidak sekadar mendengarkan keluh kesah dan aspirasi masyarakat tapi juga memberikan semangat dan solusi
- Membuka ruang lebih bagi masyarakat untuk terlibat dan menyampaikan aspirasi
- Kesan eksklusif harus dibuang jauh-jauh. DPR harus semakin merakyat dan berinteraksi lebih baik dengan rakyatnya, termasuk lewat media sosial. Adminnya harus lebih interaktif dan cerdas menjawab pertanyaan netizen
- Mereka harus selalu diingatkan bahwa mereka itu wakil rakyat, sementara rakyat adalah bosnya yang menggaji anggota DPR dari pajak rakyat
- Jika melakukan kesalahan fatal, harus ada sikap legowo, mengakui kesalahan, berani menghadapi pendemo dengan cerdas (bukan kabur), dan ada sanksi juga, baik dari internal maupun partai pengusungnya. Bukan sekadar dinonaktifkan karena masih menerima gaji. Lebih ksatria lagi mengundurkan diri, baik dari DPR maupun partainya, itu jauh lebih terhormat. Sebaliknya, berikan apresiasi dan jadikan teladan jika ada anggota DPR yang benar-benar amanah dan disukai masyarakat
- Pengawasan terhadap kinerja DPR harus lebih baik lagi, dilakukan oleh pemerintah (Presiden), lembaga negara Ombudsman RI, masyarakat, media massa, sampai internal DPR itu sendiri (Badan Keahlian DPR RI) berikut partai pengusung. Mereka ini harus saling membantu agart tugas pengawasan semakin efektif dan efisien
Teringat ucapan Indro Warkop, salah seorang komedian senior Indonesia, saat sedang diwawancara, bahwa dia tidak pernah memilih rekan-rekan seprofesinya agar maju sebagai anggota DPR, karena beranggapan bahwa orang yang awalnya terlihat sederhana, ketika sudah terpilih menjadi anggota DPR menjadi tidak sederhana, tidak peka terhadap rakyat. Perkataan beliau seperti cerminan anggota DPR RI saat ini secara umum, tidak semua memang, karena pasti masih ada anggota DPR yang amanah dan sederhana. Masalahnya oknumnya lebih banyak dan mungkin saja membungkam anggota DPR yang amanah dan sederhana ini sehingga terkucilkan serta tidak berdaya mengungkap kebobrokan lembaganya sendiri. Lebih tepatnya, anggota DPR yang amanah, sederhana, dan minoritas ini cari aman juga🤔. Tidak kalah pentingnya adalah legowo mengakui kesalahan dan mundur jika tidak sanggup menjalankan amanah.
Silakan mampir juga ke blog saya yang kedua (tentang kesehatan dan kemanusiaan, full text english), ketiga (tentang masalah dan solusi kelistrikan), serta keempat (tentang hewan peliharaan). Semoga bermanfaat. Terima kasih. Berikut link-nya:
Blog 2: healthyhumanityvicagi.blogspot.com
Blog 3: listrikvic.blogspot.com
Blog 4: petsvic.blogspot.com